Senin, 01 Desember 2014

pendekatan gba

Pendekatan Berbasis Teks (A text-based Approach) Implementasi Pendekatan Berbasis Teks (A text-based Approach) Dalam Pengajaran Jenis-jenis Teks Di Tingkat SMA Kebutuhan untuk berkomunikasi menggunakan bahasa Inggris dengan baik telah menjamur di seluruh dunia. Banyak orang tua yang menginginkan anak-anak mereka mendapatkan pembelajaran bahasa Inggris yang terbaik. Seperti kita ketahui bersama bahwa ada banyak cara untuk belajar bahasa Inggris antara lain melalui pendidikan formal, belajar di luar negeri, media, dan internet. Bahasa Inggris adalah salah satu pelajaran yang dimulai dari tingkat dasar, bahkan sebagian sekolah mengajarkan mata pelajaran bahasa Inggris mulai tingkat taman kanak-kanak. Oleh karena itu perlu adanya suatu metodologi pembelajaran yang sesuai dengan tuntutan zaman. Communicative Approach atau Communicative Language Teaching mulai dikenal pada tahun 1970. Metode ini berisi tentang tujuan mengajar bahasa, mengetahui bagaimana siswa belajar bahasa, mengetahui kegiatan-kegiatan pembelajaran di kelas, serta mengetahui peranan guru dan siswa di dalam kelas. Communicative Approach adalah menggunakan bahasa untuk berkomunikasi dengan penuh arti, mengetahui bagaimana menggunakan bahasa untuk berbagai tujuan dan fungsi, mengetahui bagaimana menggunakan bahasa formal dan informal, mengetahui jenis-jenis teks yang digunakan, mampu berkomunikasi meskipun siswa hanya memilki pengetahuan yang tebatas. Belajar bahasa adalah suatu proses dari kebiasaan. Kemampuan berbahasa Inggris terbentuk dari kebiasaan siswa menghasilkan kalimat-kalimat yang baik dan tidak membuat kesalahan yang berulang-ulang. Kesalahan dapat dihindari melalui latihan yang berulang-ulang dan adanya kesempatan untuk menghasilkan bahasa, baik secara tulisan maupun lisan. Dalam Communicative Approach siswa berlatih melaui kegiatan-kegiatan seperti menghafal dialog dan drilling, bermain peran, dan kegiatan berkelompok. Jika dilihat dari kegiatan tersebut tentu saja siswa yang satu harus berinteraksi dengan siswa lain sehingga terjalin adanya komunikasi. Siswa harus ikut berpartisipasi dalam kegiatan di dalam kelas dan lebih mengutamakan sistem koperatif dibandingkan individu. Siswa berlatih mendengarkan dan merespon percakapan temannya. Mereka diharapkan akan memiliki kemampuan mendengarkan yang lebih baik. Sementara guru memiliki peranan sebagai fasilitator dan monitor, dari pada menjadi model. Dengan menggunakan Communicative Approach tentu ada interaksi yang bermakna antar siswa karena saat seorang siswa menggunakan bahasa selalu ada respon dari siswa lain yang mendengarkannya. Siswa juga mencoba merangkai kata-kata untuk mengatakan sesuatu sehingga mereka akan menemukan kata-kata baru yang bisa mereka kembangkan sendiri. Misalnya saat mereka ingin menyuruh orang meminta untuk dibukakan pintu mereka akan berkata ”Open the door.” atau ”Could you open the door for me.” atau ”Please to opens the door.” Tentu masih banyak variasi kata yang lainnya, selama maknanya masih sama dan orang yang diajak bicara mengerti maksud si penutur. Salah satu tujuan Communicative Approach adalah mengembangkan kelancaran dalam menggunakan bahasa. Kelancaran siswa diperoleh karena adanya interaksi natural yang bermakna dan latihan berkomunikasi yang dikembangkan melalui kegiatan di dalam kelas. Materi bahasa Inggris tingkat SMA menekankan pemahaman siswa akan genres (jenis-jenis teks). Ada dua belas jenis teks yang harus dipelajari siswa SMA dari kelas X sampai kelas XII. Siswa diharapkan menguasai semua jenis teks tersebut dan dapat mengaplikasikannya di dalam kehidupannya. Untuk mencapai tujuan tersebut kita memerlukan strategi mengajar yang tepat. Salah satunya adalah Text-based instruction. Text-based instruction juga dikenal sebagai genre-based approach merupakan suatu kompetensi dalam berkomunikasi yang menguasai berbagai jenis teks. Teks tersebut menggunakan tema, struktur bahasa dan konteks tertentu. Dalam satu hari seorang pembicara dapat menggunakan bahasa lisan dalam tema dan konteks yang berbeda, misalnya: 1. Percakapan dengan orangtua. 