Senin, 29 Desember 2014

contoh jurnal

ABSTRAK Tesis ini berjudul STUDI TENTANG KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH PADA SMAN 1 TASIKMALAYA DALAM PENINGKATAN MUTU, Adam Wahid Pramulyana, NIM. 82321213062. Peran kepemimpinan kepala sekolah memegang kedudukan penting dalam peningkatan mutu pendidikan. SMAN 1 Tasikmalaya yang merupakan salah satu lembaga pendidikan lanjutan tertua di Kota Tasikmalaya dan memiliki segudang prestasi dan mutu pendidikan yang cukup tinggi. Pencapaian tersebut merupakan suatu hal yang cukup menarik untuk diteliti. Hal ini berkaitan erat dengan peran kepemimpinan kepala sekolah dengan indikasi adanya fungsi EMASLIM (edukator, manajer, administrator, supervisor, leader, inovator dan motivator) yang cukup baik di SMAN 1 Tasikmalaya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran peran kepala sekolah berkaitan dengan fungsi EMASLIM tersebut. Metode penelitian yang digunakan adalah deskriftif kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Pengumpulan data dilakukan melalui waancara dan studi dokumentasi. Data yang berhasil dikumpulkan ditriangulasi dan direduksi sehingga menghasilkan kesimpulan. Peran kepemimpinan kepala sekaolah sebagai EMASLIM di SMAN 1 Tasikmalaya telah berjalan dengan baik, dengan adanya berbagai bentuk usaha menanamkan nilai-nilai positif di lingkungan sekolah, adanya tim pengembang yang dibentuk sebagai tim research and development, keikutsertaan dalam berbagai bentuk kompetisi dan pelatihan terkait peningkatan mutu dan kualitas pendidikan SMAN 1 Tasikmalaya. Selain dari pada itu dalam pengelolaan kesiswaan, sarana dan prasarana dilaksanakan secara terprogram dan terperinci sehingga kelemahan dan kekuatan dapat diinventarsir dengan baik yang memungkinkan perencanaan program ke depannya akan lebih baik. Namun disisi lain masih timbul kendala antar personal di lingkungan SMAN 1 Tasikmalaya, diantaranya adanya miss communication dan pengawasan juga pengarahan tugas pokokdan fungsi dari tiap bagian organisasi di SMAN 1 Tasikmalaya. A. Pendahuluan Dewasa ini muncul berbagai konsep mengenai kepemimpinan kepala sekolah yang ideal dalam memimpin lembaganya, diantaranya yaitu konsep kepala sekolah sebagai EMASLIM. EMASLIM sendiri merupakan akronim dari Educator, Manajer, Administrator, Suvervisor, Leader, Inovator dan Motivator. Dengan kata lain kepala sekolah harus memadai di segala bidang, baik secara administratif atupun dalam pengelolaan sumberdaya yang dimiliki lembaganya. Kepemimpinan kepala sekolah menjadi suatu hal yang menarik untuk diteliti, apalagi dikaitkan dengan fungsi otonom sekolah dan manajemen berbasis sekolah. Dalam kondisi ini kepala sekolah dituntut memiliki kecakapan yang memadai demi kemajuan sekolah yang dipimpinnya. Begitu halnya dengan SMAN 1 Tasikmalaya yang merupakan salah satu sekolah lanjutan pilihan di kota Tasikmalaya. Tingginya minat siswa sekolah menengah pertama di kota Tasikmalya dan sekitarnya untuk menempuh pendidikan di SMAN 1 Tasikmalaya, memberikan tanggung jawab yang besar pula terhadap para pengelolanya. Selain dari tingginya minat siswa untuk melanjutkan pendidikan, juga begitu banyak prestasi yang melekat di SMAN 1 Tasikmalaya yang harus dipertahankan dan mungkin harus ditingkatkan. Di tahun 2013, di bidang akademik SMAN 1 Tasikmalaya sudah memenangkan berbagai kejuaraan, antara lain Olimpiade Sains Bidang Kimia, Bidang Ekonomi, Fisika, Kebumian..belum lagi prestasi non akademiknya seperti Walikota Cup Silat Perisai Diri, Kejuaraan Bridge, dan Olimpiade Olah Raga Siswa dan Wajib Belajar 2013 Tingkat Kota Tasikmalaya. Menurut Bp H Pipin Aripin, S.Pd., M.MPd. selaku kepala sekolah, kualitas dan prestasi siswa tersebut dihasilkan dari proses seleksi masuk yang ketat serta proses bimbingan dan belajar mengajar yang diberikan oleh bapak ibu guru yang memiliki dedikasi tinggi. SMAN 1 Tasikmalaya ini juga memiliki pengajar bergelar doktor bidang Matematika beliau adalah Dr. Yonandi, S.Si, M.T Sebagai sekolah yang berciri khas memiliki peserta didik yang sangat aktif dalam kegiatan ekstrakurikuler, berjiwa entrepreneurship, leadership, kreatif, inovatif, mandiri, agamis dan santun tidak heran memang jika sekolah ini akan semakin banyak menghasilkan siswa-siswi yang berkualitas. Hal ini memerlukan pemimpin yang yang kompeten sehingga segala hal baik yang tersemat di SMAN 1 Tasikmalaya dapat dijaga dan ditingkatkan. Penelitian ini ditujukan Untuk memperoleh gambaran yang jelas tentang ruang lingkup penelitian, yaitu bagaimana peran kepemimpinan Kepala Sekolah di SMAN 1 Tasikmalaya sesuai dengan karakter EMASLIM (Educator, Manager, Administrator, Suvervisor, Leader, Inovator dan Motivator) Istilah EMASLIM pertama kali muncul berdasarkan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia No. 489 Tahun 1992 pasal 7 ayat 1 yang menyebutkan bahwa tugas dan fungsi kepala sekolah adalah sebagai educator, manajer, administrator, supervisor, leader, innovator dan motivator. Tugas dan fungsi tersebut merupakan rangkaian yang lebih spesifik di samping tugas-tugas yang lebih luas dalam totalitas kepemimpinan pada lembaga pendidikan. Nurkolis (2003:119) menyatakan : Pada tingkat sekolah, kepala sekolah sebagai figure kunci dalam mendorong perkembangan dan kemajuan sekolah. Kepala sekolah tidak hanya meningkatkan tanggung jawab dan otoritasnya dalam program-program sekolah, kurikulum dan keputusan personel, tetapi juga memiliki tanggungjawab untuk meningkatkan akuntabilitas keberhasilan siswa dan programnya. Kepala sekolah harus pandai memimpin kelompok dalam pendelegasian tugas dan wewenang. Dalam posisinya sebagai kepala sekolah, maka kemampuannya harus dapat ditonjolkan untuk memimpin sekolah,sebab dengna segala kompleksitas permasalahan yang dihadapinya, kepala sekolah dituntut memiliki kemampuan profesiaonalisme yang lengkap. Wahjusumidjo (2003:81) menyatakan bahwa Kepala sekolah yang berhasil apabila mereka memahami keberadaan sekolah sebagai organisasi yang kompleks dan unik, serta mampu melaksanakan peranan kepala sekolah sebagai seseorang yang diberi tanggung jawab dalam memimpin sekolah. Dari pengertian diatas memiliki pengertian bahwa organisasi yang kompleks yaitu organisasi yang didalamnya terdapat berbagai dimensi yang saling berkaitan dan menentukan, sedangkan unik adalah bentuk organisasi yang berbeda dengan organisasi lainnya dengan cirri-ciri yang tidak dimiliki organisasi lainnya diantaranya yaitu adanya proses belajar mengajar dan tempat mewariskan nilai-nilai serta kebudayaan. Sebagaimana disebutkan terdahulu, tugas dan fungsi kepala sekolah bersifat kompleks. Selain itu kepala sekolah harus memiliki visi dan misi dalam memimpin sekolahnya yang harus bisa di aktualisasikan dalam kehidupan organisasinya. Dalam mewujudkan semua itu kepala sekolah memiliki tugas yaitu sebagai berikut : 1. Edukator, yaitu kepala sekolah berperan sebagai seorang pendidik baik bagi tenaga kependidikan yang ada disekolah maupun para peserta didik. 2. Manajer, yaitu kepala sekolah harus mampu memanajemen segala sumber daya yang ada di sekolah dalam pencapaian visi dan misinya. 3. Administrator, yaitu kepala sekolah harus mampu melakukan administrasi di bidang pendidikan di sekolahnya. 4. Supervisor, yaitu kepal sekolah harus bisa memberikan supervisi terhadap bawahannya dalam hal pelaksanaan pendelegasian tugas dan wewenang di sekolahnya. 5. Leader, yaitu kepala sekolah harus menjadi pemimpin yang baik bagi bawahnnya, yang mampu mengembangkan jiwa kepemimpinan sehingga mampu menjadi contoh atau teladan bagi bawahnnya. 6. Inovator, yaitu kepala sekolah harus mampu memberikan inovasi dalam menyesuaikan sekolahnya dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan tuntutan zaman. 7. Motivator, yaitu kepala sekolah mampu memberikan dorongan terhadap seluruh elemen organisasi sekolah dalam meningkatkan kinerja dan pencapaian tujuan dari visi misi sekolah. Edukator Kemampuan yang dimiliki kepala sekolah dalam perannya sebagai educator dapat dikembangkan dalam pembinaan mental para guru yang berkaitan dengan sikap batin dan watak. Dalm hal ini kepala sekolah harus mampu menciptakan iklim yang kondusif agar setiap tenaga pendidik dapat melaksanakan tugas dengan baik secara proporsional dan professional. Pembinaan mental yang dimaksud adalah pembinaan para guru berkaitan dengan sikap, perasaan dan karakter mereka. Hal ini dapat dikembangkan melalui sentuhan pendidikan. Yang dimaksud dengan sentuhan pendidikan adalah memberikan sikap yang patut diteladani bukan hanya terpaku pada ucapan, pidato atau nasehat saja. Selain daripada keteladanaan dalam sikap, fungsi educator juga dapat tercipta berdasarkan pada pengalaman kepala sekolah, dikarenakan dengan pengalaman akan mempengaruhi profesionalisme seorang kepala sekolah. Berkaitan dengan hal tersebut Mulyasa (2009:100) menyatakan : Sebagai educator kepala sekolah harus senantiasa berupaya meningkatkan kualitas pembelajaran yang dilakukan oleh para guru. Dalam hal ini faktor pengalaman akan sangat mempengaruhi profesionalisme kepala sekolah terutama dalam membentuk pemahaman tenaga kependidikan terhadap pelaksanaan tugasnya. Pengalaman semasa menjadi guru, menjadi wakil kepala sekolah atau menjadi anggota organisasi kemasyarakatan sangat mempengaruhi kemampuan kepala sekolah dalam melaksanakan pekerjaannya, demikian halnya dengan penataran dan pelatihan yang pernah diikutinya. Dengan demikian pengalaman yang dimiliki seorang kepala sekolah dapat dijadikan landasan penegtahuan untuk meningkatkan profesionalisme di lingkungan sekolah yang dipimpinnya. Selain daripada itu fungsi educator kepal sekolah secara luas diartikan sebagai usaha membina, membimbing dan mendidik guru, staf pegawai serta seluruh siswa bahakan komite sekolah yang behubungan langsung dengan sekolah. Pendidik juga pada hakekatnya adalah sebagai contoh model atau teladan yang diperankan oleh kepala sekolah untuk dapat ditiru oleh warga sekolah untuk mencapai terciptanya pendidikan yang bermutu. Berkaitan dengan fungsi kepala sekolah sebagai educator Mulyasa (2009:100) mendeskripsikan sebagai berikut : 1. Mengikutsertakan guru-guru dalam penataran-penataran untuk menambah wawasan mereka, juga member kesempatan bagi para guru untuk meningkatkan pendidikan melalui jalur formal ke jenjang yang lebih tinggi 2. Kepala sekolah harus berusaha menggerakan tim evaluasi hasil belajar peserta didik untuk lebih giat bekerja, kemudian hasilnya diumumkan secara terbuka. 3. Menggunakan waktu belajar secara efektif di sekolah , dengan cara mendorong para guru untuk memulai dan mengakhiri pelajaran sesuai waktu yang telah ditentukan, serta memanfaatkannya secara efektif dan efisien untuk kepentingan pembelajaran. Sedangkan Marno dan Supriyatno (2008:37 ) menyatakan fungsi educator kepala sekolaha adalah sebagai berikut : 1. Prestasi sebagai guru mata pelajaran. Seorang kepala sekolah dapat melaksanakan program pembelajaran dengan baik, dapat membuat proca, kisi-kisi soal, analisa soaldan dapat melakukan program perbaikan dan pengayaan. 2. Kemampuan membimbing guru dalam tugasnya. 3. Mampu memberikan alternatif pembelajaran yang efektif. 4. Kemampuan dalam membimbing karyawan dalam tugasnya sebagai tatausaha, pustakawan, laboratorium dan bendaharawan. 5. Kemampuan membimbing stafnya untuk lebih berkembang terkait pribadi dan profesinya. 6. Kemampuan membimbing macam-macam kegiatan kesiswaan. 7. Kemampuan belajar mengikuti perkembangan IPTEK dalam forum diskusi, bahan referensi dan mengikuti perkembangan ilmu melalui media elektronika. Berdasarkan pada pengertian pendidikan tersebut memberikan indikasi bahwa proses pendidikan di samping secara khusus dilaksanakan melalui sekolah, dapat juga diselenggarakan di luar sekolah, yaitu keluarga dan masyarakat. Lebih jauh dapat juga dipahami bahwa seorang pendidik tersebut harus benar-benar mengetahui teori-teori dan metode dalam pendidikan tersebut. Kepala sekolah sebagai seorang pendidik harus mampu menanamkan, memajukan dan meningkatkan paling tidak empat macam nilai, yaitu: (1) nilai mental, nilai yang berkaitan dengan sikap bathin dan watak manusia, (2) nilai moral yang berkaitan dengan hal-hal ajaran baik dan buruk mengenai perbuatan, sikap dan kewajiban atu moral yang diartikan sebagai ahklak, budipekerti, dan kesusilaan, (3) nilai fisik hal-hal yang berkaitan dengan kondisi jasmani atau badan, kesehatan atau penampilan manusia secara lahiriah, dan (4) nilai artistik yang berkaitan dengan kepekaan manusia terhadap seni dan keindahan (Mulyasa:2009:99). Manajer Manajemen adalah suatu bentuk proses dari ruang lingkup pekerjaan seorang manajer dalam merencanakan program dan dikerjakan bersama dalam suatu grup demi mencapai tujuan secara efektif dan efisien. Jadi dapat disimpulkan bahwa sebagai seorang manajer harus mampu mendorong terciptanya pekerjaan yang teratur dengan fungsi merencanakan, mengorganisasikan atau membentuk tim penggerak pekerjaan, pengarahan dan pengawasan. Oleh karena itu manajemen pendidikan akan berjalan dengan baik apabila digerakan oleh manajer yang professional di sekolah, manajer tersebut dapat mendelegasikan tugas dan kewenangan dengan baik terhadap wakil-wakilnya tanpa kehilangan fungsinya sebagai pimpinan. Berkaitan dengan fungsi manajemen pendidikan Mulyasa (2009:103) menyatakan : Dalam rangka melakukan fungsinya sebagai manajer, kepala sekolah harus memiliki strategi untuk memberdayakan tenaga kependidikan melalui kerja sama atau koopratif, member kesempatan kepada para tenaga kependidikan untuk meningkatkan profesinya dan mendorong keterlibatan seluruh tenanga kependidikan dalam menunjang program sekolah. Strategi pelaksanaan tugas dan fungsi kepala sekolah sebagai manager di sekolah ditetapkan melalui pemberdayaan tenaga yang ada, mulai dari tenaga guru, pegawai, tenaga honorer, komite sekolah dan siswa. Sebagai kepala sekolah pemberdayaan yang dimaksud adalah memanfaatkan potensi, keahlian dan keterampilan yang dimiliki oleh para unsur pelaksana dan pendukung pendidikan yang ada di sekolah dalam program pembangunan di segala sektor dengan memberikan kepercayaan kepada mereka untuk ikut andil bagian adalam pelaksanaan program secara positif. Hal ini dalam rangka mewujudkan visi dan misi yang telah ditentukan dengan berfikir analitik dan konseptual sehingga dapat memberikan kepuasan kerja secara bersama. Selanjutnya Mulyasa (2009:106) secara garis besar menyatakan fungsi kepala sekolah sebagai manajer adalah sebagai berikut : 1. Kemampuan menyusun program sekolah. 2. Kemampuan menyusun organisasi personalia sekolah. 3. Kemampuan memberdayakan tenaga kependidikan. 4. Kemampuan mendayagunakan sumber daya sekolah. Sejalan dengan hal tersebut Marno dan Supriyatno (2008:37) memberikan penjelasan kepala sekolah sebagai manjer adalah sebagai berikut : 1. Kemampuan menyusun program secara sistematik, periodik dan kemampuan melaksanakan program yang telah dibuatnya secara skala prioritas. 2. Kemampuan menyusun organisasi personal dengan uraian tugas sesuai dengan standar yang ada. 3. Kemampuan menggerakan stafnya dan sumber daya yang ada, serta lebih lanjut memberikan acuan yang dinamis dalam kegiatan rutin dan temporer. Dari berbagai pemahaman di datas maka dapat disimpulkan secara garis besar tugas seorang kepal sekolah sebagai manajer pendidikan adalah sebagai berikut : 1. Perencanaan, yaitu menyusun program kerja yang akan dilaksanakan oleh seluruh warga sekolah, meliputi : program jangka pendek, program jangka menengah danmenyusun program jangka panjang. Program kerja tersebut disusun secara sistematis dan dijadikan pedoman bagi tenaga kependidikan dan staf pegawai dalam melaksanakan tugasnya. 2. Pengorganisasian, yaitu untuk melaksanakan secara baik program kerja yang telah disusun sebelumnya, maka diperlukan pengorganisasian kerja atau pembagian tugas. Dalam hal ini diperlukan objektivitas seorang manajer dalam menentukan siapa saja yang kompeten untuk melaksanaan tugas yang telah diprogramkan. Tugas dan pekerjaan tersebut harus diikuti dengan penyesuaian sumber daya yang diperlukan. 3. Menggerakan, yaitu kepala sekolah harus mampu menggerakan seluruh staf, guru dan komite sekolah dalam kegiatan sekolah, tentu manajer harus berperan sebagai contoh. Kepala sekolah harus bersifat mendorong, memotivasi agar seluruhnya terlibat berpartisipasi, dengan mengedepankan sifat demokratis, asas mufakat, asa kesatuan, asas keakraban dan saling tenggang rasa. Jadi kepala sekolah sebagai manajer merupakan motor penggerak, dan menentukan arah kebijakan sekolah, yang akan menentukan bagaimana tujuan-tujuan sekolah dan pendidikan pada umumnya dapat direalisasikan. Sehubungan dengan hal tersebut, maka kepala sekolah dituntut untuk mampu memberdayakan segala sumberdaya dalam rangka meningkatkan efektifitas kinerjanya. Dengan demikian manajemen pendidikkan akan dapat memberikan hasil yang memuaskan. Kinerja kepemimpinan kepala sekolah sebagai manajer adalah segala upaya yang dilakukan dan hasil yang dapat dicapai oleh kepala sekolah di sekolahnya untuk mewujudkan tujuan pendidikan secara efektif dan efesien Administrator Bidang tugas dan aktifitas seorang administrator meliputi kegiatan administrasi, begitu halnya dengan tugas administrator kepala sekolah yaitu : Administrasi kepegawaian, Administrasi kesiswaan, Administrasi kurikulum, Administrasi keuangan, Administrasi perpustakaan, Administrasi sarana, Administrasi perlengkapan dan peralatan, Administrasi jasa, Administrasi tata usaha , Administrasi program dan Administrasi komite sekolah (hubungan kemasyarakatan) Berkaitan dengan tugas administrasi kepala sekolah Mulyasa (2009:107) menyatakan : Kepala sekolah sebagai administrator memiliki hubungan yang sangat erat dengan berbagai aktivitas pengelolaan administrasi yang bersifat pencatatan, penyusunan dan pendokumenan seluruh program sekolah. Secara spesifik, kepala sekolah harus memiliki kemampuan untuk mengelola kurikulum, administrasi peserta didik, mengelola administrasi personalia, mengelola administrasi sarana dan prasarana, mengelola administrasi kearsipan dan mengelola administrasi keuangan. Sejalan dengan hal di atas Marno dan Supriyatno (2008:38) mengemukakan fungsi administrator kepala sekolah adalah sebagai berikut : 1. Kemampuan mengelola semua perangkat kegiatan belajar mengajar secara sempurna dengan bukti data administrasi yang akurat. 