Kata Motivasi
Translate
Pages
Cari Blog Ini
Jumlah Pengunjung
Minggu, 30 November 2014
Kamis, 20 November 2014
efektifitas kepemimpinan pendidikan oleh : adam
Published :
06.44
Author :
adam_aprilian
EFEKTIFITAS KEPEMIMPINAN PENDIDIKAN
MAKALAH
Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Kepemimpinan Pendidikan
dari Bapak Prof. Dr. H. Suherli Kusmana, M.Pd
Oleh :
ADAM WAHID PRAMULYANA
NIM : 82321213062
Kelas : 13 C
PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMEN PENDIDIKAN
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS GALUH CIAMIS
2012
KATA PENGANTAR
Bismillahirrohmannirrohim.
Puji
dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah
yang diberi judul “Efektifitas Kepemimpinan Pendidikan”.
Makalah
ini disusun dan diajukan dalam rangka memenuhi salah satu tugas Ujian
tengah Semester Mata Kuliah Kepemimpinan Pendidikan dari Bapak Prof. Dr.
H. Suherli Kusmana, M. Pd. Pada program Pascasarjana di Universitas
Galuh Ciamis.
Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada :
1. Prof. Dr. H. Suherli Kusmana, M. Pd selaku Dosen Kepemimpinan Pendidikan;
2. Kepada seluruh pihak yang telah ikut membantu dalam penyususnan makalah ini, semoga semua amal baik semua pihak mendapat imbalan yang berlipat dari Allah SWT.
Penulis
menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan, hal ini disebabkan keterbatasan pengetahuan, wawasan
keilmuan, waktu, serta sumber yang penulis miliki.
Penulis berharap kritik dan saran untuk perbaikan penyusunan makalah selanjutnya dan berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi penulis khususnya dan bagi dunia pendidikan pada umumnya.
Amin.
Ciamis, 20 November 2012
Penulis,
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL
|
i
| |
KATA PENGANTAR
|
ii
| |
DAFTAR ISI
|
Iii
| |
BAB I
|
PENDAHULUAN
|
1
|
1.1 Latar Belakang Masalah
|
2
| |
1.2 Rumusan Masalah
|
2
| |
1.3.Ruang Lingkup pembahasan dan batasan Masalah
|
2
| |
1.4 Tujuan penyusunan
|
2
| |
1.5 Manfaat Penyusunan
|
2
| |
BAB II
|
KAJIAN PUSTAKA
|
3
|
2.1 Pengertian Pemimpin/kepemimpinan
|
4
| |
2.2 Pengertian Pendidikan
|
5
| |
2.3 Pengertian kepemimpinan Pendidikan
|
5
| |
2.4 Tipe-tipe kepemimpinan Pendidikan
|
5
| |
2.5 Pengertian Efektifitas
|
12
| |
2.6 Kepemimpinan yang efektif
|
13
| |
2.7 Kepemimpinan pendidikan yang efektif
|
14
| |
BAB III
|
PEMBAHASAN MASALAH
| |
3.1. Ciri dan Prilaku Pemimpin Pendidikan yang Efektif
|
17
| |
3.2. Ciri Organisasi Pendidikan (Sekolah) yang Efektif
|
18
| |
3.3 Pemimpin Pendidikan yang Efektif
|
19
| |
BAB IV
|
PENUTUP
| |
4.1 Simpulan
|
20
| |
4.2 Saran
|
21
| |
DAFTAR PUSTAKA
|
22
|
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kualitas
pendidikan di Indonesia saat ini sangat memprihatinkan. Ini dibuktikan
antara lain dengan data UNESCO (2000) tentang peringkat Indeks
Pengembangan Manusia (Human Development Index), yaitu komposisi dari
peringkat pencapaian pendidikan, kesehatan, dan penghasilan per-kepala
yang menunjukkan bahwa indeks pengembangan manusia Indonesia makin
menurun. Di antara 174 negara di dunia, Indonesia menempati urutan
ke-102 (1996), ke-99 (1997), ke-105 (1998) dan ke-109 (1999).
Menurut
survei Political and Economic Risk Consultant (PERC), kualitas
pendidikan di Indonesia berada pada urutan ke-12 dari 12 negara di
Asia.Posisi Indonesia berada di bawah Vietnam.Data yang dilaporkan The
World Economic Forum Swedia (2000), Indonesia memiliki daya saing yang
rendah, yaitu hanya menduduki urutan ke-37 dari 57 negara yang disurvei
di dunia. Dan masih menurut survei dari lembaga yang sama, Indonesia
hanya berpredikat sebagai follower bukan sebagai pemimpin teknologi dari
53 negara di dunia.
Kualitas
pendidikan Indonesia yang rendah itu juga ditunjukkan data Balitbang
(2003) bahwa dari 146.052 SD di Indonesia ternyata hanya delapan sekolah
saja yang mendapat pengakuan dunia dalam kategori The Primary Years
Program (PYP). Dari 20.918 SMP di Indonesia ternyata juga hanya delapan
sekolah yang mendapat pengakuan dunia dalam kategori The Middle Years
Program (MYP) dan dari 8.036 SMA ternyata hanya tujuh sekolah saja yang
mendapat pengakuan dunia dalam kategori The Diploma Program (DP).
Penyebab
rendahnya mutu pendidikan di Indonesia tentu tidak lepas dari peran dan
kepemimpinan seorang kepala sekolah sebagai top leadernya.Melihat
pentingnya fungsi kepemimpinan kepala sekolah, maka usaha untuk
meningkatkan kinerja yang lebih tinggi bukanlah pekerjaan mudah bagi
kepala sekolah karena kegiatan berlangsung dalam sebuah proses panjang
yang direncanakan dan diprogram secara baik pula. Namun pada
kenyataannya tidak sedikit kepala sekolah yang hanya berperan sebagai
pimpinan formalitas dalam sebuah sistem alias hanya sekedar sebagai
pemegang jabatan struktural sambil menunggu masa purna tugas –jika tidak
boleh menyebut sebagai orang-orang apatis yang kehabisan energi dan
gairah hidup-.
Efektivitas
mengajar guru akan optimal, jika kepala sekolah dapat mengatur dan
membimbing guru-guru secara baik sehingga para guru dapat melaksanakan
tugas-tugasnya dengan penuh tanggung jawab, memperhatikan kepentingan
dan kesejahteraan bawahannya sehingga tidak ada keluhan dalam
menjalankan tugas dan kewajiban sehari-hari, harus menunjukkan
kewibawaannya sehari-hari,sehingga dapat diteladani dan dipatuhi oleh
para guru maupun siswa. Menetapkan dan sekaligus melaksanakan
peraturan-peraturan yang logis dan sistematis, dan dapat diterima oleh
semua pihak yang terkait dalam peningkatan efektifitas mengajar guru.
Menurut
Reddin (dalam Matutina, dkk 1993) dalam kepemimpinan memiliki 3 pola
dasar yaitu unsur tugas, unsur manusia dan unsur hasil yang dicapai.
Untuk dapat memperlakukan ketiga unsur tersebut secara seimbang, seorang
pemimpin harus memiliki pengetahuan atau kecakapan dan keterampilan
yang diperlukan dalam melaksanakan kepemimpinan. Pengetahuan dan
keterampilan ini dapat diperoleh dari pengalaman belajar secara teori
ataupun dari pengalaman di dalam praktek selama menjadi pemimpin. Namun
secara tidak disadari seorang pemimpin dalam memperlakukan ketiga unsur
tersebut dalam rangka menjalankan kepemimpinannya menurut caranya
sendiri. Cara atau teknik seorang dalam menjalankan suatu kepemimpinan
disebut gaya kepemimpinan. Kepemimpinan dari seorang pemimpin dapat
disebabkan oleh sifat-sifat pemimpin itu sendiri. Kualitas kepemimpinan
kepala sekolah sangat signifikan bagi keberhasilan sekolah, karena
kepala sekolah adalah seorang tenaga fungsional yang diberi tugas
memimpin suatu lembaga sekolah yang menyelenggarakan proses belajar
mengajar (Wagiman, 2005).
Peranan
kepala sekolah dalam rangka mutu pendidikan sangat penting karena dapat
mempengaruhi berhasil dan tidaknya mutu pendidikan itu sendiri. Kepala
sekolah sebagai tulang punggung mutu pendidikan dituntut untuk bertindak
sebagai pembangkit semangat, mendorong, merintis dan memantapkan serta
sekaligus sebagai administrator
1.2. Rumusan Masalah
Pokok permasalahan dalam makalah ini di antaranya :
1. Apa yang di mkasud efektivitas kepemimpinan ?
2. Bagaimana kepememimpinan di dalam pendidikan ?
1.3. Batasan Masalah
Berdasarkan
latar belakang masalah dan rumusan masalah diatas maka yang menjadi
ruang lingkup pembahasan dan batasan masalah adalah : “Bagaimana
seharusnya kepemimpinan Pendidikan yang efektif itu”
1.4. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini adalah :
1. Memenuhi tugas mata kuliah Kepemimpinan Pendidikan
2. Mengetahui hakikat pemimpin
3. Mengetahui efektivitas kepemimpinan
4. Mengetahui pengertian pendidikan
5. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas kepemimpinan dalam pendidikan
6. Mengetahui
kreteria kepemimpinan pendidikan yang efektif yang seharusnya di
jalankan oleh setiap pemimpin pendidikan melalui studi literature
1.5. Manfaat Penulisan
Manfaat Penulisan makalah efektifitas kepemimpinan pendidikan ini
1. Bagi
penulis, dapat menungkatkan pengetahuan mengenai kepemimpinan terutama
tentang seperti apa efektifitas kepemimpinan dalam pendidikan itu.
2. Bagi
tenaga pendidik, sebagai bahan informasi dalam upaya meningkatkan
kualitas pendidikan, dan memberikan gambaran kepada kepala sekolah agar
tidak hanya memikirkan tugas saja tetapi masih banyak yang perlu di
perhatikan agar organisasi sekolah terjalin secara efektif.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Hakikat Kepemimpinan
2.1.1. Pengertian Kepemimpinan
Setiap
organisasi dan semua organisasi apapun jenisnya pasti memerlukan dan
memiliki dan memerlukan seorang pemimpin dan pimpinan tertinggi
(pimpinan puncak) atau manajer tertinggi (top manajer) yang harus
menjalankan kegiatan kepemimpinannya (leader action)au manajemen
(management) bagi keseluruhan organisasi sebagai suatu kesatuan.
Pemimpin tersebut merupakan orang pertama, ibarat nakoda kapal yang
harus mengarahkan jalannya kapal, dalam sebuah wadah yang disebut
organisasi. Sejumlah manusia lainnya yang ada didalam kapal tersebut
adalah sumber daya penggerak kapal kearah yang diinginkan nakoda
tersebut. Dengan kata lain kearah mana kapal berlayar, ke pelabuhan mana
anak di tuju, tergantung pada sang nakoda. Untuk menggerakkan kapal,
namun nakoda tak dapat bekerja sendiri, diperlukan bantuan dari dan
kerja sama dengan sejumlah Anak Buah Kapalbya (ABK) agar perjalanan
lancar mencapai pelabuhan tujuan. Sejalan dengan kiasan itu james A.F.
Stoner dan Charles Winkel (1986 : 445) dalam Wahab (2008:81) mengutip
pendapat Churchill yang mengatakan bahwa kepemimpinan adalah kemampuan
dan keterampilan mengarahkan, merupakan faktor (aktivitas) penting dalam
efektivitas manajer/pemimpinn (Nevertheless, leadership abilities and
skill in directing are important factors in managers effectiveness).