2. Percakapan dengan dokter mengenai kesehatan. 3. Percakapan dengan orang yang tidak dikenal di jalan. 4. Percakapan melalui telepon untuk bertemu dengan teman. Setiap penggunaan bahasa dalam konteks di atas merupakan satu teks mulai dari awal, tengah dan akhir percakapan yang terdiri dari suatu susunan tertentu yang dilengkapi dengan tata bahasa dan kosa kata. Kemampuan siswa untuk berkomunikasi adalah memiliki kemampuan untuk menggunakan berbagai jenis teks yang berbeda baik lisan maupun tulisan dalam konteks tertentu. Berdasarkan Feez dan Joyce (1998), Text-based instruction berdasarkan pendekatan mengajar bahasa adalah: 1. Mengajar secara eksplisit tentang struktur dan tata bahasa dari teks tertulis dan lisan 2. Menggabungkan teks tertulis dan lisan ke arah konteks budaya. 3. Mendesain unit kerja yang menitikberatkan pada kemampuan mengembangkan yang berhubungan dengan semua teks. 4. Menyiapkan siswa dengan latihan yang terarah dimana mereka mengembangkan kemampuan berbahasa yang bermakna dan komunikatif melalui teks. Berdasarkan paparan di atas siswa harus menguasai penggunaan dari jenis-jenis teks yang sering digunakan dalam konteks tertentu. Biasanya teks-teks ini terdapat pada tingkat sekolah dasar, menengah, universitas, kantor, maupun pada saat bersosialisasi di lingkungan sekitar. Seperti namanya Text-based instruction, yaitu berdasarkan jenis-jenis teks yang dapat diidentifikasi melalui analisis kebutuhan dan melalui analisis bahasa yang digunakan dalam latar yang berbeda-beda. Bagaimanapun juga, dalam silabus biasanya memilki komponen lain selain teks yaitu tata bahasa, kosa kata, topik dan fungsi. Memang ada yang mengitegrasikan keempat kemampuan siswa (mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis) dengan tata bahasa melalui penguasaaan teks dari pada mengajarkannya secara terpisah. Jenis-jenis teks yang dipelajari yaitu: 1. Procedure (procedure, explanation) 2. Information teks (description, report, news item, review) 3. Story teks (narrative, spoof, recount) 4. Persuasive teks (analytical exposition, hortatory exposition, discussion) Selain mengajarkan teks, tata bahasa juga penting untuk dipelajari, tentu saja melalui model teks yang diajarkan. Dalam mengajarkan recount, perlu menyisipkan materi pronouns, past tense, verbs and verb phrase, dan lain-lain. Dalam teks decriptive, siswa juga perlu belajar kalimat pasif, pola kalimat present tense, dan lain-lain. Text-based instruction memiliki lima tahapan penting yang harus dilalui oleh siswa. Tahapan-tahapan tersebut yang perlu diajarkan adalah Building the context, Modelling and deconstructing, Joint construction of the text, Independent construction of the text, dan Linking to related text. 1. Building the context Tahapan pertama dalam text-based dimulai dari memperkenalkan konteks sosial dari teks yang dipelajari. Kemudian mengeksplorasi ciri-ciri dari konteks budaya umum dari teks yang dipelajari serta mempelajari tujuan dari teks tersebut. Selanjutnya adalah dengan mengamati konteks dan situasi yang digunakan. Misalnya dalam teks exposition, siswa harus bisa memahami peran dan hubungan antara orang-orang yang berdialog apakah antar teman, editor dengan pembaca, guru dengan siswa, dan sebagainya. Siswa juga harus memahami media yang digunakan apakah percakapan tatap muka langsung, atau percakapan melalui telepon. Kegiatan yang dilakukan di dalam kelas adalah: 1. Mempresentasikan konteks. Untuk menyajikan suatu konteks, bisa menggunakan berbagai media antara lain melalui gambar, benda nyata, field-trip, kunjungan, nara sumber dan sebagainya. 2. Membangun tujuan sosial. Untuk mengetahui tujuan sosial bisa melalui diskusi, survey, dan yang lainnya. 3. Membanding dua kebudayaan. Membandingkan penggunaan teks antara dua kebudayaan berbeda, yaitu kebudayaan kita dengan kebudayaan penutur asli. 4. Membandingkan model teks dengan teks yang lainnya. Contohnya membandingkan percakapan antara teman dekat, teman kerja, atau orang asing. 