2. Kemampuan mengelola administrasi kesiswaan, ketenagaan, keuangan, sarana dan prasarana dan administrasi persuratan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Jadi dari berbagai pengertian di atas maka kepala sekolah sebagai administrator merupakan suatu kondisi kepala sekolah melakukan tata kelola sumber daya yang berkaitan dengan lembaga sekolah yang dipimpinnya, baik dari tenaga kependidikan, staf, peserta didik sampai dengan hubungan kemasyarakatan. Tata kelola tersebut bersifat pendokumentasian segala kegiatan yang berkaitan dengan penggunaan sumber daya dalam rangka mencapai tujuan dari visi misi yang telah ditetapkan. Secara lebih jelas administrasi sekolah adalah suatu proses yang terdiri dari usaha mengkreasi, memelihara, menstimulir, dan mempersatukan semua daya yang ada pada suatu lembaga pendidikan agar dapat mencapai tujuan yang telah ditentukan dulu. Cakupan dari administrasi sekolah adalah meliputi: (1) pengembangan pengajaran dan kurikulum, (2) pengelolaan kesiswaan, (3) mengelola personalia sekolah, (4) mengelola gedung dan perlengkapan sekolah, (5) mengelola usaha dan keuangan sekolah, dan (6) mengelola hubungan dengan masyarakat. Para calon kepala sekolah dan para kepala sekolah diberikan pengertian, pemahaman secara teoretik dan empirik lebih luas dan dalam tentang administrasi pendidikan, sehingga kelak dikemudian hari apabila sudah menjadi kepala sekolah akan dapat melakukan dan menerapkan dalam melakasanakan tugas sebagai kepala sekolah dengan baik, dalam arti mampu mendayagunakan sumberdaya manusia dan sumberdaya sarana dan prasarana lainnya. Supervisor Pengawas secara akademik bisa bersifat formal dan informal. Pengawas formal adalah pengawas yang diangkat oleh dinas pendidikan tingkat provinsi, kabupaten, dan tingkat kecamatan berasal dari luar sekolah. Pengawas informal adalah pengawas yang bersal dari dalam sekolah sendiri, yaitu kepala sekolah, wakil kepala sekolah, para ketua unit, dan para guru bidang studi yang sudah senior (Pidarta, 2012:62). Kedua jenis pengawas tersebut harus memiliki kompetensi kepenga-wasan. Kompetensi-kompetensi yang harus dimiliki meliputi: (1) kemampuan mengembangkan kurikulum, (2) mengorganisasikan pengajaran, (3) menyiapkan staf pengajar, (4) menyiapkan fasilitas belajar, (5) menyiapkan bahan-bahan pelajaran, (6) menyelenggarakan penataran guru-guru, (7) memberikan konsultasi dan membina anggota staf pengajar, (8) mengkordinasikan layanan terhadap para siswa, (10) mengembangkan hubungan dengan masyarakat, dan (11) menilai pelajaran (Neagley dan Evans dalam Natajaya, 2012:62). Leader Peran kepala sekolah sebagai pemimpin dalam lembaga pendidikan adalah sebagai suatu usaha yang harus mampu mempengaruhi, mendorong dan menggerakan semua warga sekolah dalam upaya mencapai tujuan bersama. Depdikbud (1992:12) menyatakan : Kepemimpinan kepala sekokah adalah cara atau usaha kepala sekolah dalam mepengaruhi, mendorong, membimbing, mengarahkan dan menggerakan guru, staf, siswa, orang tua siswa dan pihak lain yang terkait untuk bekerja dan berperan guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Selain harus memerankan fugsi di atas, kepala sekolah juga harus melakukan kerjasama dengan staf, memanfaatkan potensi staf untuk membantu merumuskan ide-ide baru dalam usaha meningkatkan mutu pendidikan. Komunikasi yang terbangun antara kepala sekolah sebagai pimpinan dan bawahannya harus terbangun secara dua arah sehingga terjadi suatu hubungan interaksi yang kondusif. Demi tercapainya suatu kondisi kepemimpinan yang baik maka seorang pemimpin harus memilik karakter khusus, Wahjusumidjo (1999:10) menyatakan bahwa “Kepala sekolah sebagai leader harus memiliki karakter khususyang mencakup kepribadian, keahlian dasar, pengalaman dan pengetahuan professional, serta pengetahuan administrasi dan pengawasan”. Apa yang dikemukakan di atas mengandung pengertian bahwa seorang kepala sekolah sebagai seorang pimpinan harus memiliki kecakapan bukan hanya secara intelektual saja namun kecakapan dalam hal kepribadian. Seorang pemimpin yang baik harus memiliki pribadi yang baik pula, memiliki kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual. Hal ini sejalan dengan apa yang diungkapkan Nurkolis (2003:161) yang menyatakan : Pemimpin memiliki sifat kepribadian seperti vitalitas dan stamina fisik, kecerdasan dan kearifan dalam bertindak, kemauan menerima tanggung jawab, kompeten dalam menjalankan tugas, memahami kebutuhan pengikutnya, memiliki keterampilan dalam berhubungan dengan orang lain, kebutuhan untuk berprestasi, mampu memotivasi dan member semangat, mampu memecahkan masalah, meyakinkan, memiliki kapasitas untuk menang, mampu memegang kepercayaan, memiliki pengaruh, mampu beradaptasi dan memiliki fleksibilitas. Dari kutipan-kutipan diatas dapat dipertegas bahwa kepala sekolah sebagai leader harus memiliki karakter khusus yang mencakup kepribadian yang terpuji, memiliki keahlian, pengalaman dan pengetahuan serta mampu menata administrasi dengan baik. Kepribadian kepala sekolah sebagai leader akan tercermin dalam sifat-sifat jujur, percaya diri, bertanggung jawab, berani mengambil resiko dan keputusan, berjiwa besar, emosi yang stabil dan tauladan yang baik. Di samping perannya sebagai leader yang memiliki kemampuan teoritik dan konseptua, kepala sekolah diharuskan menggunakan nilai-nilai spiritual dan religius yang dianutnya, sehingga gaya kepemimpinanya menjadi lengkap dan dapat dipakai dalam totalitas kehidupan sehari-hari dihadapan para bawahnnya. Selanjutnya Siagian (1999:105) menyatakan bahwa: Pemimpin (leader) yang baik adalah mereka yang diharapkan oleh semua stafnya, mampeu memberikan kenyamanan dalam bekerja, memberikan peningkatan kesejahteraan dan membangun kerja sama, harmonis dan peka etrhadap stafnya. Hal di atas sesuai dengan cirri-ciri leader yang dinyatakan oleh Marno dan Supriyatno (2008:38) yang menyebutkan bahwa : 1. Memiliki kepribadian kuat. 2. Memahami semua personilnya yang memiliki kondisi yang berbeda, begitu pula dengan siswa yang berbeda satu dengan lainnya. 3. Memiliki upaya untuk meningkatkan kesejahteraan guru dan karyawan. 4. Mau mendengar kritik, usul atau saran yang konstruktif dari semua pihakyang terkait dengan tugasnya baik dari staf, karyawan atau siswanya sendiri. 5. Memiliki visi dan misi yang jelas dari lembaga yang dipimpinya. 6. Kemampuan berkomunikasi dengan baik, mudah dimengerti, teratur dan sistematis kepada semua pihak. 7. Kemampuan mengambil keputusan bersama secara musyawarah. 8. Kemampuan menciptakan hubungan kerja yang harmonis, membagi tugas secara merata dan dapat diterima oleh semua pihak. Dengan memperhatikan pendapat dan konsep para tokoh dapat diambil kesimpulan bahwa kepemimpinan kepala sekolah adalah adalah seorang pemimpin yang memiliki karakter yang kuat dan teguh dalam pendirian, juga memiliki ilmu pengetahuan teoritik mengenai kepemimpinan dan mampu menerepkanya dalam kegiatan sehari-hari. Memiliki ilmu pengetahuan yang luas dan dapat dimanfaatkan dalam membangun karakter bawahnnya. Memiliki wibawa dan kharismatik sehingga mampu memberikan pengaruh positif bagi para bawahnnya, selain itu kepemimpinan kepala sekolah memiliki kecerdasn emosional dan spiritual dan mampu diaplikasikan dalam membangun komunikasi dan lingkungan kerja yang professional dan kondusif. Inovator Kepala sekolah sebagai inovator atau pembaharu melakukan perubahan kea rah yang lebih baik sesuai dengan perkembangan zaman dan tuntutan perkembangan ilmu pengetahuan itu sendiri dan sesuai dengan paradigma yang berkembang dalam dunia pendidikan yang digelutinya, baik pembaharuan di sektor fisik maupun sektor sumber daya manusia. Dalam rangka pelaksanaannya kepala sekolah harus memiliki strategi yang tepat untuk menjalin hubungan yang harmonis dengan lingkungan, mencari gagasan baru, menginteegrasikan setiap kegiatan, member teladan kepada seluruh tenaga kependidikan di sekolah dengan mengembangkan model-model pembelajaran yang inovatif. Mulyasa (2009:118) memberikan ciri-ciri kepala sekolah sebagai inovator sebagai berikut : “Kepala sekolah sebagai inovator akan tercermin dari cara dia melakukan pekerjaannya secara konstruktif, kreatif, delegatif, integratif, rasional, dan objektif, pragmatis, keteladanan, disiplin serta adaptabel dan fleksibel”. Danim (2002) menjelaskan dengan mengutip pendapatnya Coombs bahwa pembaharuan dalam bidang pendidikan harus diawali dengan revolusi dalam bidang administrasi pendidikan. Ini berarti sekolah harus dikelola dengan administrasi yang inovatif. Kepala sekolah atau pemimpin pendidikan yang ingin atau akan sukses dituntut untuk mengadakan inovasi sehingga mampu menampung dinamika perkembangan yang terjadi di luar sistem pendidikan. Dengan demikian fungsi pemimpin dalam melakukan pembaharuan atau inovasi adalah (a) fungsi tanggap terhadap inovasi, (b ) fungsi mengharmoniskan atau mengkomplementasikan atau fungsi pembinaan, dan (c) fungsi pengarahan (Muhadjir. 1983). Lebih lanjut Muhadjir juga menjelaskan bahwa dalam hubungannya dengan fungsi pemimpin dalam melakukan pembaharuan tersebut ada dua macam. Pemimpin yang cepat-cepat tanggap terhadap inovasi, dan pemimpin tidak tanggap terhadap inovasi. Pemimpin yang cepat-cepat tanggap terhadap inovasi disebutnya dengan pemimpin adopsi inovasi. Kepala sekolah sekolah sebagai pemimpin, hendaknya menjadi pemimpin adopsi inovasi, lebih dari itu seorang kepala sekolah dalam melakukan inovasi dituntut untuk berani mengambil resiko, proaktif, dan komitmen pada tugasnya. Tugas lainnya yang dilakukan oleh kepala sekolah sebagai inovator adalah membantu kelancaran jalannya arus inovasi dari pemerintah, oleh para ahli, para kepala sekolah, atau guru yang senior terhadap kliennya atau guru-guru unior yang lainnya. Kelancacaran jalannya proses arus inovasi atau komunikasi inovasi tersebut terjadi apabila inovasi yang dilakukan sesuai dengan kebutuhan dari kliennya atau sesuai dengan masalah yang dihadapinya. Berkaitan dengan hal di atas perlu suatu reformasi pendidikan sesuai dengan perkembangan permasalahan yang menjadi kendala dunia pendidikan dewasa ini. Kemampuan kepala sekolah sebagai inovator berarti juga mampu melakukan reformasi atau perubahan mengikuti perkembangan kebutuhan dunia pendidikan. Hal ini ditegaskan oleh Zamroni (2003:159) yang menyatakan : Reformasi pendidikan pada dasarnya memiliki tujuan agar pendidikan dapat berjalan lebih efektif dan efesien mencapai tujuan pendidikan nasional. Untuk itu dalam reformasi dan hal yang harus dilakukan : a) mengidentifikasikan atas berbagai problem yang menghambat terlaksananya pendidikan dan b)merumuskan reformasi yang bersifat startejik dan praktis sehingga dapat diimplementasikan di lapangan. Dari pernyataan di atas dapat difahami bahwa suatu inovasi pendidikan harus terlebih dahulu melihat permasalahan yang menghambat terlaksananya pendidikan. Selanjutnya harus dirumuskan secara strategis dan praktis yang berarti program inovasi dilaksanakan dengan memperhatikan kondisi actual dari lembaga yang dipimpin oleh kepala sekolah sehingga terjadi kesesuaian yang tepat antara perumusan dan sumber daya yang ada. Jadi secara garis besar inovasi adalah suatu gagasan, barang, kejadian, teknik-teknik, metode-metode, atau praktik yang diamati, disadari, dirasakan, diterima dan digunakan sebagai suatu hal yang baru oleh seseorang atau kelompok sebagai hasil diskoferi dan invensi. Dalam konteks sosial inovasi diberikan pengertian sebagai perubahan sosial yang digunakan untuk mencapai tujuan tertentu atau untuk memecahkan suatu masalah tertentu. Perubahan sosial tersebut dalamnya mencakup dimensi proses kreatif, adanya perubahan, mengarah kepada pembaharuan, dan memiliki nilai tambah. Motivator Seorang kepala sekolah sebagai seorang motivator harus memiliki startegi yang tepat untuk memeberikan motivasi kepada para tenaga pendidik dalam melakukan berbagai tugas dan fungsinya. Mulyasa (2009:120) menyatakan : “Motivasi ini dapat ditumbuhkan melalui pengaturan lingkungan fisik, pengaturan suasana kerja, disiplin, dorongan, penghargaan secara efektif dan penyediaan berbagai macam sumber belajar”. Dari apa yang diungkapkan oleh Mulyasa di atas maka dapat diartikan bahwa penataan lingkungan fisik, yaitu dalam hal ini ruang belajar, ruang guru dan prasarana lainnya akan memberi lingkungan kerja yang nyaman, dan hal tersebut membangkitkan timbulnya motivasi kerja. Selanjutnya suasana kerja yang menyenangkan, kerjasama yang kerap terjadi dan saling membantu juga mampu menimbulkan motivasi dalam menjalankan tugas dan fungsi para tenaga pendidikan yang ada di lingkungan sekolah. Kedisiplinan juga perlu diterapkan sebgai bentuk efesiensi dan efektifitas yang akan memotivasi produktifitas kerja, lebih lanjut diikuti dengan dorongan melalui perhatian dan bimbingan dan diberikan penghargaan sesuai dengan pencapaian yang dilakukan oleh para tenaga kependidikan. Pengertian motivasi dalam beberapa buku sumber diberikan pengertian secara berbeda dan beragam sesuai dengan cara pandang dari para penulis. Walaupun demikian kalau dilacak secara bahasa, maka istilah motivasi berasal dari bahasa latin yakni movere yang berarti menggerakkan, dorongan atau gejolak, motivasi berasal dari kata motif yang artinya sebagai daya penggerak, pendorong seseorang untuk melakukan aktifitas tertentu untuk mencapai suatu tujuan. Ada banyak faktor yang mampu memotivasi para pekerja, seperti situasi industrial kayawan yang bersangkutan dalam hal bisa lingkungan rumah tangganya, lingkungan masyarakat, kebutuhan, aspirasi, keinginan. Faktor lainnya yang digunakan untuk memotivasi kerja adalah uang, karena uang dapat digunakan atau ditukar dengan barang-barang atau jasa yang bernilai ekonomis, yang dapat memuaskan kebutuhan fisiologikal dan kebutuhan dasar. Kepala sekolah dalam rangka memotivasi bawahnya atau semua sumberdaya manusia yang ada dalam organisasi sekolahnya seharusnya mempertimbangkan faktor yang bersifat individual maupun faktor organisasi sekolahnya agar dapat berhasil memotivasi bawahnyanya. Di sisi lain seorang kepala sekolah harus mampu mengelola semua material dan fasilitas yang ada di sekolah apakah menyangkut persoalan keuangan seperti gaji dan kesejahteraan yang lainnya, keamanan dan kenyamanan dalam melaksanakan pekerjaan, kekompakan dan kerja sama sesama pekerja, melakukan pengawasan, memberikan pujian dan penghargaan kepada bawahan, dan menumbuhkan kondisi agar para bawahannya menjadi mencintai pekerjaan itu sendiri. B. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriftif. Penelitian deskriptif adalah suatu penelitian yang dilakukan dengan tujuan utama untuk memberikan gambaran atau deskripsi tentang suatu keadaan secara objektif. Menurut Sukmadinata (2011:22), penelitian deskriptif ditujukan untuk mendeskripsikan atau menggambarkan fenomena-fenomena yang ada, baik fenomena yang bersifat alamiah atau rekayasa manusia. Objek dalam penelitian ini adalah kepemimpinan Kepala Sekolah SMAN 1 Tasikmalaya dan manajemen yang dilaksanakan di SMAN 1 Tasikmalaya. Kepemimpinan kepala sekolah diukur dengan berbagai indikator mulai dari kuikulum, administrasi, pengorganisasian, pelimpahan wewenang hingga pada penetapan standar kemampuan yang diterapkan berdasarkan kebijakan kepala sekolah SMAN 1 Tasikmalaya. Untuk mendapatkan informan kunci yang tepat sesuai dengan fokus penelitian, maka informan diambil berdasarkan perposive sampling (pengambilan sampel sesuai kebutuhan). Menurut Sugiyono (2008:85) teknik sampling purposive yaitu “teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu”. Teknik ini bisa diartikan sebagai suatu proses pengambilan sampel dengan menentukan terlebih dahulu jumlah sampel yang hendak diambil, kemudian pemilihan sampel dilakukan dengan berdasarkan tujuan-tujuan tertentu, asalkan tidak menyimpang dari ciri-ciri sampel yang ditetapkan. Sumber informasi dalam penelitian diambil baik dari data primer maupun sekunder. Sumber Informasi Kunci (Key Informan), yaitu Kepala sekolah dan Sumber Informasi Penunjang (Supportive Informan ), yang terdiri dari guru, komite sekolah, dengan perincian: 1 orang Kepala Sekolah, dan 4 wakil kepala sekolah. Sumber data dalam penelitian ini adalah Kepala sekolah SMA Negeri 1 Tasikmalaya dan guru di lingkunga SMA Negeri 1 Tasikmalaya. Pelaksanaan pengumpulan data penelitian ini dilakukan dengan metode : 1. Wawancara, Observasi (Observation), yaitu melakukan pengamatan secara langsung terhadap aktivitas keseharian, lingkungan dan sarana kerja yang berhubungan dengan penulisan ini. 2. Penelitian Kepustakaan (Library Research) Data diperoleh dengan cara membaca literatur-literatur, bahan referensi, bahan kuliah, dan hasil penelitian lainnya yang ada hubungannya dengan obyek yang diteliti. Hal ini dilakukan penulis untuk mendapatkan tambahan pengetahuan mengenai masalah yang sedang dibahasnya. Data yang diperoleh dari berbagai sumber dalam penelitian kualitatif dapat menggunakan teknik pengumpulan data yang bermacam – macam (triangulasi) dan dilakukan secara terus – menerus sampai datanya jenuh ( dapat disimpulkan). Pengamatan yang terus – menerus menghasilkan variasi data yang tinggi. Oleh karena itu sering mengalami kesulitan dalam proses menganalisanya. Analisis data kualitatif adalah bersifat induktif, yaitu suatu analisis berdasarkan data yang diperoleh selanjutnya dikembangkan pola hubungan tertentu atau menjadi hipotesis (Sugiyono,2010:335). Penelitian ini dilaksanakan di SMAN 1 Tasikmalaya. Waktu penelitian dilakasanakan antara bulan Januari sampai dengan Mei 2014 . C. Hasil dan Pembahasan Fungsi Edukator Hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat fungsi-fungsi edukasi yang diterapkan oleh kepala sekolah SMAN 1 Tasikmalaya diantaranya yaitu dengan member contoh kepada bawahnnya untuk memiliki mental disiplin dan memberi dukungan pada kegiatan-kegiatan yang mampu membangun mental warga sekolah, seperti keikutsertaan sekolah dalam perlombaan-perlombaan baik secara lokal, regional atau nasional. Kepala sekolah juga berusaha menanamkan nilai-nilai moral positif baik secara adat budaya maupun secara religi. Sedangkan dalam hubungannya dengan menanamkan nilai fisik kepala sekolah berusaha menerapkan hidup sehat meski sedikit sulit, hal tersebut dilakukan lebih kepada bentuk pendekatan personal. Lebih lanjut keterliabtan dan peran serta kepala ekolah dalam menanamkan nilai seni dan budaya terlihat dari adanya dukungan terhadap nilai seni dan keindahan, juga terhadap budaya lokal yang berkembang. Dukungan tersebut berupa kegiatan-kegiatan yang mengedepankan adat budaya lokal, seperti pentas seni tradisional dalam pelepasan murid kelas XII, atau kegiatan ekstrakulikuler teater. Tampaknya dalam hubungan dengan pemaknaan terhadap bimbingan tersebut tidak dapat dilepaskan dari pengertian pembimbingan yang dikemukakan oleh Ki Hajar Dewantara dalam sistem amongnya. Tiga kalimat padat yang terkenal dalam sistem among tersebut adalah ing ngarso sung tulodo, ing madyo mangun karsa, dan tut wuri handayani. Ketiga kalimat tersebut mempunyai arti bahwa pendidikan harus dapat memberi contoh, harus dapat memberikan pengaruh, dan harus dapat mengendalikan peserta anak didiknya. Hal ini tergambar dari sikap kepala sekolah SMAN 1 Tasikmalaya yang memberikan keteladanan, bimbingan dan pengarahan serta himbauan dalam melaksanakan tugas dan fungsinya sebagai pimpinan di lingkungan SMAN 1 Tasikmalaya. Jadi secara garis besar kepala sekolah SMAN 1 Tasikmalaya sudah melaksanakan fungsinya sebagai educator yang mengedepankan nilai mental, nilai moral, nilai fisik dan nilai artistik. Lebih lanjut hal tersebut merupakan strategi kepala sekolah dalam meningkatkan daya saing SMAN 1 Tasikmalaya, misalkan dengan adanya keterlibatan SMAN 1 Tasikmalay dalam berbagai kompetisi, selain meningkatkan nilai mental hal tersebut juga meningkatkan daya saing dan pengalaman. Selain itu dengan adanya budaya religi yang dilestarikan memberikan nilai tambah sebagai suatu lembaga pendidikan. Fungsi Manajer Sebagai seorang manajer, kepala sekolah harus mampu megelola seluruh sumber daya yang ada di sekolah, berkaitan dengan hal tersebut kepala sekolah SMAN 1 Tasikmalaya melakukan manajerial terhadap pengembangan sekolah dengan dibentuknya tim khusus. Hal tersebut dalam rangka mencapai tujuan pendidikan yang diprogramkan dan pelaksanaanya tidak lepas dari legitimasi, pengawasan dan pengarahan dari kepala sekolah, Kepala Sekolah SMAN 1 Tasikmalaya mewujudkannya dalam pengorganisasian personal sekolah secara terstruktur dan berdaya guna disesuaikan dengan kemampuan personal. Selain itu kepala sekolah SMAN 1 Tasikmalaya juga melihat latar belakang pendidikan dan pengalaman dalam pengorganisasian personal sekolah, dengan harapan adanya kesesuain tupoksi dengan kemampuan personal. Lebih lanjut hasil penelitian menyatakan bahwa seluruh kegiatan pengorganisasin tersebut direncanakan secara terperinci, diarahkan dan dievaluasi pelaksanaanya secara berkala. Jadi dapat disimpulkan bahwa secara garis besar fungsi manajer sudah dilaksanakan dan berjalan dengan baik di SMAN 1 Tasikmalaya dengan adanya pengorganisasian personal, evaluasi, pengarahan dan pola penugasan yang diprioritaskan sesuai dengan kemampuan personal terkait dengan pengembangan sekolah yang menjadi tujuan program sekolah. Dengan demikian maka kepala sekolah SMAN 1 Tasikmalaya telah berfungsi sebagai manjer sesuai dengan kaidah yang berlaku. Selain itu dengan adanya penetapan upaya pengembangan dengandibentuknya tim khusus, merupakan suatu bukti nyata bahwa dengan kemampuan seorang manajer kepala sekolah SMAN 1 Tasikmalaya memiliki perhatian khusus terhadap pengembangan SMAN 1 Tasikmalaya, atau dengan mengikutsertakan guru-guru dalam pelatihan sehingga kualitas mutu pendidikan SMAN 1 Tasikmalaya dapat terjaga bahkan ditingkatkan. Fungsi Administrator Sebagai seorang administrator kepala sekolah SMAN 1 Tasikmalaya dapat dikatakan telah memenuhi criteria tersebut, meski pada pelaksanaanya lebih cenderung mendelegasikan tugas administrasinya kepada wakil-wakli yang ditunjuk, meski demikian kepala sekolah SMAN 1 Tasikmalaya tetap memberikan pengawasan dan pengarahan atas pelimpahan tugas dan tanggung jawab tersebut. Jadi meski tugas keadministrasian dilimpahkan kepada para bawahannya dengan adanya pengawasan dan pengarahan menunjukan kemampuan kepala sekolah sebagai seorang adaministrator, karena tanpa kemampuan administrasi yang baik pengawasan dan pengarahan masalah keadministrasian tidak akan berjalan dengan baik. Dari hasil penelitian yang menunjukan adanya pengelolaan sistem informasi sekolah yang dibuat terintegrasi antar bagian, meski untuk sistem informasi yang sifatnya lebih luas (untuk masyarakat umum atau pihak diluar sekolah masih terkesan konvensional) dan adanya pengelolaan sumber daya sekolah baik pemeliharaan ataupun pengadaan kebutuhan. Hal paling sederhana adanya administrasi yang baik adalah adanya dokumentasi mengenai kegiatan-kegiatan sekolah, baik secara akademis maupun non akademis, misalkan buku besar siswa yang tersusun rapi, arsip- arsip kegiatan kesiswaan yang terdokumnetasi dengan baik. Jadi dari hasil penelitian maka dapat disimpulkan bahwa peran administrator telah dijalankan oleh kepala sekolah SMAN 1 Tasikmalaya. Walaupun pada kenyataannya fungsi tersebut diteruskan pelaksanaanya oleh wakil yang terpilih, namun tetap di bawah pengawasan dan pengarahan kepalas sekolah SMAN 1 Tasikmalaya. Lebih lanjut dengan adanya administrasi yang baik maka dapat diinventarisis dengan mudah kelemahan dan kekuatan dari SMAN 1 Tasikmalaya, sehingga hal tersebut dimungkinkan mampu mempermudah peningkatan kualitas pendidikan dengan penyusunan strategi yang tepat dan akurat berdasarkan ineventarisir masalah dan kendala. Fungsi Supervisor Pengawas (supervisor) secara akademik bisa bersifat formal dan informal. Pengawas formal adalah pengawas yang diangkat oleh dinas pendidikan tingkat provinsi, kabupaten, dan tingkat kecamatan berasal dari luar sekolah. Pengawas informal adalah pengawas yang bersal dari dalam sekolah sendiri, yaitu kepala sekolah, wakil kepala sekolah, para ketua unit, dan para guru bidang studi yang sudah senior (Pidarta, 2012:62). Berkaitan dengan hal tersebut kepala sekolah SMAN 1 Tasikmalaya melakukan supervisi di bidang perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi belajar mengajar. Selanjutnya kepala sekolah memberikan rekomendasi terhadap hasil pengawasan tersebut, mana yang perlu ditingkatkan mana yang perlu dipertahankan dan mana yang perlu di tinggalkan demi kemajuan pendidikan di SMAN 1 Tasikmalaya. Selain iu adanya upaya peningkatan kualitas pendidikan di SMAN 1 Tasikmalaya dengan melibatkan guru-guru dalam pelatiha terkait pengembangan kualitas pendidikan, memperkenalkan metode pengajaran yang baru atau mnargetkan tingkat kelulusan yang dicapai. Sifat supervisi yang dapat disimpulkan dari penelitian ini adalah supervisi yang bersifat konsultatif dimana kepala sekolah memberikan rekomendasi sebagai bentuk keterbukaan dan dorongan untuk maju. Dari pengertian diatas dapat difahami bahwa prinsip supervisi kepala sekolah dilaksanakan berdasarkan pada kebutuhan guru dalam mengembangkan kemampuannya, dilaksanakan secara demokratis juga tidak kaku, namun bisa bersifat konsultatif dua arah dengan harapan adanya perbaikan dalam mutu kegiatan belajar mengajar. Jadi dapat disimpulkan bahwa kepala sekolah SMAN 1 Tasikmalaya telah melaksanakan fungsi supervisi dengan cukup baik. Fungsi Leader Peran kepala sekolah debagai pemimpin dalam lembaga pendidikan adalah sebagai suatu usaha yang harus mampu mempengaruhi, mendorong dan menggerakan semua warga sekolah dalam upaya mencapai tujuan bersama. Kepala Sekolah juga harus melakukan kerjasama dengan staf, memanfaatkan potensi staf untuk membantu merumuskan ide-ide baru dalam usaha meningkatkan mutu pendidikan. Komunikasi yang terbangun antara kepala sekolah sebagai pimpinan dan bawahannya harus terbangun secara dua arah sehingga terjadi suatu hubungan interaksi yang kondusif. Berkaitan dengan hal tersebut kepala sekolah SMAN 1 Tasikmalaya berdasarkan hasil penelitian telah melaksanakan fungsi kepeminpinanya dengan adanya pendelegasian tugas secara terstruktur juga danaya hubungan baik yang terangun antara kepala sekolah dan bawahannya. Hubungan yang kondusif dan professional tanpa mengesampingkan rasa kekeluargaan. Meski hal tersebut tidak lepas dari kendala yang timbul, dan dari hasil penelitian kebanyakan kendala timbul akibat adanya miss communication dan kurang jelasnya tugas yang didelegasikan. Menyimpulkan dari hasil penelitian kepala sekolah SMAN 1 Tasikmalaya memeiliki kemampuan kepemimpinan baik secara emosional ataupun intelektual. Hal ini tergambar jelas dalam hasil penelitian yangmenyatakan adanya hubungan baik yang terbangun antara pimpinan dan bawahan dengan tanpa mengesampingkan profesionalisme dan rasa sling menghormati, dan adanya pendelegasian tugas yang selektif, dengan demikian peranan leader di sini dapt diartikan sebagai kewenangan yang ditujukan bagi peningkatan kualitas pendidikan, terkait dengan adanya pendelegasin tugas yang selektif dan komunikasi yang aktif. Fungsi Inovator Secara garis besar inovasi adalah suatu gagasan, barang, kejadian, teknik-teknik, metode-metode, atau praktik yang diamati, disadari, dirasakan, diterima dan digunakan sebagai suatu hal yang baru oleh seseorang atau kelompok sebagai hasil diskoferi dan invensi. Dalam konteks sosial inovasi diberikan pengertian sebagai perubahan sosial yang digunakan untuk mencapai tujuan tertentu atau untuk memecahkan suatu masalah tertentu. Perubahan sosial tersebut dalamnya mencakup dimensi proses kreatif, adanya perubahan, mengarah kepada pembaharuan, dan memiliki nilai tambah. Dalam inovaasi atas kendala yang dihadapi oleh kepala sekolah SMAN 1 Tasikmalaya, dimana dari hasil penelitian menunjukan bahwa kendala yang dihadapi adalah masalah pembiayaan yang masih tidak mencukupi untuk membiayai program yang telah disusun. Selain itu dalam masalah peningkatan kualitas pendidikan, kepala sekolah melakukan inovasi dengan cara melibatkan partisipasi yang ktif dari orang tua murid untuk dapat berpatrtisipasi dalam mensukseskan pencapaian dan peningkatan mutu pendidikan. Kemampuan kepala sekolah sebagai inovator berarti juga mampu melakukan reformasi atau perubahan mengikuti perkembangan kebutuhan dunia pendidikan. Dimana kepala sekolah telah mampu mengidentifikasi permaslahan yang dihadapi dan berusaha member alternative solusi dari permasalahan yang timbul tersebut. Jadi dari hasil penelitian fungsi inovasi telah dilaksanakan oleh kepala sekolah SMAN 1 Tasikmalaya melalui identifikasi masalah dan problem solving. Fungsi Motivator Seorang kepala sekolah sebagai seorang motivator harus memiliki startegi yang tepat untuk memeberikan motivasi kepada para tenaga pendidik dalam melakukan berbagai tugas dan fungsinya. Penataan lingkungan fisik, yaitu dalam hal ini ruang belajar, ruang guru dan prasarana lainnya akan memberi lingkungan kerja yang nyaman, dan hal tersebut membangkitkan timbulnya motivasi kerja. Selanjutnya suasana kerja yang menyenangkan, kerjasama yang kerap terjadi dan saling membantu juga mampu menimbulkan motivasi dalam menjalankan tugas dan fungsi para tenaga pendidikan yang ada di lingkungan sekolah. Kedisiplinan juga perlu diterapkan sebagai bentuk efesiensi dan efektifitas yang akan memotivasi produktifitas kerja, lebih lanjut diikuti dengan dorongan melalui perhatian dan bimbingan dan diberikan penghargaan sesuai dengan pencapaian yang dilakukan oleh para tenaga kependidikan. Dan hal tersebut ditujukan demi peningkatan kualitas pendidikan di SMAN 1 Tasikmalaya. Hal ini sejalan denga apa yang dilaksanakan oleh kepala sekolah SMAN 1 Tasikmalay yang dari hasil penelitian terlihat memberikan lingkungan kerja yang kondusif dan nyaman juga berusaha menegakan disiplin kerja yang tertuang dalam tugas pokok dan fungsi masing-masing bidang juga yang tertuang dalam tata tertib sekolah sebgai acuan kedisiplinan warga sekolah secara keseluruhan.selain itu adanya faktor motivasi yang berupa reward terhadap keberhasilan yang dicapai baik secara verbal maupun non verbal, baik secara moril maupun materil. Jadi dari hasil penelitian terlihat bahwa peranan motivator telah dijalan kan oleh kepala sekolah SMAN 1 Tasikmalaya secara baik. D. Simpulan Simpulan yang dapat ditarik dari hasil penelitian berkenaan dengan fungsi EMASLIM kepala sekolah SMAN 1 Tasikmalaya adalah sebagai berikut : 1. Kepala sekolah SMAN 1 Tasikmalaya dalam menjalankan peranan edukator beusaha menanamkan nilai-nilai mental, moral, fisik dan artistik dengan sistem keteladanan, kompetisi dan akomodasi tehadap seni dan budaya. Dalam hal ini kepala sekolah menjalankan peran educator dengan cara memberiketeladanan. 2. Sebagai seotang manajer Kepala Sekolah SMAN 1 Tasikmalaya berusaha mengembangkan sumberdaya sesuai dengan potensinya melalui pengorganisasian yang terstruktur dan dijalankan melalui sistem pengawasan, pengarahan dan evaluasi dari kepala sekolah . 3. Sebagai seorang administrator Kepala Sekolah SMAN 1 Tasikmalaya mendelegasikan tugas pengadministrasian terhadap wakil yang ditunjuk dengantetap melakukan pengawasan dan pengarahan dengan penuh tanggung jawab. 4. Sebagai seorang supervisor, Kepala Sekolah SMAN 1 Tasikmalaya melakukan super visi pendidikan meliputi perencanaan pelaksanaan dan evaluasi kegiatan belajar mengajar, yang bersifat konsultatif, juga mengikut sertakan guru dalam pelatihan, peneyrapan metode pengajaran baru juga menetapkan target kelulusans siswa yang harus dicapai. 5. Sebagai seorang leader, Kepala Sekolah SMAN 1 Tasikmalaya berusaha menerapkan kepemimpinan yang perofesional didasarkan pada kecerdasan emosional dan interlktual. 6. Sebagai seorang innovator Kepala Sekolah SMAN 1 Tasikmalaya berusaha memberikana solusi pada permasalah yang dihadapi dalam pelaksanaan dan pencapaian target dari programa sekolah. 7. Sebagai seorang motivator Kepala Sekolah SMAN 1 Tasikamalay berusaha membangun limgkungan kerja yag kondusif, menegakan disiplin bagi seleuruh warga sekolah dan memberikan penghargaan bagi prestasi yang didapat. E. Daftar Pustaka Danim, S. (2002). Visi baru manajemen sekolah. Jakarta: Bumi Aksara Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 2001. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta. Balai Pustaka Departemen Pendidikan Nasional. 2001. Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah. Konsep dan Pelaksanaan, Jakarta: Direktor Pendidikan Menengah Umum. Depdiknas. Departemen Pendidikan Nasional. 2001. Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah Buku 1. Konsep dan Pelaksanaan, Jakarta: Direktorat Pendidikan Menengah Umum. Depdiknas. Marno dan Supriyatno. Triyo. 2008. Manajemen dan Kepemimpinan Pendidikan Islam. Bandung. PT Refika Aditama Mulyasa. 2009. Menjadi Kepala Sekolah Profesional, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Nurkolis.2003. Manajemen Berbasis Sekolah, Teori Model dan Aplikasi. Jakarta. Gramedia Widiasarana Pidarta, M. (2004). Pmanajemen Pendidikan Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta. Siagian. SP. 1995. Manajemen Stratejik. Jakarta. Bumi Aksara Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Kunatitatif Kualitatif dan R&D. Bandung. Alfabeta. Sugiyono, (2010), Metode Penelitian Administrasi, Bandung : Alfabeta. Sukmadinata, Nana Syaodih. 2011. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya Wahjosumidjo. 2001. Kepemimpinan Kepala Sekolah Tinjauan Teoritik dan Permasalahannya. Jakarta. Raja Grafindo Zamroni. 2003. Paradigma Pendidikan Masa Depan. Yogyakarta. Bigraf Publishing F. Identitas Penulis adam