Dalam
kenyataannya banyak organisasi yang tidak cukup hnya dikendalikan oleh
seorang manajer/pemimpin, karena itu maka digunakan istilah pemimpin dan
pimpinan (lebih dari satu orang yang memimpin). Organisasi yang
dipimpin oleh lebih dari satu
orang adalah terutama organisasi yang berskala besar dan menengah,
bahkan yang berskala kecil, memerlukan juga pemimpin-pemimpin untuk
membantu pimpinan puncak dengan menjadi pemimpin pada unit-unit kerja
yang jenjangnya lebih rendah.
Stephen
P. Robbins (1991 : 351) dalam Wahab (2008 : 82) mengatakan bahwa
kepemimpinan adalah kemampuan mempengaruhi suatu kelompok kearah
pencapaian (tujuan). Pendapat ini memandang semua anggota kelompok
organisasi sebagai suatu kesatuan, sehingga kepemimpinan diberi makna
sebagai kemampuan mempengaruhi semua anggota kelompok/organisasi agar
bersedia melakukan kegiatan/bekerja untuk mencapai tujuan
kelompok/organisasi. Selanjutnya Robert G. Owens (1995 :132) dalam Wahab
(2011 : 82) mengemukakan batasan tentang kepemimpinan yang menyatakan
bahwa : kepemimpinan merupakan suatu interaksi antar suatu pihak yang
memimpin dengan pihak yang dipimpin. Kepemimpinan merupakan proses
dinamis yang dilaksanakan melalui hubungan timbal balik antara pemimpin
dan yang dipimpin. Hubungan tersebut berlangsung dan berkembang melalui
transaksi antar pribadii yang saling mendorong dalam mencapai tujuan
bersama. Robert Kreither dan Angelo Kinicki menyatakan bahwa
kepemimpinan adalah upaya mempengaruhi anggota untuk mencapai tujuan
organisasi secara sukarela. Pengertian ini menekankan pada kemampuan
pemimpin yang tidak memaksa dalam menggerakkan anggota organisasi agar
melakukan pekerjaan/kegiatan yang terarah pada tujuan organisasi.
Hal
yang senada dikemukakan oleh Gibson, dkk (1997 : 334) dalam Wahab (2008
: 82) mengatakan kepemimpinan adalah upaya menggunakan berbagai jenis
pengaruh yang bukan paksaan untuk memotivasi anggota organisasi agar
mencapai tujuan tertentu. Pada dasarnya memotivasi berarti harus
dilakukan sebagai kegiatan pendorong anggota organisasi untuk melakukan
pekerjaan/kegiatan tertentu yang tidak memaksa dan mengarah pada tujuan.
Berikutnya Harold Koontz, Cyryl O’Donnel dan Heinz Weihrich mengatakan
bahwa kepemimpinan adalah seni atau proses mempengaruhi orang (anggota
organisasi) sehingga akan berusaha mencapai tujuan organisasi dengan
kemauan dan antusiasme yang tinggi. Pernyataan kepemimpinan sebagai seni
pada dasarnya bermakna kemampuan menciptakan hubungan manusiawi berupa
pengaruh yang menyenangkan dan memuaskan bagi anggota organisasi (orang
lain), sehingga bersedia melakukan suatu kegiatan/pekerjaan yang menjadi
tanggung jawabnya.
Beberapa
pengertian kepemimpinan lainnya yang dikutip Gary A.Yulk di dalam
terjemaahan Jusuf Udaya (1994 : 2) dalam Wahab (2008 : 82) adalah :
· Kepemimpinan
adalah perilaku dari seseorang individu yang memimpin
aktivitas-aktivitas suatu kelompok ke sustu tujuan yang hendak dicapai
bersama (Hemhill & Coons, 1957) dalam Wahab (2008 : 83)
· Kepemimpinan
adalah pengaruh antar pribadi, yang dijalankan dalam suatu situasi
tertentu, yang diarahkan melalui proses komunikasi ke arah satu atau
beberapa tujuan tertentu (Tannenbaum, Weschler & Massarik, 1961)
dalam Wahab (2008 : 83)
· Kepemimpinan
adalah proses mempengaruhi aktivitas-aktivitas sebuah kelompok yang
diorganisasikan kearah pencapaian tujuan (Rauch &Behling, 1984)
dalam Wahab (2008 : 83)
· Kepemimpinan
adalah sebuah proses memberi makna (pengaruh yang bermakna) terhadap
suatu kolektif dan mengakibatkan kesediaan untuk melekukan usaha yang
diinginkan dalam mencapai sasaran (Jacobs & Jacques, 1990) dalam
Wahab (2008 :83)
Sejalan
dengan pendapat tersebut Sondang P. Siagian (1994 : 36) dalam Wahab
(2008:83) mengatakan bahwa kepemimpinan merupakan inti manajemen yakni
sebagai motor penggerak bagi sumber-sumber dan alat-alat dalam
organisasi. Sukses tidaknya suatu organisasi mencapai tujuan yang telah
ditetapkan tergantung atas cara-cara memimpin yang dipraktekkan
orang-orang atasan (pemimpin-pemimpin itu).
Dari
uraian-uraian tentang pengertian kepemimpinan di atas, dapat
didefinisikan unsur-unsur utama sebagai esensi kepemimpinan adalah :
• Unsur pemimpin atau orang yang mempengaruhi.
• Unsur orang yang dipimpin sebagai pihak yang dipengaruhi.
• Unsur interaksi atau kegiatan/usaha dan proses mempengaruhi.
• Unsur prilaku/kegiatan yang dilakukan sebagai hasil mempengaruhi.
Kepemimpinan
berlangsung didalam sebuah organisasi yang dalam arti statis merupakan
wadah dalam bentuk suatu struktur organisasi. Di dalam struktur itu
terdapat unit-unit kerja sebagai hasil kegiatan pengorganisasian berupa
pembidangan dan pembagian pekerjaan dengan mengelompokkan pekerjaan
(tugas-tugas) sejenis atau serumpun ke dalam satu unit kerja. Hasil
kegiatan pengorganisasian berupa unit kerja ditempatkan pada posisi bertingkat/berjenjang sesuai dengan berat ringannya bebam kerja dan tanggung jawabnya.
2.2.Teori-teori Kepemimpinan
1. Teori Great Man dan teori Big Bang
Teori
ini menyatakan kepemimpinan merupakan bakat atau bawaan sejak seseorang
lahir. Bennis dan Nanus (1990 : 3) dalam Wahab (2008 : 84) menjelaskan
bahwa teori Great Man (Orang Besar) berasumsi pemimpin dilahirkan bukan
diciptakan. Teori ini melihat bahwa kekuasan berada pada sejumlah
orang-orang tertentu yang melalui proses pewarisan memiliki kemampuan
memimpin atau karena atau karena keberuntungan memiliki bakat untuk
menempati posisi sebagai pemimpin. Dengan kata lain para pemimpin
menurut teori ini berasal dari keturunan terentu, di Indonesia disebut
(keturunan berdarah biru) yang berhak menjadi pemimpin, sedang pihak
lain tidak ada pilihan selain menjadi pihak yang dipimpin.
Bennis
dan Nanus (1993 : 3) dalam Wahab (2008 : 84) juga mengatakan bahwa
dalam perkembangan berikutnya, teori kepemimpinan berdasarkan bakat
cenderung ditolak dan lahirlah teori Big Bang. Teori kepemimpinan yang
baru dijamannya itu menyatakan bahwa suatu peristiwa besar menciptakan
atau dapat membuat seseorang menjadi pemimpin. Teori ini
mengintegrasikan antara situasi dan pengikiu/anggota organisasi sebagai
jalan yang dapat mengantarkan seseorang menjadi pemimpin. Teori ini
mengintegraskan antara situasi dan pengikut/anggota organisasi sebagai
jalan yang dapat mengatakan seseorang menjadi pemimpin. Situasi yang
dimaksud adalah peristiwa-peristiwa atau kejadian-kejadian besar
sepaerti revolusi, kekacauan/kerusuha, pemberontakan, reformasi, dan
lain-lain.
2. Teori Sifat atau Karakteritik Kepribadian (Trait Theories)
Teori ini berasumsi seseorang
dapat menjadi pemimpin apabila memiliki sifat sifat atau karakteristik
kepribadian yang dibutuhkan oleh seorang pemimpin, meskipun orang tuanya
bukan seorang pemimpin. Teori ini bertitik tolak dari pemikiran bahwa
keberhasilan ditentukan oleh sifat-sifat/karakteritik kepribadian yang
dimiliki baik secara fisik maupun psikologis. Selanjutnya Collons di
dalam A. Dale Tempe (1993 : 38) dalam Wahab (2008 : 85) berpendapat
bahwa sifat-sifat yang harus dimiliki pemimpin agar kepemimpinannya
dapat mengefektifkan organisasi adalah (1) kelancaran berbicara, (2)
kemampuan memecahkan masalah, (3) pandangan ke dalam masalah kelompok
(organisasi),(4) keluwesan, (5) kecerdasan, (6) kesediaan menerima
tanggung jawab, (7) keterampilan sosial, (8) kesadaran akan diri sendiri
dan lingkungannya. Selanjutnya pendapat lain dari Stogdil dalam
Wahjosumidjo (1992 : 46-47) mengidentifikasi sejumlah karakteristik
kepemimpinan, yang terdiri dari (1) ciri-ciri fisik, (2) latar belakang
sosial, (3) intelegensia atau kemampuan memecahkan masalah, (4)
kepribadia, (5) ciri-ciri yang berorientasi pada kepentingan masyarakat.
Demikian pula Yulk dalam Hersey dan Blanchar (1998:89) menemukan
karakteristik pemimpin sukses terdiri dari (1) cerdas, (2) terampil
secara konseptual (3) kreatif, (4) diplomatis dan taktis, (5) lancar
berbicara, memiliki pengetahuan mengenai tugas kelompok (organisasi),
(7) persuasive, (8) memiliki keterampilan sosial. Sedangkan Robbins
(1996 : 414) dalam Wahab (2008 : 85) mengatakan bahwa teori ini adalah
teori yang mencari ciri-ciri kepribadian sosial, fisik atau intelektual
yang membedakan pemimpin dengan yanag bukan pemimpin. Pendapat lain dari
Bennis dalam Hersey dan Blanchard (1998 : 89) dalam Wahab (2008 : 85)
ada empat sipat umum yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin, yang
terdiri dari (1) Management of Attention, yaitu kemampuan
kemngkomunikasikan tujuan atau arah yang dapat menarik perhatian anggota
organisasi, (2) Management of Meaning, yakni kemampuan menciptakan dan
mengkomunikasikan makna tujuan secara jelas dan dapat dipakai , (3)
Management of Trust¸ yakni
kemempuan untuk dipercaya dan konsisten sehingga orang-orang akan
memperhatikannya, (4) Management of Self, yakni kemampuan
mengetahui/menguasai/mengendalikan diri sendiri dalam batas kekuatan dan
kelemahan diri. Selanjutnya karakterstik pemimpin untuk mengefektifkan
organisasi menurut Covey dalam Yulius Sanjaya dan Lyndon Saputra(1997 :
141) dalam Wahab (2008 : 86) terdiri dari (1) mereka terus belajar, (2)
berorientasi pada pelayanan, (3) memancarkan energi, (4) percaya orang
lain, (5) hidup seimbang, (6) melihat hidup sebagai petualangan, (7)
sinergik, (80 berlatih untuk memperbaharui diri.