2. Modelling and deconstructing Dalam tahap yang kedua, siswa mengamati pola dan ciri-ciri dari teks yang diajarkan. Misalnya dalam teks spoof menggunakan frase kata keterangan, pola kalimat masa lampau, dan lain-lain. Teks news item menggunakan pola kalimat pasif dan menggunakan kalimat langsung. Kemudian siswa membandingkan model dengan contoh teks yang lain. Teks spoof memiliki beberapa persamaan dengan teks recount, yaitu memiliki struktur orientation dan events. Teks descriptive memiliki persamaan dengan teks report, yaitu memiliki struktur description. 3. Joint construction of the text Dalam tahapan ini, siswa mulai memahami keseluruhan teks. Guru secara perlahan mulai mengarahkan siswa agar mandiri sehingga siswa menguasai model teks yang diajarkan. Kegiatan yang dapat dilakukan di dalam kelas antara lain mendiskusikan jenis teks, melengkapi teks rumpang, membuat kerangka teks, melakukan penilaian sendiri atau penilaian antar teman sebaya, dan bermain teka-teki. 4. Independent construction of the text Setelah melalui tahapan kesatu sampai tahapan ketiga, siswa telah memiliki pengetahuan mengenai model teks yang diajarkan. Siswa mulai memiliki kemampuan yang cukup untuk membuat teks yang mirip dengan model teks yang diajarkan. Dalam tahapan ini, siswa mulai mandiri dalam mengerjakan teks dan peran guru hanya mengamati siswa untuk penilaian. Kegiatan yang dapat dilakukan dalam tahapan ini antara lain: 1. Untuk meningkatkan kemampuan mendengarkan, siswa merespon teks lisan, menggaris bawahi teks, menjawab pertanyaan, dan lain-lain. 2. Untuk meningkatkan kemampuan mendengarkan dan berbicara, siswa bermain peran, melakukan dialog berpasangan atau berkelompok 3. Untuk meningkatkan kemampuan berbicara, siswa melakukan presentasi di depan kelas 4. Untuk meningkatkan kemampuan membaca, siswa merespon teks tertulis, menggaris bawahi teks, menjawab pertanyaan, dan lain-lain. 5. Untuk meningkatkan kemampuan menulis, siswa membuat draft dan menulis teks secara keseluruhan 5. Linking to related text Dalam tahapan ini siswa mengamati apa yang mereka sudah pelajari kemudian dihubungkan dengan teks lainnya yang sama atau serupa konteksnya. Siswa membandingkan penggunaan dari jenis-jenis teks yang dipelajari baik dalam lingkungan yang sama maupun yang berbeda. Melakukan roleplay dan mengamati apa yang terjadi jika teks yang sama digunakan oleh orang yang memilki hubungan dan peran berbeda. Siswa membandingkan perbedaan bahasa lisan dan tulisan. Kemudian siswa mengamati apakah ciri-ciri kebahasaan yang digunakan dalam teks yang dipelajari sama dengan jenis teks yang lainnya. Secara sederhana, berikut ini adalah contoh aplikasi kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan di dalam kelas menggunakan pendekatan berbasis teks dalam materi teks report. Tahap-tahap yang dilakukan adalah sebagai berikut: Building the context 1. Guru memberikan contoh model teks report menggunakan gambar, misalnya whale. 2. Siswa mempelajari tujuan dari teks report, yaitu untuk mendeskripsikan sesuatu secara umum melalui penelitian ilmiah. 3. Siswa mempelajari konteks teks report, yaitu siswa dapat menemukan teks dalam buku-buku ilmiah, film dokumenter, dan sebagainya. 4. Siswa membandingkan model teks report dengan teks yang lainnya. Misalnya membandingkan teks ”whales” dan ”spiders”. Modelling and deconstructing 1. Siswa mempelajari struktur atau pola dari teks report, yaitu general classification dan description. 2. Siswa mempelajari ciri-ciri dari teks report, yaitu menggunakan pola kalimat present tense untuk menceritakan fakta atau kebiasaan di masa sekarang. Selain itu juga teks ini menggunakan relating verbs misalnya “whales are sea living mammals.” 3. Siswa membandingkan model teks report dengan teks yang lainnya. Misalnya membandingkan teks lisan ”whale” dengan teks tertulis ”snakes”. Joint construction of the text 1. gambar hewan yang berbeda untuk setiap pasang. Tanpa melihat kartu temannya, siswa saling membelakangi kemudian saling bertanya mengenai ciri-ciri gambar hewan yang sedang dipegang oleh temannya. 