permen nomor 160 tahun 2014 tentang pemberlakuan kurikulum 2006 dan kurikulum 2013

MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 160 TAHUN 2014 TENTANG PEMBERLAKUAN KURIKULUM TAHUN 2006 DAN KURIKULUM 2013 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dalam rangka kelancaran proses  pendidikan pada satuan pendidikan  anak usia dini,  pendidikan dasar,  dan pendidikan menengah, perlu menetapkan Peraturan Menteri Pendidikan   dan   Kebudayaan   tentang   Pemberlakuan Kurikulum Tahun 2006; Mengingat : 1. Undang­Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan   Nasional   (Lembaran   Negara   Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4301); 2. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005  tentang Standar Nasional Pendidikan sebagaimana telah diubah dengan   Peraturan  Pemerintah   Nomor  32   Tahun   2013 tentang  Perubahan  Atas  Peraturan  Pemerintah Nomor 19   Tahun  2005  tentang  Standar  Nasional   Pendidikan (Lembaran   Negara   Republik   Indonesia   Tahun   2013 Nomor   71,   Tambahan   Lembaran   Negara   Republik Indonesia Nomor 5410); 3. Keputusan Presiden Nomor 121/P Tahun 2014 tentang Pembentukan   Kementerian   dan   Pengangkatan   Menteri Kabinet Kerja; MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN   MENTERI   PENDIDIKAN   DAN   KEBUDAYAAN TENTANG PEMBERLAKUAN KURIKULUM TAHUN 2006 DAN KURIKULUM 2013.Pasal 1 Satuan pendidikan dasar dan pendidikan menengah yang melaksanakan Kurikulum   2013   sejak   semester   pertama   tahun   pelajaran   2014/2015 kembali   melaksanakan   Kurikulum  Tahun   2006  mulai   semester   kedua tahun pelajaran 2014/2015 sampai ada ketetapan dari Kementerian untuk melaksanakan Kurikulum 2013.  Pasal 2 (1) Satuan   pendidikan   dasar   dan   pendidikan   menengah   yang   telah melaksanakan  Kurikulum   2013   selama   3   (tiga)   semester   tetap menggunakan Kurikulum 2013. (2) Satuan   pendidikan   dasar   dan   pendidikan   menengah   yang melaksanakan Kurikulum 2013 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan satuan pendidikan rintisan penerapan Kurikulum 2013. (3) Satuan pendidikan rintisan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat berganti melaksanakan Kurikulum Tahun 2006 dengan melapor kepada dinas   pendidikan   provinsi/kabupaten/kota   sesuai   dengan kewenangannya. Pasal 3 (1) Satuan   pendidikan  dasar   dan   pendidikan   menengah  yang   belum melaksanakan   Kurikulum   2013   mendapatkan   pelatihan   dan pendampingan bagi: a. kepala satuan pendidikan; b. pendidik; c. tenaga kependidikan; dan d. pengawas satuan pendidikan. (2) Pelatihan   dan   pendampingan   sebagaimana   dimaksud   pada   ayat   (1) bertujuan   meningkatkan   kompetensi  dan   penyiapan   pelaksanaan Kurikulum 2013. (3) Pelatihan   dan   pendampingan  sebagaimana   dimaksud   pada   ayat   (1) dilakukan  sesuai   dengan   standar  yang  ditetapkan   oleh   Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Pasal 4 Satuan pendidikan dasar dan pendidikan menengah dapat melaksanakan Kurikulum  Tahun   2006  paling   lama   sampai   dengan   tahun   pelajaran 2019/2020. Pasal 5Hal­hal   yang   belum   diatur   terkait   dengan   prosedur   pemberlakuan Kurikulum Tahun 2006  sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 serta tata cara  satuan   pendidikan  yang   siap  melaksanakan   Kurikulum   2013 sebagaimana   dimaksud   dalam   Pasal   3  diatur   oleh   Direktur   Jenderal Pendidikan   Dasar   dan   Direktur   Jenderal  Pendidikan   Menengah   setelah berkoordinasi dengan Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan. Pasal 6 Ketentuan   lebih   lanjut  mengenai  Kurikulum  Tahun   2006   sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 diatur dalam Peraturan Menteri tersendiri. Pasal 7 Satuan pendidikan  anak usia dini melaksanakan  Kurikulum 2013 sesuai dengan ketentuan peraturan perundang­undangan.  Pasal 8 Satuan pendidikan khusus melaksanakan Kurikulum 2013 sesuai dengan ketentuan peraturan perundang­undangan.  Pasal 9 Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar   setiap   orang   mengetahuinya,   memerintahkan   pengundangan Peraturan   Menteri   ini   dengan   penempatannya   dalam   Berita   Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 11 Desember 2014 MENTERI   PENDIDIKAN   DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA, ANIES BASWEDAN Diundangkan di Jakarta pada tanggal  MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,YASONNA H. LAOLY BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2014 NOMOR

contoh proposal tesis kepala sekolah dan motivasi kerja

PENGARUH KEBIJAKAN KEPALA SEKOLAH DAN MOTIVASI KERJA GURU TERHADAP PRODUKTIVITAS KERJA DI LINGKUNGAN SMA KOTA TASIKMALAYA BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Pendidikan nasional di Indonesia memperoleh perhatian utama dari bangsa Indonesia, pendidikan dipandang sebagai alat utama pengembangan sosial, kultural, ekonomi dan politik. Hubungan sekolah dengan masyarakat atau pemerintah dalam masalah pendidikan dijembatani oleh seorang kepala sekolah yang menjadi pemimpinnya. Kepala sekolah sebagai pengelola dan eksekutif di sekolah menunjukkan dirinya sebagai seorang pelaksana teknis manajerial yang memiliki keterampilan-keterampilan untuk menjalankan sekolah. Kepala sekolah sebagai manajer bertugas sebagai pelaksana kurikulum, pengatur personil, fasilitas, keuangan, ketatausahaan sekolah, pemelihara tata tertib serta hubungan sekolah dengan masyarakat. Kepala sekolah dalam menjalankan tugas mempunyai peran ganda sebagai administrator, sebagai pemimpin dan sebagai supervisor pendidikan.Terdapat tiga bidang keterampilan manajerial yang perlu dikuasai oleh kepala sekolah yaitu keterampilan konseptual (conceptual skill), keterampilan hubungan manusia (human skill), keterampilan teknik (technical skill) (Wahyudi, 2009 : 76). Tuntutan terhadap kualitas pendidikan semakin mendesak sejalan dengan perkembangan masyarakat dan dunia kerja serta perubahan kompetensi global yang tidak mungkin dapat dihindari. Sedangkan kualitas pendidikan dapat dicapai apabila ada kerjasama secara sinergi antara sekolah, masyarakat dan dunia kerja sebagai pengguna output pendidikan. Sekolah sebagai institusi pencetak sumber daya manusia yang berkualitas harus bekerja secara efektif dan efisien sebagai kriteria produktivitas suatu organisasi. Produktivitas dapat dipandang sebagai aspek penting dalam mengkaji masalah pengelolaan sistem pendididkan, karena rendahnya kualitas atau keluaran pendidikan merupakan salah satu masalah kependidikan. Sutermeister (Harris, 1988 : 29), mengartikan produktivitas sebagai ukuran kuantitas dan kualitas kerja dengan mempertimbangkan kemanfaatan sumber daya. Produktivitas dalam arti teknis mengacu kepada derajat keefektifan, efisiensi dalam penggunaan sumber daya, sedangkan dalam pengertian perilaku, produktivitas merupakan sikap mental yang selalu berusaha berkembang. Secara kuantitatif produktivitas (productivity) adalah rasio antara hasil produksi dengan masukan. Motivasi merupakan suatu kegiatan yang dilakukan dalam proses kepemimpinan. Disamping itu juga motivasi mencakup sejumlah konsep seperti dorongan (drive), kebutuhan (need), rangsangan (incentive), ganjaran (reward), penguatan (reinforcement), ketetapan tujuan (goal setting), dan harapan (expectancy). Sedangkan menurut kebanyakan motivasi selalu mengandung tiga komponen pokok, upaya menggerakan, upaya mengerahkan, dan upaya menopang tingkah laku manusia. Berkaitan dengan tugas seorang guru, dalam hal ini menurut UU. No. 14 Tahun 2005 tentang guru dan dosen pada Bab 1 pasal 1, guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, menilai dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan formal, pendidikan dasar dan pendidikan menengah.Guru berfungsi untuk meningkatkan martabat dan peran guru sebagai agen pembelajaran untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional. Dalam meningkatkan proses belajar mengajar dan prestasi siswa seorang guru haruslah mempunyai kinerja yang baik. Kinerja mengandung makna hasil kerja. Kemampuan atau prestasi guru atau dorongan untuk melaksanakan suatu pekerjaan. Kinerja adalah hasil kerja yang dicapai oleh seseorang atau kelompok dalam organisasi (Saeful Bahri, 2010 : 8). Kinerja pegawai mempunyai hubungan erat dengan kinerja organisasi, karena tujuan organisasi hanya dimungkinkan karena upaya para pelaku yang terdapat dalam organisasi. Oleh karena itu kinerja selalu menunjukkan suatu keberhasilan individu atau organisasi dalam mencapai target atau sasaran tersebut. Menyangkut masalah kelangsungan proses pembelajaran, sebagaimana dikutip oleh Hariani bahwa kinerja mengajar guru mengacu pada profil kemampuan dasar guru, yaitu : Kemampuan menguasai bahan, 2) kemampuan mengelola program belajar mengajar, 3) kemampuan mengolah kelas, 4) kemampuan menggunakan media, 5) kemampuan menguasai landasan-landasan pendidikan, 6) kemampuan mengelola interaksi belajar mengajar, 7) kemampuan menilai prestasi siswa untuk pendidikan dan pengajaran, 8) kemampuan mengenai fungsi dan program pelayanan bimbingan dan penyuluhan, 9) kemampuan mengenal memahami prinsip-prinsip guna keperluan pengajaran (Hariani, 1980 : 16). Berbagai fakta menunjukan bahwa tidak semua pekerja selalu giat bekerja dan mencapai kinerja yang diharapkan. Artinya selalu ada kesenjangan antara apa yang diharapkan dengan apa yang ditunjukan oleh pekerja. Kesulitan untuk mencapai kinerja yang baik memerlukan upaya perbuatan. Produktivitas kerja merupakan hasil akhir atau kemampuan seseorang atau kelompok orang atas suatu pekerjaan pada waktu tertentu. Bentuk produktivitas kerja itu dapat berupa hasil akhir atau produk barang dan jasa, bentuk perilaku, kecakapan, kompetensi sarana serta keterampilan tujuan organisasi. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa : kebijakan kepala sekolah dapat mempengaruhi produktivitas kerja dan motivasi kerja guru juga dapat mempengaruhi produktivitas kerja serta secara bersama-sama antara kebijakan kepala sekolah, motivasi kerja guru itu juga sangat mempengaruhi terhadap produktivitas kerja terutama di lingkungan lembaga pendidikan SMA Negeri se-Kota Tasikmalaya. Identifikasi dan Rumusan Masalah 1.2.1 Identifikasi Masalah 1. Pengaruh kebijakan kepala sekolah dan motivasi kerja guru dengan produktivitas kerja sekolah menunjang pada peningkatan mutu pendidikan serta meningkatkan kualitas dan intensitas kegiatan pembelajaran secara akademik 2. Salah satu yang menunjang pada keberhasilan belajar siswa adalah motivasi kinerja guru dan kompetensi guru juga memegang peranan yang sangat penting dalam menumbuhkan motivasi di dalam diri siswa. Rumusan Masalah Bagaimana kebijakan kepala sekolah terhadap produktivitas kerja ? Bagaimana pengaruh motivasi kerja guru terhadap produktivitas kerja ? Seberapa besar pengaruh kebijakan kepala sekolah terhadap motivasi kerja guru dan produktivitas kerja ? Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1 Maksud Penelitian Untuk menemukan pengaruh kebijakan kepala sekolah, motivasi kerja guru terhadap produktivitas kerja Untuk mengetahui, menganalisa, dan membahas produktivitas kerja di SMA se-Kota Tasikmalaya Hasil penelitian dapat dijadikan sebagai tolak ukur keberhasilan pendidikan dan sebagai bahan evaluasi untuk meningkatkan mutu pendidikan 1.3.2. Tujuan Penelitian Mendeskripsikan, menganalisa dan menginterprestasikan apakah terdapat pengaruh kebijakan kepala sekolah terhadap produktivitas kerja Mendeskripsikan,menganalisa dan menginterprestasikan apakah terdapat pengaruh motivasi kerja guru terhadap produktivitas kerja Mendeskripsikan, menganalisa dan menginterprestasikan seberapa besar pengaruh kebijakan kepala sekolah dan motivasi kerja guru terhadap produktivitas kerja Kegunaan Penelitian 1.4.1 Secara Teoritis Penelitian ini secara teoritik diharapkan dapat memberikan analisis ilmiah tentang mengetahui dan menganalisis pengaruh kebijakan kepala sekolah, motivasi kerja guru dan produktivitas kerja di SMA Negeri se-Kota Tasikmalaya Secara Praktis Adanya penyempurnaan dan peningkatan dalam proses pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru sesuai dengan kompetensi yang dimilikinya serta peningkatan mutu pendidikan. Bagi guru, untuk meningkatkan kompetensi dan profesionalismenya. Tanpa adanya kecakapan yang maksimal yang dimiliki oleh guru maka sulit bagi guru untuk mengemban dan melaksanakan tanggung jawabnya dengan cara sebaik-baiknya (Oemar Hamalik, 2001 : 133) Bagi lembaga, hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan untuk memperkaya referensi yang dapat digunakan baik oleh mahasiswa maupun yang lainnya. Bagi peneliti, hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan perbandingan dalam melakukan penelitian lebih lanjut, untuk memecahkan permasalahan yang ada diluar pembahasan masalah serta sebagai bahan pemecahan masalah yang dihadapi. BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Pengaruh Kebijakan Kepala Sekolah terhadap Produktivitas Kerja 2.1.2 Pengaruh Motivasi Kerja Guru terhadap Produktivitas Kerja Sumber daya manusia merupakan kekuatan utama dari suatu lembaga atau organisasi. Oleh karenanya pembangunan sumber daya tidak terlepas dari pendidikan, karena secara fungsional pendidikan itu sendiri melibatkan manusia, dan kegunaannya adalah untuk meningkatkan produktivitas. Pendidikan sumber daya manusia selalu ditujukan untuk meningkatkan motivasi berprestasi sehingga setiap individu agar menjadi orang yang berbudi luhur dan berakal, memiliki pengetahuan, pengalaman serta wawasan yang berhubungan dengan kehidupannya. Di samping itu sumber daya manusia diupayakan agar individu mampu menggunakan potensi dirinya dalam menangani berbagai macam permasalahan yang dihadapinya. Dengan demikian motivasi kerja dapat mempengaruhi produktivitas kerja, karena dengan motivasi yang tinggi akan mendorong keinginan kuat untuk bekerja dengan serius dan mencari langkah-langkah yang strategis dan efektif sehingga dapat meningkatkan produktivitas kerja khususnya di SMA Negeri se-Kota Tasikmalaya. 2.1.3 Pengaruh Kebijakan Kepala Sekolah, Motivasi Kerja Guru terhadap Produktivitas kerja Secara umum produktivitas kerja diartikan sebagai hubungan antara hasil nyata maupun fisik dengan masukan yang sebenarnya. Pentingnya produktivitas kerja mencakup banyak hal, dimulai dari produktivitas tenaga kerja, produktivitas organisasi, produktivitas modal, produktivitas pemasaran, produktivitas produksi dan produktivitas produk. Produktivitas kerja dipengaruhi beberapa faktor yang terbagi kepada tiga golongan yaitu : Kualitas dan kemampuan fisik, dipengaruhi oleh tingkat pendidikan, latihan, motivasi kerja, etos kerja, mental dan kemampuan fisik yang bersangkutan. Sarana dan pendukung yang dikelompokan pada dua golongan yaitu lingkungan kerja dan kesejahteraan Sumber-sumber yang digunakan Dilain pihak, Hasibuan (1990 : 30), mengungkapkan dua faktor yang mempengaruhi produktivitas seseorang, yaitu 1) faktor internal yang terdiri dari pendidikan, motivasi, kepuasan kerja, komitmen dan etos kerja, 2) faktor eksternal, meliputi tingkat penghasilan, hubungan antara manusia dan kepemimpinan. Untuk meningkatkan kinerja sekolah dilakukan berbagai cara yaitu dengan meningkatkan mutu tenaga pendidik, penataan program kurikulum secara berkelanjutan, pengembangan kurikulum yang fleksibel dan terkendali, peningkatan mutu penelitian pengabdian ke masyarakat, pengadaan sarana prasarana dan fasilitas penunjang kerjasama dengan pemerintah. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kinerja sekolah merupakan output dari kebijakan kepala sekolah dan motivasi kinerja guru. 2.2 Kerangka Pemikiran Penelitian yang akan dilaksanakan didukung oleh beberapa teori atau konsep dasar, yang terkait dengan fokus masalah yaitu produktivitas kinerja di SMA Negeri se-Kota Tasikmalaya. Dalam rangka usulan judul penelitian mengenai Pengaruh Kebijakan Kepala Sekolah dan Motivasi Kerja Guru terhadap Produktivitas Kinerja dapat digambarkan hubungan antara variabel. Variabel bebas berpengaruh positif terhadap variabel terikat dan penelitian ini dapat dijabarkan yakni variabel bebas Kebijakan Kepala Sekolah (X ) berpengaruh positif terhadap variabel terikat Produktivitas Kinerja (Y), variabel bebas Motivasi Kerja Guru (X ) berpengaruh positif terhadap variabel terikat Produktivitas Kinerja ( Y ),kemudian variabel X dan X berpengaruh positif secara bersama-sama terhadap variabel Y, untuk faktor-faktor lainnya yang mempengaruhi Motivasi Kerja Guru Pengaruh Kebijakan Kepala Sekolah Produktivitas Kerja 2.3 Hipotesis Berdasarkan kerangka pemikiran di atas maka hipotesis yang diajukan adalah sebagai berikut : Kebijakan kepala sekolah berpengaruh positif terhadap produktivitas kerja Motivasi kerja guru berpengaruh positif terhadap produktivitas kerja Kebijakan kepala sekolah dan motivasi kerja guru secara bersama-sama berpengaruh terhadap produktivitas kerja. Sedangkan menurut Djam’an Satori (2009 : 46) menyatakan bahwa populasi adalah merupakan objek atau subjek yang berada pada suatu wilayah topik penelitian dan memenuhi syarat tertentu berkaitan dengan masalah penelitian. Populasi dari penelitian ini adalah hubungan antara organisasi kepribadian dasar kompetensi guru dan kinerja guru. Sampel sebagai resfonden ditentukan dengan teknik Random Sampling. Menurut Amirul Hadi (2005 : 198), teknik random sampling adalah teknik pengambilan sampel dimana semua individu dalam populasi, baik secara sendiri-sendiri atau bersama-sama diberi kesempatan yang sama untuk dipilih menjadi anggota sampel. Random sampling juga diberi istilah pengambilan sampel secara rambang atau acak, yaitu pengambilan sampel yang tanpa pilih-pilih atau tanpa pandang bulu, didasarkan atas prinsip-prinsip yang telah diuji dalam praktek. Dengan demikian maka besarnya sampel yang diambil pada penelitian ini yaitu SMA Negeri se-Kota Tasikmalaya dengan asumsi bahwa sampel sudah cukup mewakili dan data cukup heterogen, sehingga dengan pengambilan sampel sebanyak ini dapat dianggap telah memenuhi persyaratan dan mewakili populasi penelitian. BAB III METODE PENELITIAN Objek Penelitian Yang menjadi objek penelitian dalam tesis ini adalah sejumlah kepala sekolah, guru yang menjadi pendidik serta lingkungan sekolah yang berada di SMA se-Kota Tasikmalaya. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan adalah kuantitatif dengan pendekatan analitik korelasional, yaitu yang menggambarkan hubungan antara berbagai variabel yang diteliti. Penelitian analitik korelasional dapat memberikan gambaran dan menemukan hubungan antara satu variabel dengan variabel lain. Penelitian deskriptif korelasional ini diharapkan dapat menguji tentang : “Pengaruh Kebijakan Kepala Sekolah dan Motivasi Kerja Guru terhadap Produktivitas Kerja di SMA Negeri se-Kota Tasikmalaya”. Penelitian ini dilakukan untuk menguji : Seberapa besar pengaruh kebijakan kepala sekolah terhadap produktivitas kerja di SMA Negeri se-Kota Tasikmalaya ? Seberapa besar pengaruh motivasi kerja guru terhadap produktivitas kerja di SMA Negeri se-Kota Tasikmalaya ? Seberapa besar pengaruh kebijakan kepala sekolah, motivasi kerja guru secara bersama-sama terhadap produktivitas kerja di SMA Negeri se-Kota Tasikmalaya ? Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif yang mengandung arti bahwa fenomena-fenomena objektif dikaji secara kuantitatif. Penelitian akan dilakukan dengan menggunakan pendekatan analitik korelasional dan regresi. Data kuantitatif akan dianalisis dengan statistik korelasional dan regresi, sehingga secara lengkap metode yang digunakan adalah analitik korelasional. Dalam pengumpulan data, penelitian ini akan menggunakan kuesioner berstruktur, dilengkapi dengan wawancara dan studi dokumenter. Operasionalisasi Variabel Pada penelitian ini ditetapkan tiga jenis variabel yang akan diukur sebagai berikut : Variabel bebas yaitu kebijakan kepala sekolah (X1) yang memberikan pengaruh kepada variabel terikat (Y) yaitu produktivitas kerja, motivasi kerja guru (X2) memberikan pengaruh kepada produktivitas kerja (Y) Variabel terikat (Produktivitas kerja) yaitu variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat karena adanya variabel bebas. Variabel Dimensi Variabel Indikator Skala Kebijakan Kepala Sekolah Pemimpin efektif Sebagai pemimpin harus betanggung jawab tertinggi Pemimpin alami Adanya kerjasama dalam rangka mencapai hasil maksimal Keterampilan berkomunikasi Harus mampu menghadapi tantangan-tantangan unik dalam berkomunikasi dengan atasan Pemecahan konflik Kepala sekolah harus membangun kesadaran akan damfak positif dan negatif dari konflik Mendukung perubahan Kepala sekolah harus mewadahi perubahan Motivasi Kerja Guru Kekuatan Berani mengambil resiko Mencari dan memanfaatkan informasi sebagai umpan balik Dorongan Memperhitungkan keberhasilan Ingin mencapai keberhasilan Kebutuhan Menyampaikan gagasan Melakukan tindakan Harapan Mengubah pola pikir Memecahkan masalah Produktivitas Kerja Kemampuan Menyelenggarakan kegiatan pendidikan Mengembangkan program belajar Mengembangkan bahan pengajaran Membimbing siswa Meningkatkan hasil yang dicapai Apakah menghasilkan karya Apakah menyadur karya ilmiah Pengembangan diri Apakah melaksanakan hasil belajar siswa untuk dimanfaatkan dimasyarakat Apakah memberikan latihan pada siswa Apakah memberikan pelayanan kepada siswa dan masyarakat Teknik Analisis Data dan Uji Hipotesis Data yang dikumpulkan adalah berupa angka-angka, keterangan tertulis, informasi lisan dan beragam fakta yang berhubungan dengan fokus penelitian yang diperoleh melalui penyebaran angket kepada kepala sekolah dan Guru SMA Negeri se-Kota Tasikmalaya Jenis dan sumber data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer. Sumber data penelitian ini diperoleh dari kepala sekolah dan guru SMA Negeri se-Kota Tasikmalaya sebagai teknik komunikasi langsung untuk memperoleh data-data yang diperlukan. Prosedur pengumpulan data Selain pengumpulan data melalui pengedaran angket juga akan dilakukan wawancara dengan pimpinan sekolah dan beberapa orang guru. Wawancara ditujukan untuk mendapatkan data tambahan sebagai pelengkap dari data yang diperoleh dari angket. Dari pengedaran angket akan diperoleh data kuantitatif, sedang dari wawancara akan diperoleh data kualitatif untuk melengkapi kedua jenis dari data angket dan wawancara, juga akan diadakan studi dokumentasi, untuk menghimpun beberapa data dokumenter berkenaan dengan mutu pembelajaran. Kuesioner, yaitu yang diberikan kepada responden dengan cara mengajukan pertanyaan yang secara logis berhubungan dengan masalah penelitian. Ada dua macam kuesioner yaitu kuesioner berstruktur dan kuesioner terbuka. Kuesioner berstruktur berisi pertanyaan-pertanyaan yang sudah disediakan jawabannya, sedangkan kuesioner terbuka adalah pertanyaan-pertanyaan tersebut belum disertai kemungkinan jawabannya. Untuk mengetahui hubungan antar komponen dan antar variabel dalam komponen dianalisis dengan menggunakan analisis korelasi dan regresi. Sebelum analisis korelasi dan regresi tersebut dilakukan terlebih dahulu akan dilakukan normalitas dan linieritas distribusi skor. Hal ini dilakukan, karena dalam analisis korelasi akan menggunakan rumus Product Moment dari Pearson, yang mensyaratkan datanya berdistribusi normal, homogin dan linier. Untuk mengetahui perspektif mana yang lebih dominan, variabel mana yang dominan dalam setiap perspektif maupun keseluruhan akan diadakan analisis varion (Anova) Untuk mengkaji normalisasi distribusi frekuensi menggunakan rumus Product Momen sebagai berikut : rXY = (n (∑▒〖XiYi)-(∑▒〖Xi) (∑▒Yi)〗〗)/√((n∑▒〖Xi2-(∑▒〖Xi)2 (N∑▒〖Yi2-(∑▒〖Yi)2〗〗〗〗) rXY = Koefisien korelasi X = Jumlah skor variabel Xi Y = Jumlah skor variabel Yi N = jumlah resfonden n∑▒Xi2 = Jumlah kuadrat skor variabel Xi (∑▒〖Xi)2〗 = Kuadrat jumlah skor variabel Xi n∑▒Yi2 = Jumlah kuadrat skor variabel Yi (∑▒〖Yi)2〗 = Kuadrat jumlah skor variabel Yi Setelah distribusi skor memenuhi persyaratan tersebut, maka akan dilakukan proses analisis selanjutnya yaitu uji perbedaan menggunakan t-Test. Analisis korelasi menggunakan Product Moment Coefficient Correlation dan uji signifikan korelasi parsial menggunakan formula. Untuk menganalisis kontribusi variabel-variabel input terhadap variabel proses, dan variabel proses terhadap variabel hasil, secara sendiri-sendiri digunakan analisis regresi partial, sedang dampak variabel input secara bersama-sama terhadap variabel proses, dan variabel proses secara bersama-sama terhadap variabel hasil digunakan analisis ganda. DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ……………………………… 1 1.2 Identifikasi dan Rumusan Masalah …………………… 4 1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian ……………………….. 5 1.4 Kegunaan Penelitian …………………………………. 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 2.1 Kajian Pustaka ………………………………………. 7 2.2 Kerangka Pemikiran ………………………………… 9 2.3 Hipotesis …………………………………………….. 10 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Objek Penelitian …………………………………….. 12 3.2 Metode Penelitian …………………………………… 12 3.3 Operasionalisasi Variabel …………………………… 13 3.4 Teknik Analisis Data dan Uji Hipotesis …………….. 14 PENGARUH KEBIJAKAN KEPALA SEKOLAH DAN MOTIVASI KERJA GURU TERHADAP PRODUKTIVITAS KERJA DILINGKUNGAN SMA (Studi Deskriptif di SMA Negeri se-Kota Tasikmalaya) Proposal Penelitian Dibuat sebagai salah satu syarat Mengikuti seminar usulan penelitian Oleh SHARIF R. HAMID NIM 82321011147 Konsentrasi Manajemen Sistem Pendidikan PROGRAM STUDI MANAJEMEN PENDIDIKAN PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS GALUH 2011 Hubungan antara Pengembangan Karir dengan Motivasi Kerja Guru dengan Kualitas Pembelajaran Guru Bahasa Indonesia di MAN se-Kabupaten Tasikmalaya (Penelitian di Madrasah Aliyah Negeri se-Kabupaten Tasikmalaya) Proposal Penelitian Dibuat sebagai salah satu syarat Mengikuti seminar usulan penelitian Oleh HUNAENAH NIM 82321011132 Konsentrasi Manajemen Sistem Pendidikan PROGRAM STUDI MANAJEMEN PENDIDIKAN PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS GALUH 2011 PENGARUH KOMITMEN ORGANISASI DAN KOMPETENSIGURU TERHADAP KINERJA SEKOLAH (Penelitian di SMA Negeri se-Kabupaten Tasikmalaya) Proposal Penelitian Dibuat sebagai salah satu syarat Mengikuti seminar usulan penelitian Oleh WIWI WIANSIH NIM 82321011154 Konsentrasi Manajemen Sistem Pendidikan PROGRAM STUDI MANAJEMEN PENDIDIKAN PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS GALUH 2011