Selanjutnya
dalam agama Islam teori sifat atau ciri kepribadian telah dikemukakan
sejak 15 abad yang lalu. Teori sifat itu dinyatakan dalam kepribadian
Muhammad Solalohu Alaihi Wasalam sebagai Nabi dan Rosul dan pemimpin
yang patut diteladani oleh ummatnya. Karakteristik yang dimaksud adalah
(1) Siddiq (benar), yakni pemimpin selalu berkata, bersikap,
berbuat/berprilaku benar, berpihak pada kebenaran, (2) Amanah
(terpercaya), yakni dapat dipercaya, mampu memelihara kepercayaan
rahasiah orang lain, tidak menyalah gunakan keapercayaan orang lain,
tidak menyembunyikan atau mengurangi segala sesuatu yang harus
disampaikan kepada umatnya, (3) Tabligh (menyampaikan), yakni
mengkomunikasikan dan menyampaikan semua informasi yang perlu dan harus
diketahui ummatnya tanpa ditutup-tutupi, atau disembunyikan, (4) Fatonah
(cerdas/pandai) , yakni mampu memahami ajaran dari Allah SWT dan
menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi ummatnya, bijaksana dan
adil, (5) Mashum (bebas dari dosa) dalam arti tidak berbuat kesalahan
pada manusia dan tidak bersikap dan berprilaku melanggar nilai-nilai
ajaran agamanya.
Dari
berbagai pendapat, mengenai sifat-sifat/karakteristik pemimpin dalam
mengefektifkan suatu organisasi melalui para anggotanya, dapat
disimpulkan ada empat sifat/karakteristik kepemimpinan, yaitu :
a. Intelegensi (kecerdasan)
Para
pemimpin yang efektif atau pemimpin yang mampu mengefektifkan
organisasi untuk mencapai tujuannya, pada umumnya ( secara relatif)
lebih cerdas dari pada pengikut/anggota organisasi.
b. Kematangan dan kekuasaan pandangan social
Para
pemimpin yang efektif atau yang mempu mengefektifkan organisasi untuk
mencapai tujuan pada umumnya (secara relatif) lebih matang emosinya dari
pada pengikut/anggota organisasinya, sehingga selalu mampu
mengendalikan situasi kritikal (sulit dan bermasalah). Di samping itu
memiliki kemampuan pula dalam sosialisasi dengan orang lain, khususnya
anggota organisasi dismping itu juga memiliki keyakinan serta
kepercayaan diri cukup tinggi.
c. Memiliki motivasi dan keinginan berprestasi
Para
pemimpin yang efektif atau mampu mengefektifkan organisasi untuk
mencapai tujuannya. Pada umumnya (secara relatif) memiliki dorongan yang
besar dari dalam dirinya untuk dapat menyelesaikan sesuatu secara
sukses.
d. Memiliki kemampuan manusiawi
Para
pemimpin yang efektif dan mampu mengefektifka organisasi untuk mencapai
tujuannya, pada umumnya (secara relatif) mengetahui bahwa usaha untuk
mencapai sesuatu sangat tergantung pada orang lain, khususnya anggota
organisasi (pengikut/bawahan).
3. Teori Perilaku (Behavior Theories)
Studi
mengenai kepemimpinan diarahkan pada prilaku pemimpin. Studi-studi
tersebut menghasilkan suatu teori baru di zamannya yang disebut teori
Prilaku (Behavior Theries). Teori ini bertolak dari pemikiran bahwa
kepemimpinanuntuk mengefektifkan organisasi, tergantung pada perilaku
atau gaya bersikap dan/atau gaya bertindak seorang pemimpin. Dengan
demikian berarti juga teori ini memusatkan perhatian pada fungsi-fungsi
kepemimpinan. Dengan kata lain keberhasilan seorang pemimpin dalam
mengefektifkan organisasi, sangat tergantung pada perilaku dalam
melaksanakan fungsi-fungsi kepemimpinan di dalam strategi
kepemimpinanya. Gaya atau perilaku kepemimpinan tampak dari cara
melakukan pengambilan keputusan, cara memerintah (memberikan instruksi),
cara memberikan tugas, cara berkomunikasi, cara mendorong semangat
bawahan, cara membimbing dan mengarahkan, cara menegakkan disiplin, cara
mengendalikan dan mengawasi pekerjaan anggota organisasi, cara memimpin
rapat, cara menegur dan memberikan sangsi/hukuman.
Dari
uraian di atas, jelas yang dimaksud perilaku adalah gaya kepemimpinan,
yang menurut teori ini sangat besar pengaruhnya dan bersifat sangat
menentukan dalam mengefektifkan organisasi untuk mencapai
tujuannya. Sehubungan denganitu apabila perilaku kepemimpinan
ditampilkan berupa tindakan tegass, keras, sepihak,tertutup pada kritik
dan saran, mengancam setiap pelanggaran atau kesalahan anggota
organisasi dengan sanksi/hukuman yang berat, dan lain-lain, maka disebut
gaya kepemimpinan otoriter. Sebaliknya pemimpin yang berprilaku dalam
memberikan pengaruh dilakukan secara simpatik, interaksinya berlangsung
timbal-balik (dua arah), menghargai pendapat, saran dan kritik,
mengajak, memperhatikan perasaan, membina hubungan yang serasi, dan
lain-lain, maka disebuat gaya kepemimpinan demokratis. Sejalan dengan
uraian-uraian di
atas berarti pendekatan teori prilaku melalui gaya kepemimpinan dalam
relisasi fungsi-fungsi kepemimpinan, merupakan strategi kepemimpinan
yang memiliki dua orientasi yang terdiri dari (1) orientasi pada tugas,
dan (2) Orientasi pada orang/bawahan. Sehubungan dengan itu Stoner,
Freeman, dan Gilbert (1996 : 165) dalam Wahab (2008 : 89) mengatakan
bahwa manajer (pimpinan) yang memiliki gaya berorientasi pada tugas,
mengawasi anggota organisasinya (karyawan) secara ketat untuk memastikan
tugas-tugas dilaksanakan secara memuaskan melaksanakan tugas lebih
diutamakan dari pada pertumbuhan dan kepuasan pribadi anggota
organisasi. Sedang pemimpin (manajer) yang berorientasi pada orang atau
bawahan (karyawan) lebih mengutamakan melakukan memotivasi diri, dri
pada mengendalikan bawahan (karyawan). Pemimpin
dalam mewujudkan kepemimpinannya untuk mengefektifkan organisasi dalam
mencapai tujuan mengimplementasikan hubungan bersahabat, saling percaya
(mutual Trust), dan saling menghargai dengan bawahan (karyawan), yang
selalu diberi kesempatan untuk berpartisipasi dalam membuat keputusan
untuk kepentingan organisasi. Kondisi seperti itu sangat besar
pengaruhnya pada bawahan (karyawan) dalam melaksanakan tugas-tugasnya
sebagai kontribusi dalam mencapai tujuan organisasi.
2.3. Pengertian Efektifitas
Berdasarkan
Ensiklopedi Umum Administrasi, Efektifitas berasal dari kata kerja
Efektif, berarti terjadinya suatu akibat atau efek yang dikehendaki
dalam perbuatan.
Kata
efektifitas sering diikuti dengan kata efisiensi, dimana kedua kata
tersebut sangat berhubungan dengan produktivitas dari suatu tindakan
atau hasil yang diinginkan. Suatu yang efektif belum tentu efisien,
demikian juga sebaliknya suatu yang efisien belum tentu efektif.
Dengan
demikian istilah efektif adalah melakukan pekerjaan yang benar dan
sesuai serta dengan cara yang tepat untuk mencapai suatu tujuan yang
telah direncanakan. Sedangkan efisien adalah hasil dari usaha yang telah
dicapai lebih besar dari usaha yang dilakukan
Dari
pengertian diatas, efektifitas dapat dikatakan sebagai keberhasilan
pencapaian tujuan organisasi dari 2 (dua) sudut pandang. Sudut pandang
pertama, dari segi ‘hasil’ maka tujuan atau akibat yang dikehendaki
telah tercapai. Kedua dari segi ‘usaha’ yang telah ditempuh atau
dilaksanakan telah tercapai, sesuai dengan yang ditentukan.
Dengan
demikian pengertian efektifitas dapat dikatakan sebagai taraf
tercapainya suatu tujuan tertentu, baik ditinjau dari segi hasil, maupun
segi usaha yang diukur dengan mutu, jumlah serta ketepatan waktu sesuai
dengan prosedur dan ukuran–ukuran tertentu sebagaimana yang telah
digariskan dalam peraturan yang telah ditetapkan.
2.4.Efektivitas Kepemimpinan
Pengertian
efektivitas berdasarkan ensiklopedi umum administrasi, efektivitas
berasal dari kata kerja efektif, berarti terjadinya suatu akibat atau
efek yang dikehendaki dalam perbuatan. Setiap pekerjaan yang efektif
belum tentu efisien, karena mungkin hasil dicapai dengan penghamburan
material, pikiran, tenaga, waktu, maupun benda. Demikian juga
sebaliknya, suatu yang efisien belum tentu efektif. Dengan demikian
istilah efektif adalah melakukan pekerjaan yang benar dan sesuai serta
dengan cara yang tepat untuk mencapai suatu tujuan yang telah
direncanakan.sedangkan efisien adalah hasil dari usaha yang telah
dicapai lebih besar dari usaha yang telah dilakukan.
Efektivitas
dapat dikatakan sebagai taraf tercapainya suatu tujuan tertentu, baik
ditinjau dari segi hasil maupun segi usaha yang diukur dengan mutu,
jumlah serta ketepatan waktu sesuai dengan prosedur dan ukuran tertentu
sebagaimana telah digariskan dalam peraturan yang telah ditetapkan.
Kepemimpinan
adalah kemampuan individu untuk mempengaruhi, memotivasi, dan
memungkinkan orang-orang memberikan konstribusi terhadap keefektifan dan
kesuksesan organisasi (house etal, 1999).
Kepemimpinan
efektif adalah kepemimpinan yang mampu menata kelembagaan secara
terstruktur dan mempunyai hubungan persahabatan yang baik, saling
percaya, saling menghargai dan hangat dengan bawahan.
Kepemimpinan
efektif di sekolah adalah kepemimpinan kepala sekolah yang memfokus
kepada pengembangan instruksional, organisasional, staf, layanan murid,
serta hubungan dan komunikasi dengan masyarakat.
Efektivitas
kepemimpinan bukan ditentukan seseorang atau beberapa orang saja,
melainkan hasil bersama antara orang pemimpin dengan orang yang
dipimpinnya. Pemimpin tidak akan efektif apabila tidak ada partisipasi
bawahan. Untuk mengevaluasi efektivitas kepemimpinan sering oleh
bawahan, yang merupakan gambaran dari kemamouan dan kesanggupan bawahan
untuk menjalankan tugas.
Prilaku pemimpin agar tercapai keefektifan perlu memperhatikan dua dimensi yaitu :
a. Dimensi Struktur Organisasi/initiating structure
Dimensi
struktur Organisasi menggambarkan sampai sejauh mana para pemimpin
dapat mendefinisikan dan menyusun interaksi kelompok dalam rangka
pencapaian tujuan organisasi serta sejauh mana para pemimpin
mengorganisasikan kelompok-kelompok mereka,
Dimensi ini di kaitkan dengan usaha para pemimpin mencapai tujuan organisasi melalui pengorganisasiannya.
b. Dimensi Konsederasi
Dimensi Konsederasi menggambarkan sampai sejauh mana tingkat hubungan kerja antara pemimpin dengan bawahannya dan sampai sejauh mana pemimpin memperhatikan kebutuhan sosial dan emosi anggota
yang dipimpinnya seperti kebutuhan akan pengakuan, kepuasan kerja dan
penghargaan yang mempengaruhi kinerja mereka dalam organisasi
Dimensi
konsederasi juga dikaitkan dengan adanya pendekatan kepemimpinan yang
mengutamakan komunikasi dua arah, partisipasi dan hubungan manusiawi
(human relationship).
Halpin(1966),
Blake and Mouton (1985) menyatakan bahwa tingkah laku pemimpin yang
efektif cenderung menunjukan kinerja yang tinggi terhadap dua aspek
tersebut di atas, mereka berpendapat bahwa pemimpin
yang efektif adalah pemimpin yang menata kelembagaan organisasinya
secara terstruktur dan mempunyai hubungan persahabatan yang baik, saling
percaya, saling menghargai dan senantiasa hangat dengan bawahannya.