2. Siswa duduk bertiga. Guru memberikan tiga teks lisan yang berbeda untuk setiap siswa. Setiap siswa mencatat informasi yang diperdengarkan. Kemudian siswa menyampaikan informasi yang didengarnya kepada dua teman yang lainnya yang mencatat informasi yang didengarnya. Siswa membandingkan informasi yang didapat dengan informasi dari temannya. 4. Independent construction of the text 1. Siswa menjawab pertanyaan berdasarkan teks yang diperdengarkan. 2. Siswa menjawab pertanyaan berdasarkan teks yang dibaca. 3. Siswa membuat draft dan menulis teks report. 4. Siswa mempresentasikan teks yang telah dibuatnya di depan kelas. Linking to related text. 1. Membandingkan teks report dengan teks descriptive yang memiliki persamaan, yaitu memiliki persamaan struktur kedua “description”. Namun memiliki perbedaan struktur pertama dari teks report adalah general classification, sementara struktur pertama dari teks descriptive adalah identification. 2. Siswa bermain peran: Salah satu siswa menjadi seorang ilmuwan, siswa yang lain menjadi wartawan. Mereka melakukan wawancara mengenai hewan “dolphin”. Peran lainnya adalah salah satu siswa menjadi orangtua, siswa yang lain menjadi anaknya. Mereka berdialog karena si anak ingin tahu tentang “computer”. Selesai bermain peran mereka membandingkan apa yang terjadi jika mereka memainkan dua peran yang berbeda peran dan hubungannya. Seperti yang sudah dibahas sebelumnya, pendekatan ini memfokuskan pada hasil pembelajaran dibandingkan dengan prosesnya. Salah satu kelemahannya adalah kurang menekankan kreatifitas siswa secara individu dan ekspresi personalnya. Penggunaan metode ini juga dapat membuat siswa jenuh karena pendekatan ini menekankan pengulangan-pengulangan, seperti yang sudah dijelaskan bahwa ada lima tahapan yang dilalui siswa untuk mempelajari satu jenis teks. Genre-based Approach merupakan model pembelajaran bahasa Inggris yang diterapkan di Indonesia. Berkaitan dengan hal ini, kesempatan guest lecturing gelombang II (3/11) dipakai untuk membahas model pembelajaran yang cukup krusial ini. Jurusan Pendidikan Bahasa Inggris FBS UNY lantas mengundang Prof. Dr. Azirah Binti Hashim dari University of Malaya. Dalam presentasinya, ia memaparkan teori-teori Genre-based Approach pada mahasiswa jurusan PBI semester 5 yang mengambil mata kuliah English Instructional Technology. Bahasan yang disampaikan di Ruang Seminar Gedung Kuliah I lantai 2 ini dibagi menjadi dua bagian besar. Yang pertama mencakup teori-teori Genre-based Approach, sementara bagian kedua menekankan pada prakteknya dalam pembelajaran. Antusiasme mahasiswa dapat terlihat dari hitungan acungan tangan yang berebut menyampaikan pertanyaan. Salah satunya berkenaan dengan pengaplikasian Genre-based Approach dalam proses belajar-mengajar. Menurut Profesor yang telah menelurkan banyak buku ini, Genre-based Approach yang bisa jadi sangat membosankan, bisa diatasi dengan menciptakan aktivitas pembelajaran yang inovatif. Tidak melulu membahas suatu teks secara berulang. Perkuliahan yang berlangsung pagi hingga siang hari ini tidak cukup hanya mendengarkan pemaparan dosen tetapi mahasiswa diajak pula untuk bersama-sama menganalisis jenis-jenis teks. Juga, mahasiswa secara berkelompok berpikir untuk merumuskan rencana pengajaran secara riil untuk satu jenis teks tertentu yang telah mereka tetapkan sendiri. (Yohana/HumasFBS) • • Hal hal yang perlu diperhatikan dalam Penyusunan RPP dan Rancangan Pembelajaran bahasa Inggris SMP dan SMA Posted by: aguswuryanto on: July 25, 2012 • In: Bahan Ajar | RPP bahasa Inggris • 6 Comments 6 Votes A. Pengantar Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) adalah rencana yang menggambarkan prosedur dan pengorganisasian pembelajaran untuk mencapai satu kompetensi dasar (KD) yang ditetapkan dan dijabarkan dalam silabus. Lingkup RPP paling luas mencakup satu KD yang terdiri atas sejumlah indikator untuk satu kali pertemuan atau lebih (Petunjuk Teknik Pengembangan RPP, Ditjen Pembinaan SMA, 2010). RPP dikembangkan dari silabus, dan silabus dikembangkan dari standar