Rabu, 24 Desember 2014

juknis pendirian madrasah

Nomor Lampiran Perihal KEMENTERIAN AGAMA RI DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN ISLAM Jalan Lapangan Banteng Barat Nomor 3-4 Jakarta Telp. (021) 3811523, 3811642, 3811654, Fax. (021) 3859117 http://www.pendis.kemenag.go.id DT.I.I/4/PP.00/ 310 /2014 Jakarta, 6 Juni 2014 1 (satu) berkas Penyampaian Salinan Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Islam Nomor 1385 Tahun 2014 tentang Petunjuk Teknis Pendirian Madrasah yang Diselenggarakan oleh Masyarakat Kepada Yth. Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi seluruh Indonesia Assalamu'alaikum Wr. Wb. Sehubungan dengan telah ditetapkannya Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Islam Nomor 1385 Tahun 2014 tentang Petunjuk Teknis Pendirian Madrasah yang Diselenggarakan oleh Masyarakat. bersama ini disampaikan Salinan Keputusan tersebut untuk dapat dipedomani sebagaimana mestinya dan disosialisasikan kepada para Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten/Kota, Kepala Madrasah Negeri dan Swasta, Pengawas Madrasah, dan para pemangku kepentingan pendidikan Madrasah lainnya. Demikian atas perhatiannya disampaikan terima kasih. Wassalamu'alaikum Wr. Wb. Tembusan: 1. Pgs. Direktur Jenderal Pendidikan Islam; 2. Sekretaris Jenderal Kementerian Agama RI; 3. Inspektur Jenderal Kementerian Agama RI. a.n. Direktur Jenderal Direktur Pendidil^n Madrasah, r- • y,s _ i[J 1 P?£if!i)irPhi}30 Khoiis Setiawan, MA

Selasa, 23 Desember 2014

pesantren

KONSEP PENDIDIKAN DIPESANTREN Sistem pendidikan modern yang berjalan saat ini pada kenyataanya hanya menghasilkan lulusan yang befikir materealistik, yang mayoritas jauh dari nilai-nilai agama, sedangkan system pendidikan tradisional atau yang sering dikenal dengan sebutan pesantren sekedar memberikan nilai-nilai keagamaan tanpa memberi bekal keterampilan bagi lulusannya untuk mampu menjawab tantangan perkembangan zaman, padahal idealnya kan lembaga pendidikan yang ada harus mampu menghasilkan lulusan yang memiliki keterampilan sekaligus terikat pada nilai-nilai agama. Pada hakekatnya Tujuan pendidikan Islam adalah mencerdaskan akal dan membentuk jiwa yang islami, sehingga akan terwujud sosok pribadi muslim yang sejati dan yang berpengatahuan. Tentang hal ini, saya ingat tentang apa yang pernah dikatakan guru saya waktu MA, bahwa Rasulullah SAW itu mengizinkan siapapun untuk mempelajari ilmu pengetahuan,baik yang bersifat umum, ilmu teknik, engenering, industri dan sebagainya, pada suatu ketika beliau mengutus 2 orang sahabatnya ke negeri Yaman untuk mempelajari teknik pembuatan senjata yang mutakhir, terutama sejenis alat perang yang dinamakan dabbabah yang tersusun dari roda-roda dalam kesempatan lain Rosulullah SAW juga mendorong kepada kaum Muslimin untuk membuat dan mengembangkan teknik pembuatan busur-busur panah dan tombak, selain itu Rosul menganjurkan kaum wanita agar mempelajari ilmu tenun, menulis dan merawat orang-orang sakit. Kurang lebihnya seperti itu yang dikatakan guru saya. Berdasarkan problematika Pendidikan yang dihadapi, dan tuntunan Rosulullah untuk menuntut ilmu, serta untuk menjawab kebutuhan tenaga terampil untuk menghadapi dunia Globalisasi pada masa yang akan datang, maka disusunlah suatu rancangan pendidikan Pesantren Terpadu, yang memadukan unsur keterampilan, kemandirian (menejemen & kepemimpinan) dan kepribadian Islam, selanjutnya disebut Pesantren Modern Mafazah, lulusan Mafazah di harapkan nanti memiliki keterampilan yang berkepribadian Islam, berjiwa mandiri dan dapat diandalkan, Pesantren Modern Mafazah yang memadukan keterampilan, keislaman dan kemandirian, dapat digambarkan sebagai berikut : https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhRYMkdGytfttSYdzfxtmxbBQs8OF4r9k0D4-L9OmCbUPMj8wKIRY2KeyjCaFFWZNVlhJsC8AM98rMNaflz6R2k_e0xCRgMLlAjtqtOyPUgC8N_BQC4lJcEtwukSpNd8FB7RfZYr6c09bg/s320/Graphic1.jpg Sedangkan Konsep Pendidikan Islam dan Pesantren menurut Manzoor Ahmed adalah pendidikan sebagai “suatu usaha yang dilakukan individu-individu dari masyarakat untuk mentransformasikan nilai-nilai, kebiasaan-kebiasaan, dan bentuk-bentuk ideal kehidupan mereka kepada generasi muda untuk membantu mereka dalam meneruskan aktivitas kehidupan secara efektif dan berhasil”. Sharif Khan mendefinisikan maksud dan tujuan pendikan Islam sebagai berikut: 1. Memberikan pengajaran Al-Qur’an sebagai langkah pertama pendidikan. 2. Menanamkan pengertian-pengertian berdasarkan pada ajaran-ajaran fundamental Islam yang terwujud dalam Al-Qur’an dan Sunnah dan bahwa ajaran-ajaran ini bersifat abadi. 3. Memberikan pengertian-pengertian dalam bentuk pengetahuan dan skill dengan pemahaman yang jelas bahwa hal-hal tersebut dapat berubah sesuai dengan Perubahan- Perubahan dalam masyarakat. 4. Menanamkam pemahaman bahwa ilmu pengetahuan tanpa basis Iman dan Islam adalah pendidikan yang tidak utuh dan pincang. 5. Menciptakan generasi muda yang memiliki kekuatan baik dalam keimanan maupun dalam ilmu pengetahuan. 6. Mengembangkan manusia Islami yang berkualitas tinggi yang diakui secara universal. Pendekatan pendidikan Islam yang diajukan oleh kedua pakar pendidikan di atas tersimpul dalam First World Conference on Muslim Education yang diadakan di Makkah pada tahun 1997: “Tujuan daripada pendidikan (Islam) adalah menciptakan manusia “yang menyembah Allah” dalam arti yang sebenarnya, yang membangun struktur pribadinya sesuai dengan syariah Islam serta melaksanakan segenap aktivitas keseharian-nya sebagai wujud ketundukannya pada Tuhan. “Oleh karena itu, jelaslah bahwa yang dimaksud dengan pendidikan Islam disini bukanlah dalam arti pendidikan ilmu-ilmu agama Islam semata. Akan tetapi yang dimaksud dengan pendidikan Islam disini adalah menanamkan nilai-nilai fundamental Islam kepada setiap Muslim, terlepas dari disiplin ilmu apapun yang akan dikaji. Sehingga diharapkan akan bermunculan “anak-anak muda energik yang cerdik dan pandai. Berdasarkan kerangka nilai-nilai pendidikan Islam itu, kita mencoba berdialog dengan realitas sistem pendidikan, beserta seluruh unsur yang melekat pada pesantren, sebagaimana yang dengan detil dijabarkan diatas. Sampai batas-batas tertentu, pesantren telah berperan besar mengenalkan, menyebarkan dan mempertahankan Islam (dan nilai-nilai kemanusiaan) di Indonesia. Pola pendidikannya yang amat menekankan fleksibilitas memberi nilai-nilai positif pada pesantren untuk tetap eksis menghadapi perubahan zaman.Pendidikan pesantren muncul dan berkembang sesuai kebutuhan masyarakat sekitar. Bagaimana dengan metode dan materi pendidikan pesantren? Nah.... Pesantren memiliki tradisi pembelajaran tersendiri yang mmungkin telah berlangsung berabad-abad Layaknya dunia pendidikan pada umumnya, sebuah pesantren pada umumnya, sedikit banyak dinilai dengan memperhatikan dua hal penting yakni metode dan materi. Metode yang ideal tentunya mampu menjadi sarana penyampaian mareri dengan baik. Lebih dari itu bahkan mampu memberi pengantar bagi peserta didik untuk memberi materi secara mendalam untuk kemudian diserap sebagai logika yang dibangun secara mandiri. Sedangkan materi yang baik adalah paling tidak sesuai dengan kebutuhan dan dapat diterapkan. Ciri umum yang dapat diketahui pesantren memiliki kultur khas yang berbeda dengan budaya disekitarnya yaitu Cara pengajarannya yang unik. Mayoritas kalau di pesantren itu, seperti halnya di pesantren saya dulu, Sang kyai yang biasanya adalah pendiri sekaligus pemilik pesantren, membacakan “kitab kuning”, sementara para santri memberi mendengarkan sambil memberi catatan ( ngesahi atau ma’nani, jawa) pada kitab yang sedang dibaca. Metode ini disebut bandongan atau layanan kolektif. Selain itu para santri juga ditugaskan untuk membaca, sementara kyai atau ustadz yang sudah mumpuni menyimak sambil mengoreksi dan mengevaluasi bacaan dan performance seorang santri. Metode ini di kenal dengan istilah sorogan atau layanan individual. Kegiatan belajar mengajar di atas berlangsung tanpa perjenjangan kelas dan kurikulum yang ketat, dan biasanya dengan memisahkan jenis kelamin siswa. Tetapi kadang juga ada yang pada waktu mengaji itu campur (laki-laki dan perempuan) cuma ada kain sebagai penghalang agar tidak saling melihat antar lawan jenis atau yang sering disebut kain satir. Kayaknya cuma itu yang bisa saya sampaikan, apabila dalam penyampaian bahasanya agak sedikit nyleneh, yaaa dimaklumlah.......,kurang lebihnya mohon maaf. Semoga apa yang saya sampaikan bisa sedikit banyaknya memberi pengetahuan tentang pengajaran di pesantren yang kurang lebihnya seperti diatas tadi, kepada orang yang tidak atau belum pernah mondok. Sekian dari saya, TERIMA KASIH. Diposkan oleh fitriana hadi di 03.11

beasiswa s2

Persyaratan Umum 1. Warga negara Indonesia yang ditunjukkan dengan identitas kependudukan yang sah; 2. Lulusan program studi : a. Perguruan Tinggi dalam negeri yang terakreditasi oleh Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi atau lulusan Perguruan Tinggi kedinasan yang diakui oleh pemerintah Indonesia. b. Perguruan Tinggi diluar negeri yang berkategori baik sesuai daftar pada Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan; 3. Mempunyai jiwa kepemimpinan yang ditunjukkan dengan pengalaman memimpin sebuah organisasi atau lembaga yang ditunjukkan dengan bukti dokumen yang relevan; 4. Aktif dalam kegiatan sosial kemasyarakatan yang ditunjukkan dengan bukti dokumen yang relevan; 5. Menandatangani Surat Pernyataan tidak pernah terlibat tindakan melanggar hukum; 6. Menandatangani Surat Pernyataan tidak pernah terlibat dalam tindak pelanggaran kode etik akademik; 7. Menandatangani Surat Pernyataan mengabdi pada kepentingan bangsa Indonesia; 8. Menandatangani Surat Pernyataan tidak menerima beasiswa dari sumber lain; 9. Mendapatkan Surat Tugas Belajar dari atasan bagi yang sedang bekerja; 10. Memiliki Surat Keterangan dari tokoh masyarakat bagi yang belum/tidak sedang bekerja; 11. Memilih program studi dan/atau perguruan tinggi yang direkomendasikan oleh 12. Mengupload Essay dengan tema : 1. Peranku bagi Indonesia 2. Sukses terbesar dalam hidupku 13. Rencana Studi untuk program Magister *Semua dokumen dapat dilihat pada dokumen petunjuk beasiswa

bantuan pendidikan

PROPOSAL PEMBIAYAAN PENDIDIKAN A. Dasar Pemikiran Perkembangan pendidikan dalam era globalisasi ini sangat diperlukan sekali. Dengan kemajuan teknologi yang maju dan berkembang serta perkembangan perekonomian yang pada masa sekarang semakin sulit sedangkan generasi penerus dituntut untuk menjadi pilar dan calon pemimpin bangsa kea rah yang lebih baik. Untuk itu demi kelancaran pendidikan yang sedang digali oleh generasi-generasi penerus maka perlu adanya perhatian dari pemerintah sangatlah diharapkan, ini akan memicu dan menambah semangat bagi mereka yang benar-benar peduli akan pendidikan dan sebagai bekal kedepan. Sebab maju dan mundurnya suatu pemerintahan diantaranya tergantung bagaimana perkembangan pendidikan yang dimilikinya. Dengan perkembangan zaman yang semakin hari semakin keras dan ketat persaingannya, menyulitkan bagi generasi muda yang mempunyai keinginan dan motivasi untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi dalam rangka meraih cita-cita dan menyumbangkan pola pemikiran untuk berkembang kepada bangsa dan Negara. Untuk itu perlu adanya dukungan dari pihak pemerintah dalam rangka memberikan motivasi baik sifatnya materi (dana) ataupun non materi. Dengan perjalanan yang panjang, cita-cita dan angan-angan akan sulit tercapai ketika sekolah atau kuliah berhenti ditengah jalan, maka sangat signifikan sekali ketika campur tangan pemerintah di dunia pendidikan, dalam hal ini memberikan sesuatu yang bermanfaat untuk menyelesaikan pendidikan atau perkuliahan bagi mereka yang ingin sekali melanjutkan dan menyelesaikan tugas-tugas sekolah atau akademik. B. Persyaratan Salah satu prosedur yang harus ditempuh demi tercapainya program pengajuan proposal ini, kami akan melampirkan beberapa persyaratan yang dapat menunjang tercapainya maksud dan tujuan, diantaranya : 1. Foto copy kartu Mahasiswa 2. Foto copy Kartu Tanda Penduduk (KTP) 3. Surat ijin kuliah dari kantor kota/kab Pemerintah dalam rangka mendukung maksud dan tujuan baik secara khusus berkaitan dengan perkuliahan ataupun secara umum untuk berkembangnya pendidikan di Kabupaten Tasikmalaya. C. Penutup Demikianlah proposal permohonan bantuan dana pendidikan ini yang saya ajukan. Besar harapan kiranya Bapak dapat memberikan partisipasi dan bantuannya. Semoga amal baik Bapak mendapat balasan yang berlipat ganda dari Allah SWT. Amin. Pemohon,