Pendekatan yang dilakukan oleh pemimpin yang efektif adalah : Melakukan Komunikasi dua arah, meningkatkan parsisipasi anggota, membangun hubungan manusiawi.
Kepemimpinan
pendidikan yang efektif biasanya di barengi dengan Organisasi
Pendidikan yang efektif pula, organisasi pendidikan yang efektif bias
kita sebut sebagai sekolah yang efektif, dan sekolah efektif adalah
sekolah yang memiliki kreteria-kriteria tertentu yang lazin dan berlaku
sesuai peraturan perundangan dan harapan stakeholder
Yang harus dilakukan oleh seorang pemimpin pendidikan agar efektif dalam kepemimpinannya adalah :
(1) manusiawi,
(2) memandang jauh kedepan (Visioner),
(3) inspiratif,
(4) percaya diri .
Pemimpin
yang manusiawi cukup penting, karena jika para guru di sekolah
diperlakukan tidak manusiawi, maka kepala sekolah tersebut akan mendapat
perlawanan. Bentuk perlawanan yang paling sederhana adalah para guru
tersebut adalah tidak melaksanakan tugas professional dengan baik.
Mereka datang ke sekolah hanya memenuhi jadwal yang sudah ditentukan.
Pemimpin
yang tidak mempunyai visi misi sekaligus tidak percaya diri, dipastikan
lembaga yang dipimpinnya tidak akan kompetitif dengan sekolah lainnya.
Sekolah yang dipimpinnya hanya bergerak dalam kegiatan yang bersifat
rutin. Lembaga pendidikan yang baik akan selalu memiliki pemimpin yang
baik pula yaitu pemimpin yang visioner. Selanjutnya perlu ditekankan
pada fokus manajemen didasarkan pada lembaga yang bersangkutan,
konsensus yang kuat terhadap tujuan yang jelas dan dapat diharapkan,
penggunaan waktu yang efektif, dukungan pemerintah daerah, hubungan
perencanaan, sikap kolegalitas, dan komitmen organisasi yang tinggi.
Kepemimpinan efektif di sekolah dapat berkait dengan kepemimpinan kepala sekolah di sekolah yang efektif. Atas dasar pandangan ini, maka kepemimpinan efektif di sekolah dapat dimengerti sebagai bentuk kepemimpinan yang menekankan kepada pencapaian prestasi akademik dan non akademik sekolah. Dengan demikian, pemimpin pendidikan efektif selalu berkonsentrasi untuk menggerakkan faktor-faktor potensial bagi ketercapaian tujuan sekolah.
Sebagai pemimpin pendidikan pula, kepala sekolah efektif mampu menunjukkan kemampuannya mengembangkan potensi-potensi sekolah, guru, dan siswa untuk mencapai prestasi maksimal. dapat ditegaskan bahwa kepemimpinan efektif adalah kepemimpinan kepala sekolah yang memfokus kepada pengembangan instruksional, organisasional, staf, layanan murid, serta hubungan dan komunikasi dengan masyarakat. Sajian materi ini akan mendeskripsikan kepemimpinan efektif kepala sekolah, ditinjau dari aktifitasnya dalam berkomunikasi, membangun teamwork, mengambil keputusan, menangani konflik, dan memelihara budaya kerja di sekolah.
2.5. Pengertian Kepemimpinan Pendidikan
Dari
beberapa arti tentang kepemimpinan dan Pendidikan maka dapat di ambil
pengertian bahwa kepemimpinan pendidikan pada hakekatnya adalah segenap
kegiatan dalam usaha mempegaruhi personal di lingkungan pendidikan pada
situasi tertentu agar mereka melalui usaha kerjasama, mau bekerja
dengan penuh tanggung jawab dan ikhlas demi tercapaiya tujuan pendidikan
yang telah ditetapkan.
2.6. Tipe-tipe Kepemimpinan Pendidikan
Sebelum
membahas tentang tipe-tipe kepemimpinan pendidikan, perlu diketahui
bahwa fungsi kepemimpinan pendidikan adalah mengusahakan keefektifan
organisasi pendidikan, Mengusahakan lembaga pendidikan/sekolah berhasil
(successful school) sesuai dengan tujuan bersama dalam organisasi
tersebut,
Bentuk-bentuk kepemimpinan sering kita jumpai di masyarakat, kita yang mampu menilainya berdasarkan kinerja dan Aktivitas memimpinnya. Demikian pula kepemimpinan dalam lingkungan pendidikan. berdasarkan sifat dan konsep kepemimpinan maka kepemimpinan pendidikan dapat diklasifikasikan kedalam empat tipe yaitu :
a. Tipe Otoriter (the autocratic style of leadership)
Tipe
kepemimpinan yang otoriter, adalah semua kebijakan atau “policy” dasar
ditetapkan oleh pemimpin sendiri dan pelaksanaan selanjutnya ditugaskan
kepada bawahannya. Semua perintah, pemberian tugas dilakukan tanpa
mengadakan konsultasi sebelumnya dengan orang-orang yang dipimpinnya.
Pemimpin
otoriter berasumsi bahwa maju mundurnya organisasi hanya tergantung
pada dirinya., Dia bekerja sungguh-sungguh, belajar keras, tertib dan
tidak boleh dibantah.
b. Tipe Laissez-faire
Pada
tipe “laissez faire” ini, pemimpin memberikan kebebasan yang
seluas-luasnya kepada setiap anggota staf di dalam tata prosedure dan
apa yang akan dikerjakan untuk pelaksanaan tugas-tugas jabatan mereka.
Mereka mengambil keputusan dengan siapa ia hendak bekerjasama. Dalam
penetapannya menjadi hak sepenuhnya dari anggota kelompok atau staf
lembaga pendidikan itu.
Pemimpin
ingin turun tangan bilamana diminta oleh staf, apabila mereka meminta
pendapat-pendapat pemimpin tentang hal-hal yang bersifat teknis, maka
barulah ia mengemukakan pendapat-pendapatnya. Tetapi apa yang
dikatakannya sama sekali tidak mengikat anggota. Mereka boleh menerima
atau menolah pendapat tersebut.
Apabila
hal ini kita jumpai di sekolah, maka dalam hal ini bila akan
menyelenggarakan rapat guru biasanya dilaksanakan tanpa kontak pimpinan
(Kepala Sekolah), tetapi bisa dilakukan tanpa acara. Rapat bisa
dilakukan selagi anggota/guru-guru dalam sekolah tersebut menghendakinya
c. Tipe Demokratis
Dalam
tipe kepemimpinan ini seorang pemimpin selalu mengikut sertakan seluruh
anggota kelompoknya dalam mengambil keputusan, kepala sekolah yang
bersifat demikian akan akan selalu menghargai pendapat anggota/guru-guru
yang ada dibawahnya dalam rangka membina sekolahnya.
Sifat
kepemimpinan yang demokratis pada waktu sekarang terdapat lebih dari
500 hasil research tentang kepemimpinan, jika bahan itu dimanfaatkan
dengan baik maka kita akan dapat mempergunakan sikap kepemimpinan yang
baik pula. (R.Tjung Wiraputra, 1976 hl 37).
Dalam hasil research itu menunjukkan bahwa untuk mencapai kepemimpinan yang demokratis, aktivitas pemimpin harus:
a. Meningkatkan interaksi kelompok dan perencanaan kooperatif.
b. Menciptakan iklim yang sehat untuk perkembangan individual dan memecahkan pemimpin-pemimpin yang potensial.
Hasil
ini dapat dicapai apabila ada partisipasi yang aktif dari semua anggota
kelompok yang berkesempatan untuk secara demokratis memberi kekuasaan
dan tanggungjawab.
Pemimpin
demokratis tidak melaksanakan tugasnya sendiri. Ia bersifat bijaksana
di dalam pembagian pekerjaan dan tanggung jawab. Dapat dikatakan bahwa
tanggung jawab terletak pada pundak dewan guru seluruhnya, termasuk
pemimpin sekolah. Ia bersifat ramah dan selalu bersedia menolong
bawahannya dengan nasehat serta petunjuk jika dibutuhkan. [di dalam kepemimpinannya pemimpin sekolah berusaha supaya bawahannya kelak dapat menjalankan tugasnya sebagai pemimpin.
d. Tipe Pseudo-demokratis
Pseudo
berarti palsu, pura-pura. Pemimpin semacam ini berusaha memberikan
kesan dalam penampilannya seolah-olah ia demokratis, sedangkan maksudnya
ialah otokratis, mendesakkan keinginannya sendiri secara halus.
Dalam
pembicaraan dan rapat-rapat ia banyak meminta pendapat dan saran orang
lain, untuk memberikan kesan bahwa ia lebih memperhatikan pendapat orang
lain. Tetapi selanjutnya ia perhatikan saran-saran yang dimintanya itu,
karena pandai/lihai mengubah alasan-alasan sedemikian rupa sehingga
selalu menguntungkan diri sendiri dan menghasilkan pendapat sendiri.
Jadi,
pemimpin pseudo-demokratis sebenarnya orang yang otokratis tetapi
pandai menutup-nutupi sifatnya dengan penampilan yang memberikan kesan
seolah-olah ia demokratis
berdasarkan Kepribadian pemimpin maka kepemimpinan pendidikan dapat diklasifikasikan kedalam empat tipe yaitu
a. Gaya Kepemimpinan Karismatis
Seorang
pemimpin yang kharismatik tidak mempersoalkan nilai yang dianut, sikap
dan perilaku serta gaya kepemimpinan yang digunakan. Bisa saja dia
menganut gaya yang otokratik atau diktatorial atau paternalistik atau
demokratik, para pengikutnya akan setia untuk tetap mengikutinya.
Pemimpin
yang demikian biasanya dibesarkan oleh adanya keadaan atau perlakuan
sejarah yang terjadi di daerahnya atau negaranya. Dia akan tampil sesuai
dengan masa dan jamannya. Sehingga pemimpin ini tidak dapat dicetak
melalui institusi kependidikan atau sejenisnya.
Pemimpin yang mengandalkan karismanya untuk memimpin dan mempengaruhi orang lain. Kelebihan
gaya kepemimpinan karismatis ini adalah mampu menarik orang. Mereka
terpesona dengan cara berbicaranya yang membangkitkan semangat. Biasanya
pemimpin dengan gaya kepribadian ini visionaris. Mereka sangat
menyenangi perubahan dan tantangan
b. Gaya Kepemimpinan Diplomatis
Pemimpin
yang mampu menganalisis keuntungan dirinya dan pihak lain dalam
pengambilan keputusan. Kelebihan gaya kepemimpinan diplomatis ini ada di
penempatan perspektifnya. Banyak orang seringkali melihat dari satu
sisi, yaitu sisi keuntungan dirinya. Hanya pemimpin dengan kepribadian
ini yang dapat melihat kedua sisi, apa yang menguntungkan dirinya, dan
juga menguntungkan pihak lain.
Sekalipun
Pemimpin ini memiliki wewenang ataupun kekuasaan yang jelas (seperti
yang dimiliki oleh pemimpin autokratis) akan tetapi pemimpin yang
diplomatis kurang suka menggunakan kekuasaannya
Alat
utama untuk menggerakan orang lain adalah persuasive dan motivasi
praktek persuasive ini diantaranya penjelasan tentang tujuan dan tawar
menawar kenapa sesuatu harus di lakukan oleh bawahannya dengan
menghubungkan tujuan-tujuan organisasi untuk kepentingan bawahannya
juga.
c. Gaya Kepemimpinan Otoriter
Pemimpin
yang berorientasi pada pencapaian tujuan dan mengajak pihak lain untuk
mencapai tujuan itu. Kelebihan gaya kepemimpinan otoriter ini berada
pada pencapaian prestasi. Tidak ada apapun yang mampu menghalangi
langkah pemimpin ini. Ketika dia memutuskan suatu tujuan, itu adalah
harga mati, sehingga tidak ada alasan, yang ada adalah hasil.