isi (SI) yang terdapat di dalam Permendiknas Nomor 22/2006. Tidak ada format baku yang disepakati untuk digunakan di sekolah secara nasional. Masing-masing sekolah dapat menggunakan format yang berbeda. Hal itu dimungkinkan karena dengan otonomi yang dimilikinya, yang tercermin dari diterapkannya Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), masing-masing sekolah dapat mengembangakan RPP dengan format yang dianggapnya cocok. Format RPP di atas merupakan salah satu contoh. Komponen RPP adalah (1) identitas, (2) standar kompetensi, (3) kompetensi dasar, (4) indikator, (5) materi ajar, (6) metode pembelajaran, (7) prosedur pembelajaran, (8) media pembelajaran, (9) sumber belajar, dan (10) penilaian. B. Identitas Identitas RPP meliputi: satuan pendidikan, kelas, semester, mata pela¬jaran, keterampilan berbahasa, genre, topik, pertemun ke-, dan alokasi waktu. Pencantuman unsur keterampilan berbahasa, genre, dan topik adalah pilihan (optional) – boleh dicantumkan dan boleh tidak dicantumkan. C. Standar Kompetensi Standar kompetensi (SK) merupakan kualifikasi kemam¬puan minimal peserta didik yang menggambarkan penguasaan pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang diharapkan dicapai pada setiap kelas dan/atau semester pada suatu mata pelajaran. SK diambil dari SI yang terdapat dalam Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006. Jenis genre (report, narrative dan analytical exposition) dapat ditulis semua seperti dalam contoh RPP di atas karena pada bagian “identitas” sudah disebutkan jenis genre-nya, yaitu analytical exposition. Bila pada bagian “identitas” tidak disebutkan jenis genre-nya, pada bagian SK cukup ditulis salah satu jenis genre, yaitu analytical exposition agar pembaca tahu bahwa jenis genre yang dikembangkan adalah analytical exposition. D. Kompetensi Dasar Kompetensi dasar (KD) adalah sejumlah kemampuan yang harus dikuasai peserta didik dalam mata pelajaran ter¬tentu sebagai rujukan penyusunan indikator kompe¬tensi dalam suatu pelajaran. Sebagaimana SK, KD juga diambil dari SI yang terdapat dalam Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006. Jenis genre (report, narrative dan analytical exposition) dapat ditulis semua seperti dalam contoh RPP di atas karena pada bagian “identitas” sudah disebutkan jenis genre-nya, yaitu analytical exposition. Bila pada bagian “identitas” tidak disebutkan jenis genre-nya, pada bagian SK cukup ditulis salah satu jenis genre, yaitu analytical exposition agar pembaca tahu bahwa jenis genre yang dikembangkan adalah analytical exposition. E. Indikator Indikator kompetensi adalah perilaku yang dapat diukur dan/atau diobservasi untuk menunjukkan ketercapaian kompetensi dasar tertentu yang menjadi acuan pengembangan materi ajar dan penilai¬an mata pelajaran. Indikator pencapaian kompetensi dirumuskan dengan menggunakan kata kerja opera¬sional yang dapat diamati dan diukur. Dalam merumuskan indikator perlu diperhatikan beberapa ketentuan sebagai berikut: 1. Rumusan indikator harus relevan dengan KD-nya; 2. Indikator harus dirumuskan dalam jumlah yang cukup untuk menunjukkan ketercapaian kompetensi minimal dalam KD; 3. Indikator dirumuskan dengan menggunakan kata kerja operasional yang dapat diamati dan diukur; 4. Setiap satu rumusan indikator hanya memuat satu perilaku; 5. Rumusan indikator dibedakan dengan rumusan dalam penilaian. Kesalahan umum yang sering dibuat oleh guru dalam merumuskan indikator (dari suatu kompetensi dasar) adalah sebagai berikut. 