Minggu, 21 Desember 2014

contoh makalah

Keutamaan Orang Jujur Ciri utama seorang muslim adalah jujur. Bukanlah dikatakan muslim sejati jika seorang masih berbohong dan menipu. Rasulullah saw dalam kehidupannya sehari – hari dikenal sebagai orang yang dapat dipercaya. Karena itu jujur merupakan akhlak yang sangat baik dan indah menurut pandangan Allah. Sesungguhnya jika kita hidup di dunia ini memelihara kejujuran, maka kedamaian akan dapat dirasakan oleh umat manusia. Orang – orang yang selalu bersikap jujur dalam setiap tindakan dan ucapan, maka ia termasuk golongan yang beruntung. Artinya, ia beruntung di dunia dan beruntung di akhirat. Kita semua tentu sangat setuju bahwa jujur merupakan budi pekerti yang mulia. Kejujuran dapat membimbing manusia menuju kebaikan. Apabila seseorang telah jujur dan mampu menempatkan suatu kebaikan, maka ia terbimbing menuju ke surgabukankah Rasulullah swa telah bersabda: “Sesungguhnya kejujuran membimbing kea rah kebaikan. Dan kebaikan itu membimbingnya ke surge. Sesorang yang jujur, maka hingga di sisi Allah ia akan menjadi orang yang jujur dan benar. Sedangkan sifat dusta membimbing orang pada kejahatan. Lalu kejahatan itu menyeret ke neraka. Sesorang yang biasa berdusta, maka hingga di sisi Allah kelak tetap menjadi pendusta”. (HR Bukhari Muslim) Orang yang suka berterus terang dan jujur dalam segala hal kehidupan ini, maka ia termasuk memiliki sifat kenabian. Sebab tentu saja orang – orang yang jujur ini suka sekali dengan kebenaran. Karena sukanya. Maka ia selalu memelihara akhlaknya diri dari dusta. Karena itu ia cenderung untuk melakukan kebaikan dan menegakkan kebenaran agama. Allah berfirman : Dan sebutkanlah dalam Al Kitab tentang Ibrahim, bahwa ia adalah seseorang yang benar dan jujur, lagi pula seorang nabi. (Q. S. Maryam ayat 41). Kejujuran itu dekat dengan kebenaran. Kebenaran adalah sesuatu yang disenangi Allah. Jika Allah senang, maka pastilah dia akan mengasihi. Dan hambaNya yang jujur, maka kelak di hari kiamat akan disediakan tempat yang menyenangkan yaitu surga. Tolong Menolong Setiap orang yang sudah mengaku dirinya sebagai orang islam, maka dia berkewajiban mengembangkan perbuatan – perbuatan yang luhur sikap dan suasana kekeluargaan dan kegotong royongan : 2. tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. (q.s al maidah ayat 2) Nabi telah bersabda : “Dan Allah akan menolong hambaNya selama hamba itu mau menolong saudaranya.” (Hadist Riwayat Muslim) Dan kemudian Lagi sabdanya : “orang mukmin saudara orang mukmin. Dia menolak segala rupa gangguan yang mengganggu sawah ladang saudaranya itu. Dan dia wajib menjaga sawah lading saudaranya dalam keadaan saudaranya itu tiada tempatnya. (H. R Abu Daud) Pentingnya Niat Niat adalah maksud atau keinginan kuat di dalam hati untuk melakukan sesuatu. Dalam terminologi syar’i berarti adalah keinginan melakukan ketaatan kepada Allah dengan melaksanakan perbuatan atau meninggalkannya. Niat termasuk perbuatan hati maka tempanya adalah di dalam hati, bahkan semua perbuatan yang hendak dilakukan oleh manusia, niatnya secara otomatis tertanam di dalam hatinya. Aspek Niat Aspek niat itu ada 3 hal : 1. Diyakini dalam hati. 2. Diucapkan dengan lisan (tidak perlu keras sehingga dapat mengganggu orang lain atau bahkan menjadi ijma. 3. Dilakukan dengan amal perbuatan. Jadi niat akan lebih kuat bila ke tiga aspek diatas dilakukan semuanya, sebagai contoh saya berniat untuk salat, hatinya berniat untuk salat, lisannya mengucapkan niat untuk salat dan tubuhnya melakukan amal salat. Demiikian pula apabila kita mengimani segala sesuatu itu haruslah dengan hati yang yakin, ucapan dan tindakan yang selaras. Dengan definisi niat yang seperti ini diharapkan orang Islam atau Muslim itu tidak hanya ‘semantik’ saja karena dengan berniat berati bersatu padunya antara hati, ucapan dan perbuatan. Niat baiknya seorang Muslim itu tentu saja akan keluar dari hati yang khusyu dan Tawadhu, ucapan yang baik dan santun, serta tindakan yang dipikirkan masak-masak dan tidak tergesa-gesa serta cerdas. Karena dikatakan dalam suatu hadist Muhammad SAW, apabila yang diucapkan lain dengan yang diperbuat termasuk ciri-ciri orang yang munafik.