Langkah-langkahnya penuh perhitungan dan sistematis
Pemimpin
yang otoriter memiliki wewenang dari suatu sumber, missal karena
posisi, pengetahuan, kekuatan dan kekuasaan, dan ketika memberikan tugas
pemimpin tipe ini hanya menuntut kepatuhan secara utuh, apabila tidak sanksi tertentu akan di terapkan.
d. Gaya Kepemimpinan Moralis
Pemimpinan yang mengutamakan perasaan orang lain (tepo seliro)
dalam melaksanakan kepemimpinan. Kelebihan dari gaya kepemimpinan
seperti ini adalah umumnya bersikap hangat dan sopan kepada semua orang.
Pemimpinan gaya ini memiliki empati yang tinggi terhadap permasalahan
para bawahannya, juga sabar, dan murah hati. Segala bentuk kebajikan ada
dalam diri pemimpin ini. Orang-orang yang datang karena kehangatannya
terlepas dari segala kekurangannya
Kelemahan
dari pemimpinan seperti ini adalah emosinya. Rata orang seperti ini
sangat tidak stabil, kadang bisa tampak sedih dan mengerikan, kadang
pula bisa sangat menyenangkan dan bersahabat, Satu kelemahan yang lain
pada tipe pemimpin ini adalah tidak penting bagaimana kemampuan seorang
pemimpin dalam hal akademis ataupun kemampuan standar dalam
memimpin,yang penting dia mampu di terima oleh orang lain sebagai
pemimpin
2.7. Kepemimpinan Kepala Sekolah
Berdasarkan
kamus besar Bahasa Indonesia, kepala sekolah terdiri dari dua kata yang
pertama adalah kepala yang dapat diartikan ketua atau orang yang
memimpin. Sekolah adalah bangunan atau lembaga untuk mengajar dan
belajar serta tempat memberi dan menerima pelajaran. Seorang kepala
sekolah adalah seorang pemimpin yang akan menentukan langkah-langkah
pendidikan yang efektif di lingkungan sekolah (Juairiah, 2006).Sedangkan
menurut Wagiman (2005) kepala sekolah adalah seorang tenaga fungsional
yang diberi tugas memimpin suatu lembaga sekolah yang menyelenggarakan
proses belajar mengajar.Kepala sekolah memiliki peran yang sangat besar.
Kepala Sekolah merupakan motor penggerak, penentu arah kebijakan menuju
sekolah dan pendidikan secara luas. Sebagai pengelola institusi satuan
pendidikan, kepala sekolah dituntut untuk selalu meningkatkan
efektifitas kinerjanya. Untuk mencapai mutu sekolah yang efektif, kepala
sekolah dan seluruh stakeholders harus bahu membahu kerjasama dengan
penuh kekompakan dalam segala hal.
Selain
itu berlandaskan teori Maslow, kepala sekolah juga disentil dengan
persepsi bahwa guru dan siswa berkemungkinan memiliki tingkat kebutuhan
yang berbeda-beda. Yang pasti mereka akan mengejar kebutuhan yang lebih
tinggi yakni interaksi, afiliasi sosial, aktualisasi diri dan
kesempatan berkembang. Oleh karena itu, mereka bersedia menerima
tantangan dan bekerja lebih keras. Kiat kepala sekolah adalah memikirkan
fleksibilitas peran dan kesempatan, bukannya otoriter dan “semau gue”.
Demi kelancaran semua kegiatan itu kepala sekolah harus mengubah gaya
pertemuan yang sifatnya pemberitahuan kepada pertemuan yang sesungguhnya
yakni mendengarkan apa kata mereka dan bagaimana seharusnya mereka
menindaklanjutinya (Xaviery, 2004. ”Benarkah Wajah Sekolah Ada pada
Kepala Sekolah”. www.diknas.go.id ).
2.8. Profesionalisme Kepemimpinan Kepala Sekolah
Profesionalisme
adalah kondisi, arah, nilai, tujuan, dan kualitas suatu keahlian dan
kewenangan yang berkaitan dengan mata pencaharian seseorang (Kusnandar
(2007:46).Profesionalisme merupakan sebutan yang mengacu pada sikap
mental dalam bentuk komitmen dari para anggota suatu profesi untuk
senantiasa mewujudkan dan meningkatkan kualitas profesionalnya(Mohamad
Surya, 2007:214).
Kepala
sekolah merupakan salah satu komponen pendidikan yang paling berperan
dalam meningkatkan kualitas pendidikan. Oleh karena itu seorang kepala
sekolah haruslah orang yang profesional. Secara profesional seorang
kepala sekolah memiliki tugas-tugas sebagai berikut:
Ø Kepala
sekolah berperilaku sebagai saluran komunikasi di lingkungan sekolah
yang dipimpinnya. Segala informasi yang berkaitan dengan penyelenggaraan
pendidikan di sekolah harus selalu terpantau oleh kepala sekolah.
Ø Kepala
sekolah bertindak dan bertanggungjawab atas segala tindakan yang
dilakukan oleh bawahan. Perbuatan yang dilakukan oleh para guru, siswa,
staf dan orang tua siswa tidak dapat dilepaskan dari tanggung jawab
kepala sekolah.
Ø Dengan
waktu dan sumber yang terbatas seorang kepala sekolah harus mampu
menghadapi berbagai persoalan.Dengan segala keterbatasan, seorang kepala
sekolah harus dapat mengatur pendistribusian tugas secara cepat serta
dapat memprioritaskan bila terjadi konflik antara kepentingan bawahan
dengan kepentingan sekolah.
Ø Kepala
sekolah harus berfikir secara analitik dan konsepsional. Kepala sekolah
harus dapat memecahkan persoalan melalui satu analisis, kemudian
menyelesaikan persoalan dengan satu solusi yang feasible. Serta harus
dapat melihatsetiap tugas sebagai satu keseluruhan yang saling
berkaitan.
Ø Kepala
sekolah adalah seorang mediator atau juru penengah. Dalam lingkungan
sekolah sebagai suatu organisasi di dalamnya terdiri dari manusia yang
mempunyai latar belakang yang berbeda-beda yang bisa menimbulkan
konflik.Untuk itu kepala sekolah harus jadi penengah dalam konflik
tersebut.
Ø Kepala
sekolah adalah seorang politisi. Kepala sekolah harus dapat membangun
hubungan kerja sama melalui pendekatan persuasi dan kesepakatan
(compromise). Peran politis kepala sekolah dapat berkembang secara
efektif, apabila: (1) dapat dikembangkan prinsip jaringan saling
pengertian terhadap kewajiban masing-masing, (2) terbentuknya aliansi
atau koalisi, seperti organisasi profesi, OSIS, BP3, komite sekolah dan
sebagainya; (3) terciptanya kerjasama (cooperation) dengan berbagai
pihak, sehingga aneka macam aktivitas dapat dilaksanakan.
Ø Kepala
sekolah adalah seorang diplomat. Dalam berbagai forum pertemuan kepala
sekolah adalah wakil resmi dari sekolah yang dipimpinnya.
Ø Kepala
sekolah harus mampu mengambil keputusan-keputusan sulit. Tidak ada satu
organisasi pun yang berjalan mulus tanpa masalah. Demikian pula sekolah
sebagai suatu organisasi tidak luput dari persoalan dan
kesulitan-kesulitan. Dan apabila terjadi kesulitan-kesulitan, kepala
sekolah diharapkan berperan sebagai orang yang dapat menyelesaikan
persoalan yang sulit tersebut (Wahjosumidjo (2002:97).
Dalam
menjalankan kepemimpinannya, selain harus tahu dan paham tugasnya
sebagai pemimpin, yang tak kalah penting dari itu semua adalah
seyogyanya kepala sekolah memahami dan mengetahui perannya. Adapun peran
kepala sekolah dalam menjalankan peranannya sebagai manajer seperti
yang diungkapkan oleh Wahjosumidjo (2002:90) adalah: (a)Peranan hubungan
antar perseorangan; (b) Peranan informasional; (c) Sebagai pengambil
keputusan.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1. Pemimpin Pendidikan yang Efektif
Muara
dari semua proses kepemimpinan kependidikan adalah bagaimana seorang
kepala sekolah sebagai pemangku tertinggi mampu memiliki profesionalisme
yang tinggi,
Berdasar
semua kajian teori dan beberapa fakta dalam pelaksanaan kegiatan
kepemimpinan dalam pendidikan maka kepemimpinan yang seharusnya dimiliki
dalam kependidikan adalah (pendapat penulis) :
1. Secara kinerja pemimpin yang efektif adalah pemimpin dengan tipe Demokratis
2. berdasarkan Kepribadian pemimpin yang efektif adalah pemimpin dengan tipe moralis
3. Secara Kedinasan pemimpin yang efektif adalah pemimpin yang melaksanakan kepemimpinan instruksional
4. Merupakan pemimpin Pendidikan dengan gaya kepemimpinan tranformasional
5. Merupakan pemimpin dengan tipe konsiderasi bukan inisiasi
6. Melaksanakan hubungan interpersonal secara efektif
7. Kepala sekolah efektif memiliki visi yang kuat tentang masa depan sekolahnya, dan ia mendorong semua staf untuk mewujudkan visi tersebut.
8. Melaksanakan kepemimpinannya berdasarkan 8 standar pendidikan nasional.
9. Memiliki sifat sifat pemimpin sejati seperti Shiddiq, Amanah, Tabligh dan Fathonah
3.2. Fungsi kepemimpinan efektif
Berikutnya
Sondang P. Siagian (1988 : 50) dalam Wahab (2008 : 91) menjelaskan
bahwa fungsi-fungsi kepemimpinan terdiri dari (1) pimpinan sebagai
penentu arah, (2) pimpinan sebagai wakil dan juru bicara organisasi, (3)
pimpinan sebagai komunikator yang aktif, (4) pimpinan sebagai
mediator, dan (5) pimpinan sebagai integrator. Selanjutnaya kepemimpinan
yang efektif diuraikan sebagai berikut.
1. Fungsi Pengambil Keputusan
Organisasi
hanya akan bergerak secara dinamis apabila pemimpin memiliki kemampuan
dalam melaksanakan kekuasaan atau wewenangnya sebagai pengambil
keputusan yang akan atau harus dilaksanakan oleh anggota organisasinya.
Keputusan-keputusan itu harus dibuat oleh pimpinan agar anggota
organisasi dapat melaksanakan berbagai kegiatan/ pekerjaan sebagai tugas
pokok organisasi dalam rangka mewujudkan, mempertahankan dan
mengembangkan eksistensi organisasi. Untuk itu pemimpin seharusnya
memahami teori pengambilan keputusan dan dapat mempraktekannya, agar
keputusan-keputusannya bermanfaat bagi kepentingan bersama (organisasi).
Pengambilan keputusan memerlukan keberanian, karena setiap keputusan
pasti memiliki resiko, terutama jika proses dan/atau mekanismenya tidak
memenuhi tuntutan teori-eori pengambilan keputusan.
Fungsi
pengambilan keputusan sebagai strategi kepemimpinan sangat penting
perananya, karena tanpa kemampuan dan keberanian tersebut, pemimpin
tidak mungkin menggerakkan anggota organisasinya. Dengan kata lain tanpa
keberanian mengambil keputusan seorang pemimpin tidak mungkin
mempengaruhi pikiran, perasaan, sikap dan prilaku anggota organisasinya.
Keberanian mengambil keputusan, bagi anggota organisasi berarti
pemimpinnya mengetahui cara mencapai tujuan organisasi yang akan
memberikan manfaat pada semua anggota organisasi untuk dilaksanakan.
Kemampuan ini berarti juga pemimipin harus mampu menyampaikan keputusan
secara jelas agar dapat dimengerti oleh anggota organisasi yang akan
melaksanakanannya.