1. Rumusan indikator tidak relevan dengan rumusan kompetensi dasarnya; 2. Indikator dirumuskan secara tidak memadai dalam jumlah; 3. Rumusan indikator tidak terkait dengan kegiatan pembelajaran bahasa; 4. Terdapat lebih dari satu perilaku dalam satu rumusan indikator; 5. Indikator dirumuskan dengan menggunakan kata kerja yang tidak terukur; 6. Guru tidak dapat membedakan antara rumusan indikator dan bahasa evaluasi. Berikut ini diberikan beberapa contoh indikator yang kurang tepat, yang dirumuskan oleh guru. 1. Memahami makna teks bacaan naratif (kata kerja yang tidak operasional dan tidak terukur); 2. Mengisi titik-titik dengan kata atau frasa yang tepat (bahasa evaluasi); 3. Menyebutkan dan menjelaskan makna ungkapan (mengandung dua perilaku); 4. Menyebutkan langkah-langkah membuat nasi goreng (di luar kegiatan bahasa); 5. Menjelaskan fungsi sosial teks deskriptif (kognitif teoretik). Di bawah ini diberikan contoh rumusan indikator yang benar untuk empat keterampilan berbahasa, khususnya untuk teks monolog yang panjang (longer monologue texts). Untuk jenis teks lain, seperti teks interpersonal, teks transaksional, dan teks fngsional pendek, rumuan indikatornya (bisa) berbeda. 1. Listening 1. Menunjukkan gagasan utama (main idea) suatu teks; 2. Menentukan tujuan teks; 3. Menyebutkan informasi rinci dalam teks, baik yang tersirat maupun tersurat; 4. Menjelaskan makna kata atau ungkapan tertentu dalam teks; 5. Menunjukkan respons yang tepat sesuai dengan tuntutan dalam teks; 6. Memanfaatkan peranti kohesi (cohesive devices) untuk menjelaskan hubungan antar elemen dalam teks. 2. Reading 1. Menunjukkan gagasan utama (main idea) suatu teks; 2. Menentukan tujuan teks atau penulis; 3. Menyebutkan informasi rinci dalam teks, baik yang tersirat maupun tersurat; 4. Menjelaskan makna kata atau ungkapan tertentu dalam teks; 5. Menjelaskan rujukan (reference) yang ada dalam teks; 6. Memanfaatkan peranti kohesi (cohesive devices) untuk menjelaskan hubungan antar elemen dalam teks. 3. Speaking 1. State the main idea of the speech; 2. Provide supporting details of the topic/idea; 3. Use appropriate words, phrases, or utterences to express the idea; 4. Use certain language system (grammar) to make well-formed utterances; 5. Make use of appropriate cohesive devices to cretae a well-organized speech; 6. Use appropriate gestures to accomplish the purpose of the speech; 7. Perform acceptable pronunciation to express understandable utterences. 4. Writing 1. Express the main idea of the text; 2. Provide supporting details of the topic/idea; 3. Use appropriate words and phrases to express the idea; 4. Use certain language system (grammar) to make well-formed sentences; 5. Make use of appropriate cohesive devices to create a well-organized text; 6. Use appropriate mechanics to accomplish the purpose of the speech. Indikator-indikator di atas tidak disusun secara acak (randomly arranged) melainkan disusun secara logis dengan mengikuti hukum alam (sunnatullah) yang didasarkan pada psikologi gestalt. Oleh karena itu, tidak logis (dan tidak direkomendasikan) apa bila ada guru menempatkan indikator nomor 3.g (pronunciation pada speaking) pada urutan pertama, menggantikan butir 3.a. (main idea). Indikator dapat dirumuskan dengan mempertimbangkan minimal dua sumber praktis, yaitu keterampilan mikro/makro berbahasa (Brown, H. Douglas. 2004. Language Assessment:Principles and Classroom Prctice. New York: Longman, halaman 121-122, 142-143, 187-188, dan 221) dan standar kompetensi lulusan (SKL) yang dikeluarkan oleh pemerintah menjelang ujian nasional (UN), di samping mematuhi hakikat berbahasa yang terdapat dalam teori berbahasa mutakhir (dengan pendekatan komunikatif). F. Materi Ajar Secara umum materi ajar memuat fakta, konsep, prinsip, dan pro¬sedur yang relevan, dan ditulis dalam bentuk butir-butir sesuai dengan rumusan indikator pencapaian kompe¬tensi. Khusus dalam pembelajaran bahasa Inggris, materi ajar untuk keterampilan reseptif (listening dan reading) berbentuk teks yang diikuti dengan sejumlah exercises yang relevan dengan rumusan indikator. Untuk materi ajar bahasa yang bersifat produktif (speaking dan writing), materi ajar berupa the expected texs yang dibuat oleh guru atau yang diambil dari sumber tertentu, yang diikuti dengan langkah-langkah yang dilakukan untuk menghasilkan teks tersebut. Di samping itu, materi ajar juga memuat penjelasan teoretis secara singkat yang terkait dengan isi indikator kompetensi. Untuk reading comprehension, misalnya, materi juga memuat penjelasan tentang bagaimana cara menemukan main idea dalam suatu teks atau