Rabu, 17 Desember 2014

contoh proposal kepmimpinan mbs terbaru

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu persoalan pendidikan yang sedang dihadapi bangsa kita adalah persoalan mutu pendidikan pada setiap jenjang dan satuan pendidikan. Berbagai usaha telah dilakukan untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional, antara lain melalui berbagai pelatihan dan peningkatan kompetensi guru, pengadaan buku dan alat pelajaran, perbaikan sarana dan prasarana pendidikan, dan meningkatkan mutu manajemen sekolah. Namun demikian, Indikator mutu pendidikan belum menunjukkan peningkatan yang berarti. Sebagian sekolah, terutama di kota-kota, menunjukkan peningkatan mutu pendidikan yang mencakup menggembirakan, namun sebagian besar lainnya masih memprihatinkan. Munculnya paradigma Guru tentang manajemen berbasis sekolah yang bertumpu pada penciptaan iklim yang demokratisasi dan pemberian kepercayaan yang lebih luas kepada sekolah untuk menyelenggarakan pendidikan secara efisien dan berkualitas. Manajemen Berbasis Sekolah merupakan terjemahan dari “School Based Management”. Istilah ini muncul pertama kali di Amerika; pertama kali masyarakat mulai mempertanyakan relevansi pendidikan dengan tuntutan dan perkembangan masyarakat setempat. MBS merupakan paradigma baru pendidikan, yang memberikan otonomi luas pada tingkat sekolah dalam kerangka kebijakan pendidikan nasional, otonomi diberikan agar sekolah leluasa dalam mengelola sumber daya dan sumber dana dengan mengalokasikannya sesuai prioritas kebutuhan, serta lebih tanggap terhadap kebutuhan setempat. Kewenangan yang tertumpu pada sekolah merupakan inti dari MBS yang dipandang memiliki tingkat efektifitas tinggi serta memberikan beberapa keuntungan, diantaranya (1) Kebijakan dan kewenangan sekolah membawa pengaruh langsung kepada peserta didik, orang tua dan guru, (2) Bertujuan memanfaatkan sumber daya lokal. (3) Efektifitas dalam melakukan pembinaan peserta didik seperti kehadiran, hasil belajar, tingkat pengulangan, tingkat putus sekolah, moral guru dan iklim sekolah (4) Adanya perhatian bersama untuk mengambil keputusan, memberdayakan guru dan manajemen sekolah. Berdasarkan konteks diatas, MBS merupakan salah satu wujud dari reformasi pendidikan yang menawarkan kepada sekolah untuk menyediakan pendidikan yang lebih baik dan memadai bagi para peserta didik, otonomi dalam manajemen merupakan potensi bagi sekolah untuk meningkatkan pemahaman masyarakat terhadap pendidikan. Penerapan MBS akan berlangsung secara efektif dan efisien apabila didukung oleh sumber daya manusia yang profesional untuk mengoperasikansekolah. Manfaat penerapan MBS yang efektif menurut Kathleen dkk (2002) secara spesifik diidenfikasikan sebagai berikut, (a) Memungkinkan orang-orang yang kompeten disekolah untuk mengambil keputusan yang akan meningkatkan pembelajaran. (b) Memberikan peluang bagi seluruh anggota sekolah untuk terlibat dalam pengambilan keputusan penting. (c) Mendorong munculnya kreatifitas dalam merancang bangun program pembelajaran (d) Mengarahkan kembali sumber daya yang tersedia untuk mendukung tujuan yang dikembangkan sekolah. (e) Menghasilkan rencana anggaran yang lebih realistis ketika orang tua dan guru makin menyadari keadaan keuangan sekolah, batasan pengeluaran dan biaya-biaya program- program sekolah. (f) Meningkatkan motifasi guru dan mengembangkan kepemimpinan baru di semua level. Hal ini sangat memungkinkan dengan dikeluarkannya UU pemerintah no. 22 tahun 1999, selanjutnya diubah dengan UU no.32 tahun 2004 yaitu undang-undang otonomi daerah yang kemudian diatur oleh PP no. 33 tahun 2004 yaitu adanya penggeseran kewenangan dan pemerintah pusat ke pemda dalam berbagai bidang termasuk bidang pendidikan kecuali agama, politik luar negri, pertahanan dan keamanan, peradilan, moneter dan fiskal. Pola bidang pendidikan diatas oleh UU No.20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional dengan pasal 51 menyatakan îpengadaan satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan agar, dan pendidikan menengah didasarkan pada standar pelayanan minimum dengan prinsip manajemen berbasis sekolah. Demikian kompleknya Penerapan MBS maka fungsi pemimpin (Kepala Sekolah), harus mampu menciptakan (1) Perencanaan yaitu melakukan perencanaan secara makro dan apa saja yang akan dicapai oleh organisasinya (2) Mengorganisasikan (organizing atau staffing) struktur organisasi dan orang- orang dalam organisasi untuk menggarap berbagai kegiatan dalam organisasinya. (3) Pelaksanaan (actuating atau implementing) berdasarkan perumusan dan kesepakatan dengan berbagai norma yang mesti dipatuhi dalam pelaksanaan tugas setiap personil dalam organisasi. (4) Pengecekan, pengawasan dan penilaian (controling, monitoring, evaluating) berbagai kegiatan pelaksanaan operasional dari seluruh sistem organisasi. Menurut Delozier (1989) yang dikutip oleh Slamet Achmad (2005) Keempat fungsi pimpinan tersebut saling terkait, fungsi pengorganisasian akan melekat pada fungsi perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan, ketiga fungsi terakhir memerlukan pengelolaan pimpinan melalui mekanisme kemampuannya alam pengorganisasian atau istilah sebagai proses manajemen strategis. Maka berdasarkan model manajemen strategis pendidikan tersebut dapat dihasilkan suatu pula kepemimpinan partisipasif yang dapat diimplementasikan dalam kegiatan sekolah. Oleh karena itu, berdasarkan pendekatan manajemen strategis akan diperoleh suatu landasan teoritis mengenai kompetensi Kepala Sekolah berkenaan dengan kinerjanya. Adapun kinerja Kepala Sekolah yang dimaksud adalah adanya suatu keharusan bagi Kepala Sekolah agar mampu (1) Menjabarkan visi sekolah ke dalam misi target mutu dalam kepemimpinannya. (2) Merumuskan tujuan target mutu yang ingin dicapai sekolahnya (3) Bertanggung jawab dalam membuat keputusan anggaran sekolah (4) Mampu menciptakan sebuah pembaharuan dalam manajemen pendidikan. (5) Melakukan komunikasi dalam menciptakan dukungan intensif dari orang tua siswa dan masyarakat serta instansi lain termasuk Du atau Di. (6) Menciptakan keterlibatan guru, orang tua dan anggota masyarakat yang lain dalam pengambilan keputusan penting sekolah (7) Menciptakan lingkungan pembelajaran yang efektif bagi siswa (8) Bertanggung jawab atas perencanaan partisipasif mengenai pelaksanaan kurikulum. (9) Menganalisis kekuatan dan kelemahan yang ada dalam sekolahnya. (11) Membuat rencana startegi dan program pelaksanaan dan peningkatan mutu sekolah (12) Merumuskan program supervisi sekolah. Dari kondisi yang telah dipaparkan, kepemimpinan Kepala Sekolah yang kuat dan mampu mengembangkan semua potensi sekolah yang ada dan dapat berfungsi secara optimal merupakan kondisi yang perlu mendapat perhatian yang serius. Dengan kata lain kepemimpinan Kepala Sekolah merupakan kunci yang strategis dalam penerapan MBS. Kepala Sekolah adalah pemimpin tertinggi di sekolah. Pola kepemimpinannya akan sangat berpengaruh bahkan sangat menentukan terhadap kemajuan sekolah. Oleh karena itu dalam pendidikan modern, kepemimpinan Kepala Sekolah harus mendapatkan perhatian yang cukup serius. School Based Management (SBM) menurut Brown (1990), akan dapat meningkatkan produktifitas sekolah, memberikan fleksibelitas pengelolaan dan meningkatkan akuntabilitas, serta mampu melakukan perubahan, sedangkan menurut Mohrman (1994), strategi SBM yang melibatkan guru, siswa, orang tua siswa dan komunitas lingkunganya dimaksudkan untuk meningkatkan kinerja sekolah. Menurut Depdiknas (2001), esensi Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) adalah adanya otonomi sekolah dan pengambilan keputusan partisipatif untuk mencapai sasaran mutu sekolah, berdasarkan uraian diatas dapat diidentifikasikan bahwa faktor yang mempengaruhi tingkat kinerja kepala MAN Kiarakuda dalam MBS adalah bagaimana nilai-nilai yang diharapkan ditentukan dalam diri setiap penyelenggara dan penggelola pendidikan dalam rangka mencapai keunggulan, nilai-nilai yang diperhatikan dalam rangka mencapai dan mempertahnkan kondisi yang diinginkan serta nilai-nilai yang dituntut oleh pemakai layanan pendidikan. Memperhatikan pentingnya peran Kepala Sekolah dalam tata nilai penggelolaan pendidikan (Renstra Depdiknas, 2005-2009) yang meliputi (1) Input values yakni nilai-nilai yang harus diperhatikan dalam bekerja di Diknas dalam rangka mencapai keunggulan yang meliputi: amanah, profesional, antusias dan bermotivasi tinggi, bertanggung jawab, kreatif, disiplin, peduli serta pembelajaran sepanjang hayat. (2) Proses values yakni nilai-nilai yang harus diperhatikan dalam berkerja di Diknas rangka mencapai dan mempertahankan kondisi yang diinginkan yaitu meliputi: visioner dan berwawasan, menjadi teladan, memotivasi (motivatting), mengilhami, memperdayakan (empowering), membudayakan, taat azaz, koordinatif dan bersinergi dalam rangka kerja tim serta akuntabel. (3) Output values yakni nilai-nilai yang diperhatikan oleh para Stakeholder yaitu: Produktif (efektif dan efisien), gandrung mutu tinggi (Service Excelent), dapat dipercaya (andal), responsif dan aspiratif dan inovatif serta demokratis, berkeadilan dan inklusif. Maka penulis tertarik untuk meneliti lebih lanjut. Berdasarkan uraian diatas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai “Kepemimpinan Kepala Sekolah dalam Penerapan Manajemen Berbasis Sekolah pada MAN Kiarakuda” 1.2 Fokus Penelitian Untuk memperoleh gambaran yang jelas tentang ruang lingkup penelitian, yaitu bagaimana peran kepemimpinan Kepala Sekolah dalam penerapan MBS di MAN Kiarakuda sesuai dengan tata nilai pengelolaan pendidikan yang meliputi input values, process values dan output values. 1.3 Rumusan Masalah Berdasarkan fokus masalah yang telah dikemukakan diatas, maka pertanyaan penelitian sebagai berikut : 1. Bagaimanakah peran Kepala Sekolah sebagai pemimpin pendidikan yang sesuai dengan nilai masukan ? 2. Bagaimanakah peran Kepala Sekolah sebagai manajer yang prima sesuai dengan nilai proses ? 3. Bagaimanakah peran Kepala Sekolah sebagai pelayan pemakai hasil pendidikan yang sesuai dengan nilai keluaran.? 1.4 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk : 1. Mengetahui peran Kepala Sekolah sebagai pemimpin pendidikan yang sesuai dengan nilai masukan . 2. Mengetahui peran Kepala Sekolah sebagai manajer yang prima sesuai dengan nilai proses. 3. Mengetahui peran Kepala Sekolah sebagai pelayan pemakai hasil pendidikan yang sesuai dengan nilai keluaran. 1.5 Kegunaan Penelitian 1.5.1 Kegunaan Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan bahan acuan bagi peneliti lain, terutama yang berminat meneliti permasalahan yang berkaitan dengan peran kepemimpinan Kepala Sekolah dalam menerapkan MBS sesuai dengan tata nilai pengelolaan pendidikan. 1.5.2 Kegunaan Praktis Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan informasi dan deskripsi nyata di lapangan tentang pentingnya peran kepemimpinan Kepala Sekolah dalam menunjang keberhasilan penerapan MBS.   BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Kepemimpian Pendidikan 2.1.1 Pengertian Kepemimpinan Pendidikan Kepemimpinan adalah unsur penting dalam organisasi, pemimpin harus memiliki visi dan mampu menterjemahkan visi tersebut kedalam kebijakkan yang jelas dan tujuan yang spesifik. Ia adalah orang yang dapat bekerja sama dengan orang lain dan dapat bekerja untuk orang lain. Untuk memahami pengertian kepemimpinan secara jelas, maka perlu dikaji terlebih dahulu tentang definisi- definisi kepemimpinan yang dikemukakan para ahli Soekarto (1993:12) yang mengkaji pendapat C.A. Weber, Kimbal Willes, dan Tead, menyatakan “Kepemimpinan adalah suatu kegiatan dalam membimbing kelompok sedemikian rupa sehingga tercapailah tujuan kelompok itu. Tujuan itu merupakan tujuan bersama.” Sedangkan menurut Terry dalam Agus Dharma (2004:98), mendefinisikan ”Kepemimpinan adalah aktifitas mempengaruhi orang-orang untuk berusaha mencapai tujua kelompok secara suka rela.” Berdasarkan beberapa definisi yang dikemukakan para ahli tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan adalah suatu seni atau proses menggerakkan, mempengaruhi dan membimbing orang lain dalam mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan bersama. Dalam suatu organisasi selalu terdapat pemimpin. Demikian juga dalam organisasi pendidikan terdapat pemimpin, yaitu yang melaksanakan tugas memimpin di dalam organisasi pendidikan. Sekolah adalah suatu organisasi pendidikan. Kepala Sekolah adalah pimpinan tertinggi disekolah. Pengertian kepemimpinan seperti yang telah dipaparkan jika diterapkan dalam organisasi sekolah, maka kepemimpinan Kepala Sekolah adalah seni atau cara Kepala Sekolah dalam mempengaruhi, mendorong, membimbing, mengarahkan, dan menggerakkan orang lain (guru, staf, siswa, orang tua siswa, dan pihak lain yang terkait atau Stakeholders), untuk bekerja atau berperan serta guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan bersama. 2.1.2 Peran Kepemimpinan Kepala Sekolah Kepala Sekolah dapat didefnisikan sebagai “seorang tenaga fungsional guru yang diberi tugas untuk memimpin suatu sekolah dimana diselenggarakan proses belajar mengajar atau ditempat dimana terjadi interaksi antara guru yang memberi pelajaran dan murid yang menerima pelajaran.” Pemimpin mengandung makna yang luas, yaitu kemampuan untuk menggerakkan segala sumber yang ada pada suatu sekolah sehingga dapat didayagunakan secara maksimal untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dalam praktek organisasi kata memimpin mengandung konotasi menggerakkan, mengarahkan, membimbing, melindungi, membina, memberikan teladan, memberi dorongan dan sebagainya. Betapa banyak variabel arti yang terkandung dalam kata memimpin memberikan indikasi betapa luas tugas dan peranan Kepala Sekolah sebagai seorang pemimpin suatu organisasi yang komplek. Sangat menarik untuk dikemukakan apabila Kepala Sekolah sebagai pemimpin dikaitkan dengan teori Harry Mintsberg dalam Miftah Thoha (2006:12) yang secara jelas mengungkapkan adanya tiga macam peranan seorang pemimpin yaitu interpersonal, informational dan decisional roles. Ketiga peranan tersebut apabila dikaitkan kedalam status kepemimpinan Kepala Sekolah adalah sebagai berikut: 2.1.2.1 Peranan Hubungan antar Perseorangan (Interpersonal rules) Peranan ini timbul akibat otoritas formal dari seorang manajer, meliputi figurehead, leadership, dan liaison. 1. Figurehead Figurehead berarti lambang. Dalam pengertian sebagai lambang Kepala Sekolah mempunyai kedudukan yang selalu melekat dengan sekolah. Kepala Sekolah dianggap sebagai lambang sekolah, oleh karena itu Kepala Sekolah harus selalu dapat memelihara integritas diri agar peranannya dapat memelihara integritas diri agar peranannya sebagai lambang tidak menodai nama baik sekolah. 2. Kepemimpinan (Leaderhip) Peranan sebagai pemimpin mencerminkan tanggung jawab Kepala Sekolah untuk menggerakkan seluruh sumber daya yang ada di sekolah sehingga lahir etos kerja dan produktivitas yang tinggi dalam mencapai tujuan. Fungsi pemimpin amat penting sebab disamping berperan sebagai penggerak juga berperan untuk melakukan kontrol segala aktifitas guru, staf dan siswa dan sekaligus untuk meneliti perseoalan-perseoalan yang timbul dilingkungan sekolah. 3. Penghubung (Liaison) Dalam fungsi ini Kepala Sekolah berperan menjadi penghubung antara kepentingan sekolah dengan lingkungan diluar sekolah. Sedang secara internal fungsi liaison Kepala Sekolah menjadi alat perantara antara wakil- wakil pada guru, staf, siswa dalam menyelesaikan kepentingan mereka. Tujuan liaison adalah untuk memperoleh informasi dari berbagai pihak untuk keberhasilan Kepala Sekolah. 2.1.2.2 Peranan Informasional ( Informational rules) Kepala Sekolah berperan untuk menerima dan menyebarkan luaskan atau meneruskan informasi kepada guru, staf, siswa dan orang tua siswa. Dalam fungsi ini, Kepala Sekolah berperan sebagai pusat informasi sekolah. Ada tiga macam peran Kepala Sekolah sebagai pusat informasi ini: 1. Sebagai Monitor Kepala Sekolah dalam mengadakan pengamatan terhadap ingkungan yaitu kemungkinan adanya informasi-informasi yang berpengaruh terhadap penampilan sekolah seperti gosip atau berita-berita yang sifatnya negati ataupun positif. 2. Sebagai Disseminator Kepala Sekolah bertanggung jawa untuk menyebarluaskan atau membagi informasi kepada guru, staf, siswa dan orang tua siswa. 3. Spokesman Kepala Sekolah menyebarluaskan informasi kepada lingkungan diluar yang dianggap perlu dalam hal ini Kepala Sekolah berperan sebagai wakil resmi sekolah. 2.1.2.3 Sebagai Pengambil Keputusan Peranan sebagai pengambil keputusan merupakan peran yang paling penting dari kedua macam peran yang lain. Ada empat macam peran Kepala Sekolah sebagai pengambil keputusan yaitu: 1. Entrepreneur Dalam peran ini Kepala Sekolah selalu berusaha untuk memperbaiki penampilan sekolah melalui berbagai macam pemikiran program-program yang baru serta melakukan survei untuk mempelajari ebrbagai persoalan yang timbul dilingkungan gangguan. 2. Orang yang memperhatikan gangguan Gangguan yang timbul pada suatu sekolah tidak hanya diakibatkan Kepala Sekolah yang tidak memperhatikan situasi, tetapi bisa juga akibat Kepala Sekolah yang tidak mampu mengantisipasi semua akibat pengambilan keputusan yang telah diambil. 3. Orang yang menyediakan segala sumber. Kepala Sekolah bertanggung jawab untuk menentukan siapa yang akan memperolah atau menerima sumber-sumber yang disediakan. Sumber- sumber yang dimaksud meliputi sumber daya manusia, dana, peralatan dan berbagai kekayaan sekolah yang lain. Kepala Sekolah harus secara terus menerus meneliti dan menentukan bagaimana sumber-sumber tersebut dapat diadakan dan dibagikan. 4. A Negotiator roles Dalam fungsi ini, Kepala Sekolah harus berperan untuk mengadakan pembicaraan dan musyawarah dengan pihak luar. Untuk menjalin dan memenuhi kebutuhan baik untuk sekolah maupun dunia usaha. Dalam kerja sama ini meliuti penempatan lulusan, penyesuaian kurikulum. Tempat praktek tenaga pengajar dan sebagainya. Menurut Soekarto (1993: 13-14) Peran kepemimpinan pendidikan yang bertalian dengan tujuan yang hendak dicapai adalah sebagai berikut: (a) Pemimpin berperan memikirkan dan merumuskan dengan teliti tujuan kelompok serta menjelaskannya supaya anggota dapat bekerja sama mencapai tujuan itu (b) Pemimpin berperan memberi dorongan kepada anggota-anggota kelompok untuk menganalisa situasi supaya dapat dirumuskan rencana kegiatan kepemimpinan yang dapat memberi harapan baik. Kepemimpinan harus cocok dengan situasi yang nyata sebab kepemimpinan yang seefektif-efektifnya dalam suatu demokrasi bergantung pada interaksi antar anggota dalam situasi itu. (c) Pemimpin berperan membantu anggota kelompok dalam mengumpulkan keterangan yang perlu supaya dapat mengadakan pertimbangan yang sehat. (d) Pemimpin berperan menggunakan kesanggupan dan minat khusus anggota kelompok (e) Pemimpin berperan memberi dorongan kepada setiap anggota kelompok untuk melahirkan perasaan dan pikirannya dan memilih buah pikiran yang baik dan berguna dalam pemecahan masalah yang dihadapi kelompok (f) Pemimpin berperan memberi kepercayaan dan menyerahkan tanggung jawab kepaa anggota dalam pelaksanaan tugas, sesuai dengan kemauan masing-masing demi kepentingan bersama. Peran kepemimpinan pendidikan yang bertalian dengan penciptaan suasana pekerjaan yang sehat dan menyenangkan adalah sebagai berikut: (a) Pemimpin berperan memupuk dan memelihara didalam kelompok. Jika ada kegotong-royongan atau kebersamaan antara anggota kelompok, pekerjaan akan berjalan lancar dan akan mempermudah pencapaian tujuan yang telah ditetapkan. (b) Pemimpin berperan mengusahakan suatu tempat kerja yang menyenangkan, sehingga dapat dipupuk kegembiraan dan semangat bekerja dalam pelaksanaan tugas. Kepuasan rohaniah terpenuhi jika ada ruangan yang menarik. Dalam ruangan terdapat perabotan yang dapat memberi kenyamanan beristirahat yang memadai. Pemimpin menaruh kepercayaan dan membuat rasa aman bagi anggota kelompoknya. (c) Pemimpin dapat menanamkan dan memupuk perasaan para anggota bahwa mereka termasuk dalam kelompok dan merupakan bagian dari kelompok. Semangat kelompok dapat dibentuk melalui penghargaan terhadap usaha setiap anggota atau kelompok demi kepentingan kelompok dan melalui “social activities” Jika pemimpin memberi semangat persahabatan kepada anggota-anggota kelompoknya, sifat ramah tamah dan kegembiraan akan mempengaruhi anggotanya dan mereka akan menirunya. (d) Pemimpin dapat menggunakan kelebihan yang terdapat pada pemimpin, bukan untuk berkuasa atau mendominasi melainkan untuk memberikan sumbangan kepaa kelompok menuju pencapaian tujuan bersama. Sedangkan menurut Abrron (1984:34) peran kepemimpinan pendidikan adalah sebagai berikut: (a) Membantu orang-orang dari warga sekolahnya untuk menetapkan tujuan pendidikannya. (b) Memudahkan dan memperlancar proses belajar mengajar mengembangkan efektiftas mengajar yang lebih besar. (c) Menyusun suatu unit organisasi yang produktif (d) Menciptakan suatu iklim bagi tumbuh dan timbulnya kepemimpinan (e) Menyediakan sumber-sumber yang memadai untuk mengajar yang efektif. 1. Membantu orang-orang dari warga sekolahnya untuk menetapkan tujuan pendidikannya. Dalam hal ini peran kepemimpinan pendidikan (Kepala Sekolah) dapat dilakukan dengan cara: (1) Mencari penjelasan mengenai nilai-nilai yang dijadikan pegangan bagi pendidikan. (2) Mencari dasar yang rasional untuk kesepakatan dalam tujuan operasional dan cara-cara untuk mencapainya. (3) Mencari dasar yang rasional untuk persamaan pendapat mengenai peranan sekolah sebagai salah satu lembaga pendidikan di masyarakat. 2. Memudahkan dan memperlancar proses belajar mengajar mengembangkan efektifitas mengajar yang lebih besar. Peran Kepala Sekolah melalui kepemimpinannya dapat dilakukan dengan cara: (1) Mengusahakan penjelasan yang terus-menerus dan penerimaan bersama tujuan pendidikan dan cara-cara untuk mencapainya. (2) Menggunakan konsep perubahan yang memadai. (3) Menjadikan proses belajar belajar sebagai pusat semua usaha organisasi. (4) Mengusahakan dan mengadakan persediaan sarana bagi perubahan lembaga dan individu. 3. Menyusun suatu unit organisasi yang produktif. Peran Kepala Sekolah melalui kepemimpinannya dapat dilakukan dengan cara: (1) Mengusulkan dan mencari kesepakatan pendapat mengenai struktur organisasi yang menentukan hubungan kerja yang fungsional yang diperlukan bagi semua anggota staf untuk mencapai tujuan (2) Mencari penjelasan dan penerimaan peranan masing-masing individu dan bagian kelompoknya (3) Menjelaskan hubungan dan wewenang – tanggung jawab – kekuasaan antara individu dan sub atau bagian kelompok. (4) Mengusahakan secara adekuat komunikasi dalam sekolah sendiri dan dengan lembaga – lembaga lain yang ada dalam masyarakat. (5) Mengadakan usaha – usaha yang adekuat untuk penilaian terus –menerus 4. Menciptakan suatu iklim bagi tumbuh dan timbulnya kepemimpinan. Dalam hal ini, peran Kepala Sekolah melalui kepemimpinannya dapat melakukan dengan cara (1) Guru – guru harus merasa bahwa suasana sekolah dimana mereka bekerja membantu melahirkan kreatifitas, percobaan dan penjabaran keterampilan serta bakat masing – masing individu. (2) Guru – guru menghadapi kesulitan – kesulitan dalam mengajar harus merasa bebas untuk meminta bantuan. (3) Bantuan atau dukungan harus diberikan untuk memperbaikinya. (4) Kepercayaan harus diberikan kepada kepemimpinannya yang timbul. (5) Para pemimpin dipandang berguna 5. Menyediakan sumber–sumber yang memadai untuk mengajar yang efektif. Peran Kepala Sekolah melalui kepemimpinannya dapat dilakukan dengan menyediakan sumber–sumber yang diperlukan dalam mencapai tujuan. Beberapa jenis sumber – sumber yang diperlukan adalah: (1) Pengetahuan dan keterampilan profesional. (2) Keterampilan hubungan insani (3) Keterampilan berorganisasi (4) Keterampilan konseptual (5) Pelayanan – pelayanan khusus (6) Sumber- sumber dari luar. 2.2 Manajemen Berbasis Sekolah Manajemen Berbasis Sekolah menurut Depdiknas (2001), adalah merupakan bentuk alternatif, dapat diartikan secara mandiri oleh sekolah dengan melibatkan semua kelompok kepentingan sekolah Stakeholders. Jadi manajemen berbasis sekolah bertujuan untuk memandirikan atau memberdayakan sekolah melalui pemberian kewenangan, keluwesan dan sumberdaya untuk meningkatkan mutu sekolah. Manajemen Berbasis Sekolah (MBS), adalah bentuk pendelegasian wewenang dari pemerintah pusat kepada sekolah dalam pengambilan keputusan dan juga memberikan tanggung jawab yang lebih besar kepada sekolah baik dalam merencanakan, mengelola, melaksanakan masalah yang dihadapi dalam rangka mewujudkan sekolah efektif, yang ditandai dengan proses belajar mengajar yang baik, (Hartoyo, 2001) Beberapa keunggulan lembaga yang terdesentralisasi menurut Osborne (1999), adalah (1) lebih fleksibel, karena dapat merespon dengan cepat terhadap lingkungannya dan kebutuhan pelanggan yang berubah, (2) lebih efektif (3) lebih inovatif, (4) semangat kerja yang tinggi, lebih banyak komitmen dan lebih produktif. Selanjutnya menurut Dedipnas (2001), sekolah yang mandiri atau berdaya memilliki ciri-ciri sebagai berikut: (1) tingkat kemandirian tinggi, (2) bersifat adaptif atau proaktif, (3) memiliki jiwa kewirausahaan tinggi, (4) bertanggung jawab terhadap hasil sekolah, (5) memiliki kontrol yang kuat terhadap input manajemen dan sumberdayanya, (6) prestasi merupakan acuan bagi penilaiannya. Sedang faktor-faktor yang dapat memandirikan atau memberdayakan warga sekolah antara lain adalah pemberian kewenangan, pemberian tanggung jawab, pekerjaan yang bermakna pemecahan masalah sekolah secara “team work” variasi tugas, hasil kerja yang terukur, kemampuan untuk kinerjanya sendiri, tantangan dan komunikasi yang efektif serta sumber daya yang dibutuhkan. School Based Management (SBM) menurut Brown (1990), akan dapat meningkatkan produktifitas sekolah, memberikan fleksibelitas pengelolaan dan meningkatkan akuntabilitas, serta mampu melakukan perubahan, sedangkan menurut Mohrman (1994), strategi SBM yang melibatkan guru, siswa, orang tua siswa dan komunitas lingkungannya dimaksudkan untuk meningkatkan kinerja sekolah. Berdasarkan bukti-bukti empiris lemahnya pola lama manajemen pendidikan nasional dan digulirnya otonomi daerah, maka konsekuensi logis bagi manajemen pendidikan di Indonesia adalah perlunya dilakukan penyesuaian diri dari pendidikan lama manajemen pendidikan menuju pola baru manajemen pendidikan masa depan yang lebih bernuansa demokratis. Gambar berikut menunjukkan dimensi-dimensi perubahan pola manajemen pola lama menuju pendidikan masa depan. Depdiknas mengharapkan sekolah akan memiliki wewenang lebih besar dalam mengelola lembaganya, pengambilan keputusan akan dilakukan secara partisipatif dan partisipasi masyarakat makin besar, sekolah akan lebih luwes dalam mengelola lembaganya, pendekatan profesional akan lebih diutamakan, dari pada pendekatan birokratis, pengelolaan sekolah akan lebih desentralistik, perubahan sekolah akan didorong oleh motivasi sekolah dari pada diatur dari luar sekolah, regulasi sekolah lebih sederhana, peranan pusat bergeser dari mengontrol menjadi mempengaruhi dan dari mengarahkan menjadi memfasilitasi, dari menghindari resiko menjadi, meningkatkan manajemen yang efesien, lebih meningkatkan team work, informasi akan terbagi kesemua kelompok kepentingan sekolah. 