2. Fungsi Instruktif
Setiap
pimpinan harus memahami bahwa didalam posisi dan perannya secara
implisit terdapat kekuasaan dan atau wewenang dan tanggung jawab, yang
harus dijalankan secara efektif. Salah satu diantaranya adalah kekuasaan
dan/atau wewenang memerintahkan anggotanya untuk melakukan atau tidak
melakukan sesuatu dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya sebagai
anggota organisasi. Dengan kata lain fungsi instruktif tidak harus
dijalankan secaraotoriter, yang dapat berdampak pemimpin kehilangan
kewibawaannya karena instruksi ditantang atau ditolak dan tidak
dilaksanakan oleh anggota organisasi. Kekuasaan dan/atau wewenang tidak
perlu mendorong seorang pemimpin bertindak sebagai penguasa yang tidak
boleh dibantah instruksinya dalam pelaksanaan keputusan atau kegiatan
lain yang telah ditetapkannya. Selanjutnya perintah dari seorang
pemimpin untuk mewujudkan organisasi yang efektif harus disampaikan
secara jelas, baik mengenai isinya (apa yang harus dikerjakan) maupun
dari segi bahasa yang harus disesuaikan dengan tingkat kemampuan/
pendidikan atau kematangan aanggota yang menerima perintah. Dengan
demikian dapat dihindari kekeliruan dalam memahami dan melaksanakannya.
Marah
atau menghukum/menjatuhkan sanksi terhadap anggota yang salah/keliru
dalam melaksanakan perintah memangmerupakan wewenang seorang pemimpin,
namun cenderung tidak menyelesaikan masalah dan sebaiknya dihinsari.
Marah dan menghukum akan bermanfaat dalam kepemimpinan untuk
mengefektifkan organisasi, apabila pemimpin meyakini bahwa anggota yang
melakukan kekeliruan dalam melaksanakan perintah, masih potensial dan
memiliki motivasi untuk memperbaiki diri. Dengan demikian marah dan
menjatuhkan sanksi/hukuman harus dilakukan secara bijaksana oleh seorang
pemimpin yang efektif, dalam arti dilakukan secara wajar dan manusiawi
serta dalam batas-batas memperbaiki kesalahan, dan bukan untuk membalas
dendam.
Dalam
memberikan perintah sebaiknyaa diikuti dengan memberi penjelasan kepada
anggota organisasi yang akan melaksanakannya, tentang dampak atau
akibat yang akan terjadi apabila suatu instruksi dikerjakan secara
salah/keliru. Dengan demikian dapat diharapkan pelaksanaan perintah akan
lebih hati-hati dan teliti karena suatu perintah mungkin saja cukup
sulit bagi anggota organissi yang melaksanakannya.
3. Fungsi konsultatif
Setiap
dan semua pimpinan organisasi atau unit kerja dinilai sebagai seseorang
yang memiliki kelebihan dari anggota organisasi, baik oleh pihak yang
berwenang mengangkatnya sebagai pemimpin formal, maupun bagi anggota
yang mendukung dan mengangkatnya menjadi pemimpin informal. Berdasarkan
penilaian itu, maka pemimpin menjadi figur sentral dan tumpuan harapan
anggota di lingkungan organisasi yang dipimpinnya. Pemimpin tersebut
ditempatkan sebagai tokoh utama yang diyakini mengetahui dan dapat
membantu menyelesaikan berbagai masalah yang dihadapi oleh anggota dalam
bekerja. Pemimpin dipandang sebagai alamat yang paling tepat untuk
berkonsultasi dalam menghadapi dan menyelesaikan masalah yang beragam di
linglungan organisasinya. Oleh karena itu, dalam kepemimpinan untuk
mengefektifkan organisasi, setiap dan semua pemimpin harus siap dan
bersedia memberikan kesempatan pada anggota organisasi untuk
berkonsultasi dalam mengatasi/menyelesaikan masalah-masalah yang
berhubungan dengan pekerjaan. Disamping itu tidak mustahil termasuk juga
berkonsultasi mengenai masalah-masalah pribadi yang berhubungan
langsung atau tidak langsung dengan pekerjaan.
Disisi
lain, pemimpin bukanlah manusia yang sempurna dan tidak mungkin
mengetahui segala-galanya dalam maembantu anggota organisasi
menyelesaikan masalah, baik masalah organisasi maupun masalah pribadi
anggotanya. Untuk itu fungsi konsultatif dapat dilakukan juga dengan
menunjukkan pada siapa seorang anggota organisasi yang bermasalah dapat
berkonsultasi dalam menyelesaikan masalah yang dihadapinya. Misalnya
berkonsultasi dengan tenaga ahli dalam bidang kerjanya, psikolog atau
psikiater, ulama, dan lain-lain. Cara lain adalah dengan menunjuk pada
salah seorang pemimpin unit kerja di bawahnya, sesuai dengan masalah
yang dihadapioleh anggota organisasi masing-masing. Cara tersebut akan
menimbulkan rasa dipercayai dan rasa bangga pada pemimpin unit kerja
yang ditunjuk, karena merasa diakui dan dihargai kemampuannya. Disamping
itu dengan cara tersebut tidak menjadi terlalu sibuk, karena pimpinan
unit kerja di bawahnya ikut berperan dalam melaksanakan fungsi
konsultatifnya. Oleh karena itulah perlunya mengatur pembagian wewenang
dan tanggung jawab, agar baik pemimpin puncak maupun pimpinan unit kerja
dapat menjalankan fungsi konstruktif masing-masing.
4. Fungsi Partisipatif
Seorang
pemimpin untuk menjadi berwibawa tidak perlu menjadi orang yang
ditakuti karena mudah/senang menghukum atau memberikan sanksi. Demikian
juga kepemimpinan bukan untuk menggunakan kelebihan atau kekuasaan
berdasarkan posisi atau kemampuan kerja, sehingga merasa senang
berprilaku menjauh dari anggota organisasi. Selanjutnya kepemimpinan
juga tidak boleh berprilaku menyembunyikan kelemahan atau kekurangan
agar tidak diketahui organisasi. Kelebihan atau kekurangan pemimpin
tidak boleh dijadikan alasan untuk menjauh atau menghindar dari anggota
organisasi. Perilaku itu justru akan mengundang dan mendatangkan
kesulitan dalam melaksanakan kepemimpinan untuk mengefektifkan
organisasi, karena anggota organisasi tidak mengetahui bantuan apa yang
dapat dilakukan untuk mengatasi kelemahan pimpinan. Disamping itu
pemimpin yang tertutup dapat berdampak pemimpin dipandang sebagai orang
di luar organisasi (out group).
Fungsi
partisipatif sebagai strategi kepemimpinan dalam kepemimpinan untuk
mengefektifkan organisasi pisau bermata dua. Mata pisau pertama adalah
kemampuan pemimpin menginstrukssikan anggota organisasi sesuai posisi
dan kewenangannya agar berpartisifasi aktif dalam berbagai kegiatan yang
relevan. Dalam manajemen mutakhir partisipasi itu diwujudkan melalui
kerja didalam tim (team work) dengan semakin mengurangi kerja
individual. Misalnya dalam Manajemen Pengendalian Mutu Terpadu (Total
Quality Management) yang dilakukan dengan membentuk kelompok kerja yang
disebut Gugus Pengendali Mutu. Pembentukan gugus tersebut akan
memberikan kesempatan pada setiap anggota organisasi untuk
berpartisipasi sesuai kemampuan masing-masing dalam melaksanakan
tugas-tugas pokok organisasi.
Partisipasi
aktif itu dapat diwujudkan juga dalam berbagai kegiatan penting,
seperti kegiatan pengembangan anggota organisasi dalam bentuk kegiatan
suksesi pemimpin masa depan. Kegiatannya antara lain dengan memberi
kesempatan pada pimpinan/manajer tingkat menengah atau bawahan sesuai
bidangnya untuk berpartisipasi dengan ikut bersama menajer puncak (top
manaker)/pimpinan yanglebih tinggi dalam prosaes pengambilan keputusan,
baik dalam maupun di luar rapat. Dalam partisipasi itu tidak mustahil
akan terjaring calon-calon pemimpin potensial atau kaya dengan
inisiatif, kreativitas, inovasi, dan lain-lain. Yang semula tidak
mengetahui cara atau takut menyampaikannya.
Pemimpin
harus mampu membina dan berorientasi pada hubungan dengan bawahan
sebagai teman kerja (co worker) melalui penampilan sikap positip yang
kuat pada bawahannya. Untuk itu diperlukan interaksi yang positif antara
atasan sebagai pimpinan dengan anggota organisasi sebagai bawahan.
Pentingnya kondisi seperti itu antara lain sesuai deangan model yang
dikembangkan oleh Vroom dan Yetton dalam Hersey and Blanchard (1988 :
227) yang telah mengembangkan model “Partisipasi Pimpinan dan Bawahan”
dalam mengambil keputusan partisipatif. Model itu menyatakan bahwa
pengambilan keputusan perlu mengikutsertakan bawahan daengan memberikan
ksempatan menyampaikan saran dan pendapatnya. Dengan pola ini bawahan
akan merasakan bahwa keputusan tersebut adalah keputusannya juga, yang
harus didukung pelaksanaannya secara bertanggung jawab.
Fungsi
partisifatif tersebut di atas, tidak saja akan menempatkan pemimpin
sebagai orang dalam (in group) tetapi juga akan diiringi dengan sikap
dipercaya, dihormati dan disegani tanpa rasa takut di antara anggota
organisasi. Namun sebagaimana telah dikemukakan terdahulu, pemimpin
harus mengetahui batas-batas partisipasi yang dapat dilaksanakan anggota
organisasi, agar selain tidak akan kehilangan peranan dan kewibawaannya
sebagai pemimpin, juga anggota organisasinya tetap berfungsi dan mampu
bertanggung jawab atas pekerjaan dan hasil kerja yang menjadi tugas
pokonya.
5. Fungsi Delegatif
Dalam
melaksanakan kepemimpinan untuk mengefektifkan organisasi, setiap
pemimpin memerlukan dan memiliki kekuasaan/kewenangan dan tangung jawab
yang harus diimplementasikan secara baik, tepat dan benar. Sehubungan
dengan itu Paul W. Gumming (1983 : 3) dalam Wahab (2008 : 98) mengatakan
bahwa wewenang merupakan bentuk khusus kekuasaan. Kekuasaan dianggap
sebagai kemampuan seseorang untuk membuat kemauannya dipatuhi. Sedang
wewenang merupakan suatu fungsi dari kedudukan yang sah dalam suatu
hirarki tertentu. Wewenang akan sangat efektif apabila orang lain
bersedia menerimanya. Untuk itu wewenang harus diikuti tanggung jawab.
Selanjutnya Paul Hersey dan Kenneth Blanchard (1984 : 128) dalam Wahab
(2008 : 98) mengemukakan perbedaan kekuasaan posts (position power)
dengan kekuasan pribadi (personal power) dengan mengatakan: bahwa
kekuasaan itu bersumber dari struktur organisasi, pengaruh pribadi atau
kedua-duanya. Sebagian orang dapat memiliki kedua-duanya. Dengan kata
lain berarti juga pemimpin dalam mempengaruhi orang lain adalah karena
posisinya, dan memperoleh kekuasaan dari pengikut-pengikutnya karena
dipandang mempunyai suatu kuasa pribadi.
Kekuasaan
atau otoritas banyak jenisnya sebagaiman dikemukakan George R. Terry
dan Stephen Franklin (1982 : 344-345) dalam Wahab (2008 : 98) terdapat
lima kerangka dasar kekuasaan (power) yang terdiri dari (1) berdasarkan
paksaan (coersive power), (2) berdasarkan penghargaan (reward power),
(3) berdasarkan kekuatan posisi jabatan (lightimate Power), (4)
berdasarkan keahlian (expert power) dan (5) berdasarkan referensi
(reference power). Seorang pwmimpin mungkin saja memiliki berbagai atau
lebih dari satu kekuasaan (power) yang melekat pada dirinya, yang
hakikatnya dapat dipergunakan untuk mengendalikan kualitas atau
efektivitas kepemimpinan sesuai kewenangannya.