paragraf, menunjukkan reference dalam suatu teks, dan menjelaskan makna ungkapan dalam teks. Materi ajar tersebut hendaknya diambil dari berbagai sumber pembelajaran yang variatif dan up to date. Materi ajar dapat ditempatkan langsung pada bagian “Materi Ajar” (bila volumenya tidak terlalu besar), tapi dapat pula ditempatkan pada lampiran tersendiri (bila volumenya terlalu besar) yang merupakan bagian tak terpisahkan dari RPP. Pada bagian “Materi Ajar” disebutkan bahwa materi terlampir. Kesalahan umum yang dibuat oleh para guru adalah sebagai berikut, khususnya untuk RPP reading. Pada bagian “Materi Ajar” guru menuliskan: (1) lihat LKS, atau (2) teks (recount), tanpa menunjukkan teks-nya, atau (3) teks (recount), dengan menunjukkan teks-nya tetapi tidak menyertakan exercisenya, atau (4) teks (recount), dengan menunjukkan teks-nya yang diikuti dengan sejumlah exercise tetapi tidak ada penjelasan tentang bagaimana exercise tersebut diselesaikan (penjelasan teoretis). G. Metode Pembelajaran Metode pembelajaran digunakan oleh guru untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembela¬jaran agar peserta didik mencapai kompetensi dasar melalui seperangkat indikator yang telah ditetapkan. Pemi¬lihan metode pembelajaran disesuaikan dengan situ¬asi dan kondisi peserta didik, serta karakteristik dari setiap indikator dan kompetensi yang hendak dicapai pada setiap mata pelajaran. Lepas dari berbagai istilah yang berbeda-beda yang ada dalam literatur, seperti approach, method, technique, strategy, model, dan lain sebagainya, disarankan agar pada bagian “Metode Pembelajaran” guru menuliskan nama metode yang jumlahnya hanya satu, yang tidak bersifat terlalu umum (pendekatan komunikatif, misalnya) dan terlalu spesifik (tanya jawab, misalnya). Pemilihan “metode pembelajaran” hendaknya yang mengandung langkah-langkah tertentu, yang akan direalisasikn dalam bagaian “Prosedur Pembelajaran”. Contoh nama metode yang dimaksud antara lain adalah inquiry-based teaching, role play, jig-saw, focus group discussion, problem-based learning, dan project-based learning. Kesalahan umum yang dibuat oleh guru pada bagian ini adalah menuliskan (1) nama “metode” yang terlalu umum, yang tidak memiliki langkah-langkah yang konkret – seperti communicative approach, contextual teaching and learning, dan cooperative learning; atau (2) nama “metode” yang terlalu spesifik, yang juga tidak mengimplikasikan adanya langkah-langkah pembelajaran – seperti ceramah, tanya jawab, demonstrasi, drilling, dan diskusi kelompok; atau (3) nama “metode” yang sebenarnya merupakan tahapan pembelajaran – seperti three phase technique. H. Prosedur Pembelajaran Pada bagian ini guru menuliskan prosedur pembelajaran yang pada umumnya terdiri atas tiga fase utama, yaitu pendahuluan, kegiatan inti, dan penutup. Fase pendahuluan dan penutup terdiri atas sejumlah langkah yang jenis dan jumlahnya relatif sama untuk hampir semua jenjang pendidikan dan mata pelajaran (lihat contoh RPP pada bagian 1 di atas). Pendahuluan merupakan kegiatan awal dalam suatu pertemuan pembelajaran yang ditujukan un¬tuk membangkitkan motivasi dan memfokuskan perhatian peserta didik untuk berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran. Penutup merupakan kegiatan yang dilakukan un¬tuk mengakhiri aktivitas pembelajaran yang dapat dilakukan dalam bentuk rangkuman atau kesimpul¬an, penilaian dan refleksi, umpan balik, dan tindak lanjut. Yang membedakan antara jenjang pendidikan satu dengan yang lain dan mata pelajaran satu dengan yang lain adalah pada kegiatan inti. Di dalam Permendiknas Nomor 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses dinyatakan bahwa “Kegiatan inti menggunakan metode yang disesuai-kan dengan karakteristik peserta didik dan mata pela¬jaran, yang dapat meliputi proses eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi”. Namun demikian, kegiatan inti harus mengakomodasi prinsip pembelajaran yang memberdayakan peserta didik. Dikatakan bahwa “Pelaksanaan kegiatan inti merupakan proses pem¬belajaran untuk mencapai KD yang dilakukan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, me¬motivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativi¬tas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik”. Langkah-langkah dalam kegiatan inti hendaknya mencerminkan metode pembelajaran yang telah ditulis pada bagian “metode pembelajaran”. Sebagai ilustrasi, apabila metode yang dipilih adalah role play, langkah-langkah dalam kegiatan inti harus merupakan langkah-langkah dalam role play. Yang diperlukan oleh guru (juga oleh kita sebagai fasilitator) adalah memperkaya diri dengan pengetahuan tentang “metode-metode” pembelajaran tersebut. Kesalahan umum yang terjadi saat ini adalah bahwa kegiatan inti terdiri atas tiga tahap pembelajaran yang disebut eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi tanpa memandang keterampilan berbahasa dan kompetensi yang hendak dikembangkan. Konon sumber kesalahan tersebut adalah “instruksi” para pengawas yang didasarkan pada Permendiknas No 41 Tahun 2007, yang sebenarnya tidak mewajibkan hal itu. Dalam kaitannya dengan tahap-tahap pembelajaran dalam kegiatan inti (seperti eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi), kita memiliki pengalaman, seperti “pre-reading, while-reading, dan post-reading”, “pattern, practice, production”, “exposure, generalization, reinforcement, application”. Bahkan saat ini kita juga memiliki “genre-based approach” yang terdiri atas tahapan “building knowledge of the field, modelling of the text, joint construction of the text, independent construction of the text”. I. Media Pembelajaran Media pembelajaran dipilih dan digunakan untuk memperlancar jalannya pembelajaran. Contoh media pembelajaran adalah LCD projector, layar, netbook, gambar, foto, dan lain sebagainya. Pemilihan media pembelajaran disesuaikan dengan kebutuhan. J. Sumber Belajar Sumber belajar berupa referensi atau sumber lain yang menjadi rujukan pengembangan RPP. Disarankan bahwa sumber belajar bersifat variatif dalam jenis (materi cetak, materi rekaman, materi audio-visual, realia, dll.) dan up to date. Pemilihan sumber belajar disesuaiakan dengan kebutuhan. K. Penilaian Dalam konteks ini, ada dua macam penilaian, yaitu penilaian formatif (assessment for learning) dan penilaian sumatif (assessment of learning). Penilaian formatif adalah penilaian yang dilaksanakan pada saat proses belajar mengajar berlangsung. Fungsinya adalah untuk (1) memonitor kemajuan belajar siswa, (2) memberikan feedback berdasarkan hasil monitoring tersebut, dan (3) mengoreksi kesalahan siswa, bila ada. Kegiatan-kegiatan pada butir (1) – (3) tersebut dipandu oleh “indikator” kompetensi pembelajaran. Teknik yang digunakan dapat berupa pengamatan, wawancara, unjuk kerja, portofolio, dan lain sebagainya. Penilaian formatif TIDAK HARUS menghasilkan angka/nilai. Bila guru menghendaki adanya angka/nilai, guru dapat melakukannya dengan menggunakan format anecdotal records. Pada pertemuan-pertemuan awal pembelajaran, sebaiknya guru menggunakan jenis penilaian formatif ini. Penilaian sumatif adalah jenis penilaian yang dilaksanakan untuk mengukur ketercapaian kompetensi pembelajaran oleh peserta didik, sebagaimana ditunjukkan dalam bagiaan “indikator”; dan oleh karena itu, target penilaian ini adalah diperolehnya indeks prestasi siswa yang berupa nilai. Teknik penilaian yang lazim digunakan adalah tes, yang diberikan paling tidak pada setiap akhir pembelajaran suatu KD. Di dalam bagian “Penilaian”, guru hendaknya menuliskan butir-butir yang terkait dengan pelaksanaan penilaian, yang mencakupi minimal (1) jenis penilaian, (2) teknik penilaian, (3) alat penilaian – bila sumatif, (4) kunci jawaban – bila sumatif, dan (5) rubrik penilaian – bila sumatif. REFERENSI Brown, H. Douglas. 2004. Language Assessment:Principles and Classroom Prctice. New York: Longman. Petunjuk Teknik Pengembangan RPP. 2010. Jakarta: Ditjen Pembinaan SMA, Ditjen Mandikdasmen, Kementrian Pendidikan nasional. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi. Surakarta, 11 Agustus 2011

0 komentar:

Posting Komentar

Popular Posts