Penggunaan
kekuasaan dan tanggung jawabnya, pemimpin harus mampu mengatur atau
membuat aturan-aturan dan berusaha dan mematuhi aturan-aturan itu,
karena merupakan bagian yang melekat secara implisit pada diri dan
jabatannya. Dalam mempengaruhi orang lain agar mematuhi aturan-aturan
itu, pemimpin harus lebih dahulu menampilkan diri sebagai anggota
organisasi yang kepatuhannya paling prima. Dengan kata lain pemimpin
harus mampu menjadi suri tauladan dalam mematuhi peraturan yang dibuat
atas dasar kekuasaan yang dimilikinya. Salah satu aturan yang sangat
penting adalah pembidangan dan pembagian volume kerja sesuai struktur
organisasi. Demikian pula pemimpin/manajer yang efektif tidak bekerja
sendiri. Pemimpin dalam pengertian manajer yang efektif harus mampu
mendayagunakan orang lain (anggota organisasi) agar bekerja untuk diri
dan/ atau organisasinya. Untuk itu pemimpin harus mampu membagi
pekerjaan dan melimpahkan wewenang dan tanggung jawab pelaksanaannya,
termasuk juga dalam mengambil kaeputusan sesuai batas kekuasaan dan
tanggung jawab yang telah dilimpahkan itu.
Dalam
kenyataannya pelimpahan wewenang dan tanggung jawab itu sangat penting
bagi pimpinan/manajer puncak dan pimpinan tingkat atas¸dan sangat
bermanpaat serta penting artinya bagi pimpinan tingkat menegah dan
bawah, karena :
· Pucuk
pimpinan dan pimpinan tingkat atas akan mempunyai waktu dan kesempatan
yang cukup untuk menyelesaikan pekerjaan dan masalah-masalah organisasi
yang besar dan penting saja.
· Memangkas dan memperpendek birokrasi, sehingga keputusan dapat ditetapkan secara lebih cepat pada jenjang kepemimpinan.
· Setiap tugas sesuai dengan berat ringan tanggung jawabnya dapat diselesaikan pada jenjang kepemimpinan yang tepat.
· Memperbesar
partisipasi dan menumbuhkan tanggung jawab pimpinan tingkat menengah
dan bawah serta anggota organisasi dalam melaksanakan tugas-tugas
sebagai kontribusi pada pencapaian tujuan organisasi sebagai tujuan
bersama.
· Memberikan
peluang yang besar untuk mengembangkan inisiatif, kreativitas dan
inovasi pimpinan tingkat menengah dan bawah serta anggota organisasi di
bidang kerjanya masing-masing.
· Menghilangkan
kebiasaan, sipat dan sikap bekerja dengan menunggu perintah, sehingga
akan membuat organisasi menjadi lebih dinamis dan terhindar dari kondisi
statis dan kaku.
· Pekerjaan tetap berlangsung meskipun seorang pemimpin perutama pucuk pimpinan tidak hadir karena berhalangan.
· Memberi
pengalaman, pelatihan langsung dan praktis bagi pimpinan untuk
mengembangkan kepemimpinannya guna mempersiapkan diri untuk menjadi
pemimpin masa depan sesuai dengan peluang dan nominasi untuk
dipromosikan menduduki jabatan kepemimpinan yang lebih tinggi.
3.3.Empat Dasar Kepemimpinan Efektif yaitu
1. Penentuan Tujuan
Seorang
pemimpin harus memastikan dari awal bahwa semua anggota teamnya
memahami maksud dan tujuan organisasi. Apa visi dan misi organisasi
harus sudah terinternalisasi di diri masing-masing anggota. Inilah salah
satu alasan kenapa banyak di dinding-dinding kantor perusahaan kita
jumpai figura bertuliskan Visi, Misi, dan Kebijakan Mutu perusahaan
tersebut. Karena top management menginginkan semua yang terlibat di
organisasinya tahu arah dan tujuan organisasinya.
Team
tidak akan kehilangan arah dalam memacu roda organisasi dengan adanya
fase penentuan tujuan ini di awal. Inilah fase mendasar dalam
organisasi, dan pemimpin efektif terbiasa melaksanakannya.
2. Komunikasi
Semua
kebijakan, keputusan, informasi atau berita apapun yang dibuat oleh top
management terkait kebaikan perusahaan harus dikomunikasikan dengan
baik kepada semua anggota team. Banyak media yang bisa digunakan untuk
menyampaikannya. Pemimpin biasa dalam mengomunikasikan sesuatu kepada
teamnya tentu sudah terbiasa menggunakan media email, notes, memo dinas,
chat-group, atau internal communication tools lainnya.
Dan
bagi pemimpin efektif, media-media itu saja tidak cukup. Ada banyak
alasan dari pemimpin efektif, kenapa media itu saja tidak cukup. Salah
satunya adalah, tidak semua karyawan dalam teamnya mau membaca. Membaca
pun, belum tentu semua mendapat pemahaman yang sama. Karena itu pemimpin
efektif akan membuat cara komunikasi yang lebih ‘intim’. Man-to-man
communication. Dia akan temui langsung teamnya, dan memastikan setiap
anggota teamnya memahami apa yang dikomunikasikannya tersebut.
3. Kepercayaan
Komunikasi
yang efektif didasari dengan adanya saling percaya antara pihak-pihak
yang terlibat dalam komunikasi tersebut; dalam hal ini antara leader
dengan bawahannya. Penentuan arah tujuan organisasi sudah dibuat,
kemudian dikomunikasikan dan komunikasinya dibangun di atas kepercayaan.
Bagaimana mungkin bawahan bisa menerima dan mengikuti instruksi atasan
bila bawahannya tidak ‘percaya’ kepada leadernya. Prinsip ini sangat
dipahami oleh pemimpin efektif.
4. Akuntabilitas (Pertanggungjawaban)
Dasar
keempat adalah pertanggungjawaban atau akuntabilitas. Banyak pemimpin
yang akhirnya gagal menjalankan beberapa proyek karena melalaikan dasar
ini. Hal ini tidak dimaksudkan untuk mencari siapa yang bersalah atas
kegagalan organisasi, tapi ditujukan untuk menuntut pertanggungjawaban
dari semua orang yang terlibat dalam organisasi tersebut. Prinsip ini
memunculkan kaidah check-list; monitoring.
Semua
karyawan atau bawahan merasa diawasi sehingga setiap saat mereka
terpacu untuk memberikan yang terbaik. Kalaupun suatu saat mereka ‘bisa
saja’ merasa tidak diawasi, kinerjanya tetap bisa mengutamakan yang
terbaik karena mereka juga akan mempertanggungjawabkan pekerjaannya
tersebut kepada atasannya di akhir pekerjaan / proyek.
Dalam
kepemimpinan ada hal-hal yang harus dimiliki diantaranya adalah
legitimasi (kekuasaan), kemampuan (skill), dan kharisma (wibawa). Tiga
hal inilah yang digambarkan sebagai tiang/pilar yang harus dijunjung
tinggi dalam melaksanakan kepemimpinan. Seorang pemimpin bisa saja
pincang dalam menjalankan tugasnya bila tidak mempunyai tiga hal yang
disebutkan diatas. Berikut ini akan dijelaskan pilar-pilar kepemimpinan
tersebut.
1. Legitimasi (Pengakuan)
Legitimasi dapat disebut juga pengakuan dari orang-orang tentang seorang pemimpin tersebut. Legitimasi mempunyai tega aspek yaitu
legalitas (memiliki kekuatan hukum), acceptable (diterima, diakui, dan
dihargai), etika (terbuka untuk dipertanyakan etika dan kepatutannya)
2. Kemampuan (skill)
Kemampuan
adalah teknik-teknik yang dimiliki oleh seorang pemimpin dalam
menjalankan tugasnya. Kemampuan-kemampuan yang harus dimiliki oleh
seorang pemimpin antara lain ;
Ø Kecerdasan Manajerial
Ø Teknik Motivasi
Ø Teknik Mengambil Keputusan
Ø Teknik Memimpin Rapat
Ø Teknik Berkomunikasi
Ø Teknik Mengelola Konflik
Ø Teknik Bernegoisasi
Ø Teknik Mengelola Stress
Ø Teknik Menjual
3. Karisma (Wibawa)
Karisma
adalah daya pengaruh yang melekat pada diri pemimpin. Ada yang
beranggapan bahwa jiwa pemimpin dibawa sejak lahir, dan seorang pemimpin
dilahirkan. Anggapan itu mungkin timbul karena dulu pemimpin diangkat
karena mempunyai garis keturunan dari seeorang pemimpin pada masa
sebelumnya, seperti seorang raja yang meninggal maka anaknya lah yang
otomatis diangkat jadi seorang raja karena anak itu mewariskan jiwa
pemimpin seperti ayahnya. Penyebab seseorang mempunyai karisma dalam
memimpin antara lain ;
· Keturunan : daya pengaruh yang diperolah dari garis keturunan seperti yang sudah dipaparkan diatas
· System
Nilai : yang dihargai oleh setiap anggota organisasi karena dari sikap,
prilaku, dan oleh kualitas kepemimpinan seorang pemimpin
· Integritas : memiliki prinsip dan dalam prilaku taat azas dengan prinsipnya (sama kata dan perbuatannya)
· Kredibilitas : dapat dipercaya karena kejujuran dan kemampuannya
· Penampilan : berpembawaan meyakinkan
3.4. Ciri Organisasi Pendidikan (Sekolah) yang efektif
Di
beberapa negara maju gerakan ini dinamakan dengan ide Sekolah Efektif.
Ciri utama sekolah efektif, berdasarkan berbagai riset meliputi:
(a) Kepemimpinan instruksional yang kuat;
(b) Harapan yang tinggi terhadap prestasi siswa;
(c) Adanya lingkungan belajar yang tertib dan nyaman;
(d) Menekankan kepada keterampilan dasar;
(e) Pemantauan secara kontinyu terhadap kemajuan siswa; dan
(f) Terumuskan tujuan sekolah secara jelas (Davis & Thomas, 1989: 12).
(Berdasarkan
meta analisis, MacBeath & Mortimer, 2001) bahwa pilar-pilar
Organisasi pendidikan (sekolah) yang efektif berdasar pada
· Visi dan misi yang jelas
· Kepala sekolah yang profesional
· Guru yang profesional
· Lingkungan belajar yang kondusif
· Ramah siswa
· Manajemen yang kuat
· Kurikulum yang luas tapi seimbang.
· Penilaian dan pelaporan prestasi siswa yang bermakna
· Pelibatan masyarakat yang tinggi
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kepemimpinan
kepala sekolah yang konsisten akan aturan yang berlaku besar sekali
pengaruhnya terhadap peningkatan mutu di sekolah dengan catatan adanya
interaksi antara kepala sekolah dan guru serta para orangtua saling
menunjang dan mengisi masing-masing konsisten dan tanggung jawab atas
hak dan kewajibannya sehingga tercipta situasi dan kondisi yang
diinginkan. Dari pembahasan maka dapat dikesimpulkan bahwa pemimpin
pendidikan yang efektif adalah Orang yang memiliki kemampuan untuk
mempengaruhi, mengkordinir, dan menggerakan orang lain yang berhubungan
dengan pendidikan supaya kegiatan tersebut mampu berjalan secara efektif
dan efesien sehingga mampu mencapai tujuan pendidikan sesuai dengan
yang ditetapkan oleh UU No. 20 Tahun 2003 Tentang SISDIKNAS.
Kepemimpinan
efektif dalam kepemimpinan pendidikan yang seharusnya dilaksanakan
untuk mencapai tujuan nasional pendidikan adalah pemimpin yang
demokratis, moralis, melakukan instruksi dengan baik dan benar, yang
menggunakan cara konsederasi dalam memimpin dengan tipe kepemimpinan
transformasional, memiliki visi dan misi yang jelas mampu mewujudkan 8
standar pendidikan dengan sebenarnya.
Kepemimpinan
Pendidikan yang efektif hanya bias dijalankan apabila semua komponen
dalam organisasi kependidikan dapat berjalan sesuai dengan kedudukan dan
fungsi masing-masing yang telah ditetapkan baik secara kelembagaan
organisasi ataupun sesuai tujuan nasional pendidikan.
Lembaga pendidikan yang baik akan selalu memiliki pemimpin yang baik pula yaitu pemimpin efektif yang transformasional
Sekolah sebagai lembaga pendidikan yang dipimpin oleh pemimpin kependidikan pada
dasarnya adalah tempat di mana segala aktifitas kepemimpinan pendidikan
berlangsung, maju mundurnya suatu sekolah bisa di lihat dari kemampuan
pimpinan kependidikan, apakah ia mampu melaksanakan kepemimpinannya
secara efektif atau sebaliknya
B. Saran
Pemimpin
pendididikan atau kepala sekolah seharusnya memiliki kemampuan memimpin
dan managerial yang baik, Pemimpin pendidikan harus memiliki kemampuan
profesional,kemampuan pedagogic, sosial dan keperibadian serta wirausaha
yang baik,
Pemimpin pendidikan sebaiknya di angkat berdasarkan kinerja dan kemampuan , bukan berdasar pada situasi politik
Pemimpin
pendidikan yang efektif hanya bisa disiapkan oleh system perekrutan
atau promosi yang efektif pula, oleh karena itu perlu di perhitungkan
pengangkatan pemimpin pendidikan berdasar pada pelatihan-pelatihan yang
relevan dan rekruitmen yang bermutu.
DAFTAR PUSTAKA
Undang undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional BAB I pasal 1 tentang ketentuan umum
Anoraga, P. (1992). Psikologi kepemimpinan. Jakarta: Rineka Cipta.
Anonim.
(2008). Gaya kepemimpinan&kinerja perusahaan.
http://www.indofamily.net/index.php?option=com_content&task=view&id=897&Itemid=39
Ekoytyas.
(2008). Pengaruh kepemimpinan kepala sekolah terhadap kinerja guru di
SMP KWK XI JAKARTA TIMUR. Diperoleh Juni, 10, 2009,
http://one.indoskripsi.com/node/3359
Eman
(2001) . Gaya kepemimpinan.
http://digilib.petra.ac.id/viewer.php?submit.x=8&submit.y=9&submit=prev&page=2&qual=high&submitval=prev&fname=%2Fjiunkpe%2Fs1%2Feman%2F2001%2Fjiunkpe-ns-s1-2001-31497006-694-produktivitaschapter2.pdf
Heru Basuki, A. M. H. (2006). Penelitian kualitatif untuk ilmu-ilmu kemanusiaan
dan budaya. Jakarta: Universitas Gunadarma.
Juairiah,
S. (2006). Pengaruh gaya kepemimpinan kepala madrasah terhadap motivasi
belajar siswa Madrasah Aliyah Negeri (MAN) Kota Blitar.
http://umar-chan.com/download/skripsi~ PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN KEPALA MADRASAH.Pdf.
Kartono, K. (1994). Psikologi sosial untuk manajemen, perusahaan, dan industri. Jakarta: PT.RajaGrafindo Persada.
Kartono, K. (1998). Pemimpin dan kepemimpinan: Apakah pemimpin abnormal itu?. Jakarta: PT.RajaGrafindo Persada.
Matutina, dkk. (1993). Manajemen personalia. Jakartaa: PT.Rineka Cipta.
Moleong, L. J. (2006). Metodologi pendekatan kualitatif (edisi revisi). Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Nawawi & Hadari. (1993). Kepemimpinan yang efektif. Yogyakarta: Gajah Mada University Press
Peorwandari,
E.K. (2005). Pendekatan kualitatif untuk penelitian perilaku manusia.
Depok: Lembaga Pengembangan Sarana Pengukuran dan Pendidikan Psikolgi
(LPSP3) Fakultas Psikologi Universitas Indonesia
Panji. (2008). Hubungan kepemimpinan kepala sekolah dan sikap guru terhadap pekerjaan dengan kompetensi profesional guru (141)
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. (2003). Kamus besar bahasa indonesia: edisi ketiga. Jakarta: Balai Pustaka.
Puspitasari,S.
(2006). Kepemimpinan kepala sekolah di TK terhadap efektivitas
erjaguru.http://digilib.unnes.ac.id/gsdl/collect/skripsi/index/assoc/HASH0
171.dir/doc.pdf
Roy (2009) gaya kepemimpinan. Diperoleh Juni, 16, 2009 http://belajar- kepemimpinan.blogspot.com/2008/09/gayakepemimpinan.html.
Sarwono, S.W. (2005). Psikologi sosial: Psikologi kelompok dan psikologi terapan. Jakarta: Balai Pustaka
Sudrajat, A. (2008). Kompetensi guru&peran kepala sekolah.
http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/01/21/kompetensi-guru-danperan kepala-sekolah-2/
Sutanto,
E.M&Stiawan, B. (2000). Peranan gaya kepemimpinan yang efektif
dalam upaya meningkatkan Semangat dan Kegairahan Kerja Karyawan di
Toserba
Sinar Mas Sidoarjo Jurnal Manajemen & Kewirausahaan Vol. 2, No. 2,
September 2000: 29 –
43.http://puslit.petra.ac.id/journals/pdf.php?PublishedID=MAN00020203Tondok,
M.S&Andarika, R. (2004). Hubungan Antara Persepsi Gaya Kepemimpinan
Transformasional dan Transaksional dengan Kepuasan Kerja Karyawan.
Jurnal PSYCHE Vol. 1 No. 1, Desember 2004.
http://psikologi.binadarma.ac.id/jurnal/jurnal_marcel_rita.pdf
Usman, H. (2007). Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku kepala sekolah.
Jurnal tenaga kependidikan, Vol. 2 No. 3 Desember 2007
http://www.ziddu.com/download/4077925/Faktor FaktoryangmempengaruhiPerilakuKepalaSekolah.pdf.html
Wahyosumidjo. (1992). Kepemimpinan dan motivasi. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Wagiman, H.A. (2005). Persepsi guru terhadap gaya kepemimpinan kepala sekolah SD Tarakanita Jakarta,
http://lib.atmajaya.ac.id/default.aspx?tabID=61&src&id=79861)Daryanto, A. dan H.K.S. Daryanto. (1999). Model Kepemimpinan dan Profil Pemimpin Agribisnis di Masa depan. AGRIMEDIA, Vol. 5, No. 1, pp. 6-17
Mulyadi, M.Pd.I. 2010. Kpemimpinan Kepala Sekolah. Malang: Uin-Maliki Press
Burhanuddin, Analisis Manajemen dan Kepemimpinan Pendidikan, (Malang : Bumi Aksara, 1994)
Nawawi Hadari 1993, Kepemimpinan menurut Islam Gadjah Mada University Press,
Mulyasa, manajemen dan kepemimpinan Kelapa Sekolah, (Malang : Bumi Aksara, 2011)
Akhmad Sudrajat, Wordpress, Konsep Sekolah Unggul PPT
Prof.Dr.H Suherli Kusmana, M.Pd, materi 1-2 Pembelajaran PPT Kepemimpinan Pendidikan
Admin. 2010. Peranan Kepala Sekolah Dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan. Makalah dipublikasikan diinternet.
Anonim, 2000. Panduan Manajemen Sekolah, Depdiknas, Dikmenum
Anonim, 2000. Manajemen Mutu Terpadu dalam Pendidikan/Kultur Sekolah,
Slamet,
PH.a 2000. Karakteristik Kepala Sekolah Yang Tangguh, Jurnal
Pendidikan, Jilid 3, No. 5 (online) (http://www.ut.ac.id diakses 20
Januari 2001).
Subagio,
M.Pd. 2007. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Efektifitas Pemimpin Dalam
Manajemen Pendidikan. Artikel dipublikasikan diinternet.
Tim Kajian Staff Mendiknas Bidang Mutu Pendidikan. Kajian Kompetensi Guru Dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan
Arifin Abdullrachman. (2004). Teori Pengembangan clan Filosofi Kepemimpinan Kerja. Jakarta: Ikhtiar Baru
Koontz, Harold dan Cyrill O’Donnell dalam Sukarna. (1990). Pengantar Ilmu
Administrasi. Bandung: CV. Mundur Maju.
Kartono Kartini. (1990). Pemimpin dan Kepemimpinan. Jakarta: CV. Rajawali.
Mulyasa. E. (2004). Manajemen Berbasis Sekolah: Konsep, Strategi, dan
Implementasi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Ngalim
Purwanto. (1992). Kepemimpinan Yang Efektif. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press. Makalah efektifitas pemimpin<<ruang sisa hidupku
(2009)
Langganan:
Postingan (Atom)
Popular Posts
-
STR E NGT H (KEKUATAN) A. Kelembagaan § Memiliki Legalitas Formal diantaranya Akta Notaris dan Ijin Op e rasional dari ...
-
Text 1 After her husband had gone to work, Mrs. Richard sent her children to school and went upstairs to her bedroom. She was too excited to...
-
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu persoalan pendidikan yang sedang dihadapi bangsa kita adalah persoalan mutu pendidikan ...
-
Pendekatan Berbasis Teks (A text-based Approach) Implementasi Pendekatan Berbasis Teks (A text-based Approach) Dalam Pengajaran Jenis-jenis...
-
KONSEP DASAR SISTEM PEMBELAJARAN 1. Pengertian Sistem Sistem merupakan satu kesatuan komponen yang satu sama lain saling berhubungan un...
-
SAKSIKANLAH ALLAH DALAM SEGALA SESUATU انما يستوحش العباد والزهاد من كل شيء لغيبتهم عن الله في كل شيء فلو شهدوه في كل شيء لم يستوحشوا من ش...
-
CONTOH SURAT PERNYATAAN MELAKSANAKAN TUGAS (SPMT) SURAT PERNYATAAN MELAKSANAKAN TUGAS (SPMT) Yang bertanda tangan di bawah ini, ...
-
EFEKTIFITAS KEPEMIMPINAN PENDIDIKAN MAKALAH Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Kepemimpinan Pendidikan da...
-
STUDI TENTANG PERAN KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH PADA SMA NEGERI 1 TASIKMALAYA DALAM PENINGKATAN MUTUSTUDI TENTANG PERAN KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH PADA SMA NEGERI 1 TASIKMALAYA DALAM PENINGKATAN MUTU Disusun Untuk Me...
Time Now
Mengenai Saya
Arsip
-
▼
2014
(156)
-
▼
November
(18)
- permasalahan pendidikan
- Juara Marching Band
- efektifitas kepemimpinan pendidikan oleh : adam
- kepemimpinan kepala sekolah dalam meningkatkan mot...
- kepemimpinan dalam manajemen pendidikan oleh: tono...
- konsep badan hukum pendidikan terhadap sekolah sta...
- pengembangan pendidikan budaya dan karakter
- fungsi supervisi pendidikan
- peran kepala sekolah sebagai pemimpin pembelajaran...
- faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas pemimp...
- catatan efektifitas kepemimpinan di sekolah
- ANALISIS SWOT RA
- MENINGKATKAN DAYA INGAT
- Sepintas mengenai pengertian Discovery, Invention...
- STUDI TENTANG PERAN KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH P...
- Urgensi Manajemen dalam Pengelolaan Pendidikan
- Hubungan Antara Pengendalian Manajemen, Budaya Org...
- The Development of Religious Education Policy Afte...
-
▼
November
(18)