2.3 Kepemimpinan Kepala Sekolah dalam MBS Kepala Sekolah merupakan motor penggerak, penentu arah kebijakan arah kebijakan sekolah yang akan menentukan bagaimana tujuan-tujuan sekolah dan pendidikan pada umumnya direalisasikan. Sehubungan dengan MBS, Kepala Sekolah dituntut untuk senantiasa meningkatkan efektifitas kinerja. Dengan begitu, MBS sebagai paradigma baru pendidikan dapat memberikan hasil yang memuaskan. Menurut Mulyasa (2005:126), kinerja kepemimpinan Kepala Sekolah dalam kaitannya dengan MBS adalah segala upaya yang dilakukan dan hasil yang dapat dicapai oleh Kepala Sekolah dalam menerapkan MBS di sekolahnya untuk mewujudkan tujuan pendidikan secara efektif dan efisien. Sehubungan dengan itu, kepemimpinan Kepala Sekolah yang efektif dalam MBS dapat dilihat berdasarkan kriteria berikut: (1) Mampu memberdayakan guru-guru untuk melaksanakan proses pembelajaran dengan baik, lancar dan produktif. (2) Dapat menyelesaikan tugas dan pekerjaan sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan. (3) Mampu menjalin hubungan yang harmonis dengan masyarakat sehingga dapat melibatkan mereka secara aktif dalam rangka mewujudkan tujuan sekolah dan pendidikan. (4) Berhasil menerapkan prinsip kepemimpinan yang sesuai dengan tingkat kedewasaan guru dan pegawai lain di sekolah. (5) Bekerja dengan tim manajemen, serta; (6) Berhasil mewujudkan tujuan sekolah secara produktif sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan. Pidarta (1998) mengemukakan tiga macam keterampilan yang harus dimiliki oleh Kepala Sekolah untuk menyukseskan kepemimpinannya. Ketiga keterampilan tersebut adalah keterampilan konseptual, yaitu keterampilan untuk memahami dan mengopesikan organisasi; keterampilan manusiawi, yaitu keterampilan untuk bekerja sama, memotivasi dan memimpin; serta keterampilan teknik ialah keterampilan dalam menggunakan pengetahuan, metode, teknik, serta perlengkapan untuk menyelesaikan tugas tertentu. Lebih lanjut dikemukakan bahwa untuk memiliki kemampuan, terutama keterampilan konsep, para Kepala Sekolah diharapkan melakukan kegiatan-kegiatan berikut: (1) senantiasa belajar dari pekerjaan sehari-hari terutama dari cara kerja para guru dan pegawai sekolah lainnya; (2) melakukan observasi kegiatan manajemen secara terencana, (3) membaca berbagai hal yang berkaitan dengan kegiatan-kegiatan yang sedang dilaksanakan, (4) memanfaatkan hasil-hasil penelitian orang lain, (5) berfikir untuk masa yang akan datang, dan (6) merumuskan ide-ide yang dapat diujicobakan. Selain itu Kepala Sekolah harus dapat menerapkan gaya kepemimpinan yang efektif sesuai dengan situasi dan kebutuhan serta motivasi para guru dan pekerja lain. Faktor-faktor yang menentukan tingkat kinerja antara lain adalah; (1) lingkungan, (2) perilaku, (3) manajemen, (4) desain jabatan, (5) penilaian kinerja, (6) umpan balik dan (7) administrasi pengupahan (Dale, 1988). Menurut Mulyadi (1998) bahwa kinerja manajerial dimaksudkan adalah untuk menjadikan organisasi sebagai institusi yang menciptakan kekayaan (“Wealth-creating institution”), yaitu melalui; (1) produk dan jasa yang mampu menghasilkan kepuasan pelanggan, (2) prodduk dan jasa yang memiliki: “cost effective”, (3) memasarkan produk dan jasa secara efektif kepada “customer” Nahriana (1998), menyatakan bahwa kinerja meliputi: (1) kualitas hasil kerja, (2) kuantitas hasil kerja, (3) kecakapan kerja dalam arti kemandirian dalam bekerja, (4) keselamatan kerja, (5) kedisiplinan, (6) tanggung jawab, (7) kecepatan kerja dan (8) konsep diri. Menurut Depdiknas (2001), kepemimpinan Kepala Sekolah merupakan salah satu faktor yang dapat mendorong sekolah untuk dapat mewujudkan visi, misi, tujuan dan sasaran sekolahnya. Pada dasarnya Kepala Sekolah memiliki tugas dan fungsi yang sangat berpengaruh terhadap berlangsungnya proses persekolahan, sehingga diperlukan Kepala Sekolah tangguh (Slamet, 2000). Selanjutnya masih menurut Slamet (2000), Kepala Sekolah tangguh adalah Kepala Sekolah yang mempunyai karakteristik; (1) visi, misi dan strategi, (2) kemampuan mengkoordinasikan dan menyerasikan sumber daya dengan tujuan, (3) kemampuan mengambil keputusan secara trampil, (4) toleransi terhadap perbedaan pada setiap orang, tetapi tidak toleran terhadap orang-orang yang meremehkan kualitas, prestasi, standar, nilai-nilai, (5) memobilisasi sumberdaya, (6) menggunakan sistem sebagai cara berpikir, mengelola dan menganalisis sekolah, (7) menggunakan input manajemen, yaitu meliputi; tugas yang jelas, rencana yang rinci, program yang mendukung bagi pelaksanaan rencana, aturan yang jelas sebagai panutan untuk bertindak dan sistem pengendalian mutu yang efektif dan efisien, (8) menjalankan perannya sebagai manajer, pemimpin, pendidik, wirausahawan, regulator, penyelia, pencipta iklim kerja, administrator, pembaharu, dan pembangkit motivasi, (9) Melaksanakan dimensi-dimensi tugas, proses, lingkungan dan ketrampilan personal, (10) menggalang “team work” yang cerdas dan kompak, (11) mendorong kegiatan-kegiatan yang kreatif, (12) menciptakan sekolah belajar, (13) menerapkan manajemen berbasis sekolah, (14) memusatkan perhatian pada pengelolaan proses belajar mengajar, dan (15) memberdayakan sekolah. Sedangkan menurut Bush dan Coleman, 2000, kualitas kepemimpinan dan manajemen adalah merupakan satu variabel terpenting dalam sekolah efektif. Artinya bahwa Kepala Sekolah memegang peranan yang sangat menentukan untuk mencapai sekolah yang efektif. Masih menurut Bush dan Coleman, 2000, untuk meningkatkan sekolah efektif perlu dilakukan, (1) sistem pendidikan yang demokratis, (2) adanya partisipasi dan (3) adanya transparansi. Sedangkan menurut Heselbein (1996: 152-153) menyatakan bahwa minimal ada tiga aturan yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin dalam menyongsong paradigma baru, yaitu; (1) mengarahkan visi dan misi, (2) melibatkan Stakeholders dalam seluruh proses kegiatan organisasi, (3) melakukan empowering dalam mencapai tujuan berdasarkan visi dan misi organisasi. 2.3.1 Kepala Sekolah Sebagai Manajer Manajemen adalah proses merencanakan, mengorganisasikan, memimpin dan mengendalikan usaha anggota-anggota organisasi serta pendayagunaan seluruh sumber daya organisasi dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Ada tiga hal penting yang perlu diperhatikan dari definisi tersebut, yaitu proses, pendayagunaan seluruh sumber organisasi dan pencapaian tujuan organisasi yang telah ditetapkan. 1. Proses, adalah suatu cara yang sistematik dalam mengerjakan sesuatu. Manajemen sebagai suatu proses, karena semua manajer bagaimanapun juga dengan ketangkasan dan ketrampilan yang khusus, mengusahakan berbagai kegiatan yang saling berkaitan tersebut dapat didayagunakan untuk mencapai tujuan yang telah direncanakan. Kegiatan-kegiatan tersebut: a. Merencanakan, dalam arti Kepala Sekolah harus benar-benar memikirkan dan merumuskan dalam suatu program tujuan dan tindakan yang harus dilakukan b. Mengorganisasikan, berarti bahwa Kepala Sekolah harus mampu menghimpun dan mengoordinasikan sumber daya manusia dan sumber-sumber material sekolah, sebab keberhasilan sekolah sangat bergantung pada kecakapan dalam mengatur dan mendayagunakan berbagai sumber dalam mencapai tujuan. c. Memimpin, dalam arti Kepala Sekolah mampu mengarahkan dan mempengaruhi seluruh sumber daya manusia untuk melakukan tugas-tugasnya ynag essensial. Dengan menciptakan suasana yang tepat Kepala Sekolah membantu sumber daya manusia untuk melakukan hal-hal yang paling baik. d. Mengendalikan, dalam arti Kepala Sekolah memperoleh jaminan, bahwa sekolah berjalan mencapai tujuan. Apabila terdapat kesalahan diantara bagian-bagian yang ada dari sekolah tersebut, Kepala Sekolah harus memberikan petunjuk dan meluruskan. 2. Sumber daya suatu sekolah, meliputi dana, perlengkapan, informasi, maupun sumber daya menusia, yang masing-masing berfungsi sebagai pemikir, perencana, pelaku serta pendukung untuk mencapai tujuan. 3. Mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan sebelumnya. Berarti bahwa Kepala Sekolah berusaha untuk mencapai tujuan akhir yang bersifat khusus (specific ends). Tujuan akhir yang specifik ini berbeda- beda antara organisasi yang satu dengan organisasi yang lain. Tujuan ini bersifat khusus dan unik. Namun, apapun tujuan spesifik dari organisasi tertentu, manajemen adalah merupakan proses, melalui manajemen tersebut tujuan dapat dicapai. 2.3.2 Kepala Sekolah Sebagai leader Kepala Sekolah sebagai leader harus mampu memberikan petunjuk dan pengawasan, meningkatkan kemauan tenaga kependididkan, membuka komunikasi dua arah, dan mendelegasikan tugas. Wahjosumijo (1999:110) mengemukakan bahwa Kepala Sekolah sebagai leader harus memiliki karakter khusus yang mencakup kepribadian, keahlian dasar, pengalaman dan pengetahuan profesional, serta pengetahuan administrasi dan pengawasan. Kemampuan yang harus diwujudkan Kepala Sekolah sebagai leader dapat dianalisis dari kepribadian, pengetahuan terhadap tenaga kependidikan, visi dan misi sekolah, kemampuan mengambil keputusan, dan kemampuan berkomunikasi. Mulyasa (2005:115) mengatakan kepribadian Kepala Sekolah sebagai leader akan tercermin dalam sifat-sifat (1) jujur, (2) percaya diri, (3) tanggung jawab, (4) berani mengambil resiko dan keputusan, (5) berjiwa besar (6) emosi yang stabil (7) teladan. Pengetahuan Kepala Sekolah terhadap tenaga kependidikan akan tercermin dalam kemampuan (1) memahami kondisi tenaga kependidikan (guru dan non guru), (2) memahami kondisi dan karakteristik peserta didik, (3) menyusun program pengembangan tenaga kependidikan, (4) menerima masukan, saran dan kritikan dari berbagai pihak untuk meningkatkan kepemimpinannya. Secara operasional Kepala Sekolah sebagai pemimpin harus mampu berperan sebagai fathership, headship, arbiter, director, serta example atau model. Disamping Kepala Sekolah harus memiliki kompetensi tersebut, mereka dituntut pula untuk memiliki integritas. Integritas adalah ketaatan pada nilai-nilai moral dan etika yang diyakini seseorang akan membentuk perilakunya sebagai masnusia yang berharkat dan bermartabat. Ada beberapa ciri yang menggambarkan integritas Kepala Sekolah ( Renstra Diknas 2005-2009 ) yaitu tata nilai yang ideal yang akan sangat menentukan keberhasilan dalam melaksanakan propses pembangunan pendidikan. Penetapan tata nilai yang merupakan dasar sekaligus pemberi arah bagi sikap dan prilaku khususnya Kepala Sekolah dalam menjalankan tugas sehari-hari, selain itu tata nilai ini akan menyatukan hati dan pikiran seluruh jajaran pegawai dalam mencapai dan menunjukan visi dan misi depdiknas. Nilai-nilai masukan yang tepat (input values) akan mengantipasi karakteristik Kepala Sekolah. Nilai masukan selanjutnya akan menjalankan nilai proses dengan baik dalam manajemen organisasi untuk meningkatkan mutu interaksi dasar manusia, selanjutnya nilai input dan nilai proses akan menghasilkan nilai keluaran yang akan memfokuskan pada hal-hal yang diharapkan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Ada pun nilai-nilai tersebut (Renstra Diknas 2005-2009) adalah: 2.3.2.1 Nilai-nilai masukan (input values) Yakni nilai-nilai yang dibutuhkan dalam diri Kepala Sekolah dalam rangka mencapai keunggulan, meliputi: 1. Amanah Memiliki integritas, bersikap jujur dan mampu mengemban kepercayaan. Kepala Sekolah yakin bahwa bekerja adalah ibadah. Ia dengan rela menerima tanggung jawabnya selama mantap, ia tidak menonjolkan kelebihan dan keberhasilannya. Pada saat yang sama ia secara ikhlas menerima konsekuensi penegakan prinsip dan tindakan yang dilakukannya. 2. Profesional Memiliki pengetahuan dan kemampuan yang memadai serta memahami bagaimana mengimplementasikannya. Kepala Sekolah yakin tentang perlunya pengembangan profesional sebagai bagian integritas peningkatan sekolah, ia tahu bahwa dunia tidak pernah berhenti dan terus berubah. Oleh karena itu, ia akan selalu mencari peluang untuk tetrus meningkatkan profesionalitas diri dan stafnya. 3. Antusias dan bermotifasi tinggi. Menunjukkan rasa ingin tahu, semangat berdedikasi serta berorientasi pada hasil. Kepala Sekolah dalam menjalankan tugas harus sungguh-sungguh dan bersemangat, oleh karena itu Kepala Sekolah harus bisa membangkitkan semangat kepada para staf sehingga memahami tujuan sekolah. 4. Bertanggung jawab Memahami resiko pekerjaan dan berkomitmen untuk mempertanggungjawabkan hasil kerjanya serta tidak tergantung kepada pihak lain. Kepala Sekolah dalam melaksanakan tugasnya harus menunjukkan bahwa keberhasilan ataupun kegagalan stafnya adalah tanggung jawabnya, dengan demikian segala tindakan yang dilakukan warga sekolah adalah tanggung jawabnya. 5. Kreatif Memiliki pola pikir, cara pandang dan pendekatan yang variatif terhadap setiap permasalahan, Kepala Sekolah harus berusaha mencari gagasan-gagasan baru dalam rangka pengemgangan sekolah dan berfikir kreatif terhadap permasalahan yang muncul sehingga dapat mengembangkan sekolah sesuai dengan visi dan misinya. 6. Disiplin Taat pada tata tertib dan aturan yang ada serta mampu mengajak orang lain untuk bersikap yang sama. Kepala Sekolah harus menenamkan rasa disiplin kepada bawahannya ataupun kepada siswa sehingga dengan demikian diharapkan dapat tercapai tujuan sekolah secara efisien dan akan meningkatkan produktifitas sekolah. 7. Peduli dan menghargai orang lain Menyadari dan memahami serta memperhatikan kebutuhan dan kepentingan pihak lain. Kepala Sekolah harus yakin tentang pentingnya pengikutsertaan seluruh anggota komonitas sekolah. Keputusan manajemen sekolah adalah untuk meningkatkan mutu sekolah., sehingga ia mempercayai para guru dan staf yang lain dalam pengambilan keputusan manajerialnya 8. Belajar sepanjang hayat Berkeinginan dan berudaha untuk selalu menambah dan memperluas wawasan, pengetahuan dan pengalaman serta mampu mengambil hikmah dan menjadikan pelajaran atas setiap kejadian. Kepala Sekolah harus yakin bahwa belajar berlangsung sepanjang hayat (life long learning). Ia harus memberi contoh, sehingga menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam manajemen sekolah, dengan demikian ia menunjukkan keterbukaan dalam menerima gagasan- gagasan baru dari manapun datangnya 2.3.2.2 Nilai-nilai proses (process values) Yakni nilai-nilai yang harus diperhatikan dalam rangka mencapai dan memperhatikan dan mempertahankan kondisi yang diinginkan, yang meliputi 1. Visioner dan berwawasan Bekerja berlandaskan pengetahuan dan informasi yang luas serta berwawasan jauh kedepan. Kepala Sekolah dituntut untuk memiliki pengetahuan dan informasi serta wawasan yang luas dan bisa-bisa bertindak sebagai seorang generalis 2. Menjadi teladan Berinisiatif untuk memulai dari diri sendiri untuk melakukan hal-hal yang baik sehingga menjadi contoh bagi pihak lain. Kepala Sekolah harus bisa sebagai teladan karena para stafnya sesungguhnya menggunakan kriterion yang sangat sederhana, tetapi mempunyai makna yang mendalam, yaitu: keteladanan seseorang terlihat dari apa yang dilakukan oleh seseorang dan bukan yang dikatakannya, keteladanan antara lain berarti melakukan apa yang harus dilakukan dan tidak melakukan hal-hal yang tidak boleh dilakukan. 3. Motivasi (motifating) Memberikan dorongan dan semangat pihak lain untuk berusaha mencapai tujuan bersama. Kepala Sekolah sebagai dinamosator harus selalu membangkitkan guru, staf maupun siswanya dalam rangka mencapai tujuan yang ditetapkan, Kepala Sekolah harus bisa membawa perubahan sikap ataupun perilaku warga sekolah sesuai dengan visi dan misi sekolah. 4. Mengilhami (inspirasi) Memberikan inspirasi dan memberikan dorongan agas pihak lain tergerak untuk menghasilkan karya terbaiknya. Kepala Sekolah sebagai inspirator bagi guru, staf maupun siswanya untuk menghasilkan karya terbaiknya. 5. Memperdayakan ( empowering ) Memberikan kesempatan dan mengupayakan daya usaha pihak lain sesuai kemampuannya. Kepala Sekolah harus yakin tentang pentingnya pengikutsertaan seluruh anggota komonitas sekolah, ia yakin tentang perlunya membangun dan memelihara semangat komonitas sekolah yang peduli. Dengan cara ini ia akan dapat memfasilitasi penggalian sumber daya masyarakat untuk mendukung pendidikan. 6. Memperdayakan ( culture-forming ) Menjadi motor dan penggerak dalam membangun masyarakat menuju kondisi yang lebih berbudaya, Kepala Sekolah sadar akan tugasnya untuk mencerdaskan bangsa dalam arti menumbuhkan, memotivasi dan mengembangkan nilai-nilai budaya yang berakar pada budaya bangsa. 7. Taat azas. Mematuhi tata tertib, prosedur kerja dan perundang-undangan, Kepala Sekolah dalam menjalankan tugasnya harus konsisten, tidak ragu-ragu dalam menghadapi situasi yang variatif. Dalam mengambil keputusan hendaknya selalu mengacu pada aturan-aturan yang ada. 8. Koordinatif dan bersinergi dalam kerangka kerja tim. Bekerja sama berdasarkan komitmen, kepercayaan, keterbukaan, saling menghargai dan partisipasi aktif bagi kepentingan pendidikan. Seorang Kepala Sekolah selalu bekerja dengan dan melalui anggota kelompoknya, hal ini sejalan dengan tuntutan lahirnya manajemen partisipatif bagi efektifitas penerapan MBS, Kepala Sekolah berada didalam kelompoknya dan bukan diluarnya. Sehingga tujuan organisasi akan dapat dicapai secara efektif dan efesien. 9. Akuntabel Bekerja secara terukur dengan prinsip yang stardart serta memberikan hasil kerja yang dapat dipertanggungjawabkan. Kepala Sekolah dituntut untuk melakukan pertanggungjawaban terhadap semua pelaksanaan pendidikan (Akuntabilitas). Akuntabilitas ini berbentuk laporan prestasi yang dicapai baik kepada pemerintah maupun kepada orang tua peserta didik dan masyarakat. 2.3.2.3 Nilai-nilai kelulusan (output values) Yakni nilai-nilai yang diperhatikan oleh para stakeholders (pemerintah, DPR, donatur, dunia pendidikan, dan masyarakat lainya), yang meliputi: 1. Produktif (efektif dan efisien ). Memberikan hasil kerja yang baik dalam jumlah yang optimal melalui pelaksanaan kerja yang efektif Kepala Sekolah harus mampu melaksanakan perencanaan, penataan dan pendayagunaan sumberdaya sekolah untuk merealisasikan tujuan sekolah secara efektif dan efisien. 2. Gandrung mutu tinggi (service excellence) Menghasilkan dan memberikan hanya yang terbaik. Kepala Sekolah harus selalu menanamkan budaya mutu di sanubari semua warga sekolah, sehingga setiap perilaku selalu didasari oleh profesionalisme. 3. Dapat dipercaya (andal) Mampu mengamban kepercayaan dan memberikan bukti berupa hasil kerja dalam usaha pencapaian visi dan misi. Kepala Sekolah haruslah seorang yang dapat dipercaya. Perilakunya sehari-hari telah menyampaikan informasi yang akurat tentang pribadinya. Kepala Sekolah yang dapat dipercaya memiliki kejujuran yang tidak diragukan. 4. Responsif dan aspiratif. Peka dan mampu dengan segera menindaklanjuti tuntutan yang selalu berubah. Kepala Sekolah harus tanggap terhadap berbagai aspirasi yang muncul bagi peningkatan mutu dan selalu membaca lingkungan dan menanggapinya secara cepat dan tepat. Bahkan Kepala Sekolah tidak hanya mampu menyesuaikan terhadap perubahan tapi juga mengantisipasi hal-hal yang mungkin terjadi. 5. Antisipatif dan inovatif Mampu mempredikasi dan tanggap terhadap perubahan yang akan terjadi, serta menghasilkan gagasan dan pengembangan baru. Kepala Sekolah harus mampu mengidentifikasikan perkembangan-perkembangan yang sedang terjadi dan menganalisa apakah perkembangan itu bersifat sementara atau langgeng dan mampu melihat kecenderungan-kecenderungan yang timbul dan sekaligus mengaitkan kecenderungan-kecenderungan itu dengan sasaran-sasaran yang ingin dicapai. 6. Demokratif, berkeadilan dan inklusif Terbuka atas kritik dan masukan serta mampu bersikap adil dan merata. Seorang Kepala Sekolah harus membuat kebijakan dan sekaligus melakukan kebajikan. Keadilan mengandung makna kesesuaian antara hak dan kewajiban, posisi dan tugas serta prinsip keadilan lain dengan demikian partisipasi total guru di sekolah yang dipersyaratkan dalam MBS akan terjelma. 2.4 Penelitian yang Relevan 1. Dares Maretawati Penelitian yang berjudul Kepemimpinan Partisipatif dalam Penerapan Manajemen Berbasis Sekolah pada Sekolah Dasar Negeri se Gugus Hassanudin Kecamatan Kedungjati Kabupaten Grobogan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keefektifan kepemimpinan partisipatif kepala sekolah dalam penerapan manajemen berbasis sekolah. Sampel penelitian adalah 4 SD Negeri, dengan responden 8 guru, 4 kepala sekolah, dan 4 perwakilan komite. Cara penyimpulan data melalui wawancara, observasi dan studi dokumen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ke-empat kepala sekolah sudah partisipatif terhadap manajemen berbasis sekolah, namun masih banyak yang harus dibenahi dalam pelaksanaannya. 2. Paskalis dkk Kepemimpinan Kepala Sekolah dalam Manajemen Berbasis Sekolah (Studi Kepemimpinan di SMA Negeri 3 Singkawang). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pelaksanaan kepemimpinan kepala SMA Negeri 3 Singkawang dalam penerapan Manajemen Berbasis Sekolah. Pelaksanaan tugas kepemimpinan kepala sekolah terungkap dalam tugas penilaian, pemberdayaan, pelibatan, pemberian motivasi dan partisipasi staf tata usaha, guru-guru, siswa, orangtua dan masyarakat dalam kaitan dengan pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah di SMA Negeri 3 Singkawang. Sebagai manejer, kepala sekolah berhasil menerapkan MBS di SMA Negeri 3 Singkawang. 2.5 Kerangka Pemikiran Peningkatan mutu pendidikan merupakan sasaran pembangunan di bidang pendidikan nasional dan merupakan bagian integral dari upaya peningkatan kualitas manusia Indonesia secara menyeluruh. Untuk kepentingan tersebut diperlukan paradigma baru manajemen pendidikan. Sehingga kebutuhan akan kondisi sekolah dan pendidikan yang berkualitas dapat terpenuhi dengan tepat guna. Berdasarkan pada berbagai kepentingan di atas mak munculah suatu system manajemen pendidikan yang disebut dengan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS). MBS merupakan suatu strategi untuk mewujudkan sekolah yang efektif dan produktif. Dimana MBS memberikan otonomi luas pada sekolah, dan pelibatan masyarakat dalam kerangka pendidikan nasional. Otonomi diberikan agar sekolah leluasa mengelola sumber daya, sumber dana, sumber belajar dan mengalokasikannya sesuai dengan prioritas kebutuhan, serta lebih tanggap pada kebutuhan setempat. MBS sebagai suatu paradigma pengelolaan sekolah memerlukan pelaksana yang tepat, dalam hal ini kepala sekolah sebagai tokoh sentral dalam menjalankan manajemen sekolah mempunyai peranan penting dalam implementasi MBS. Kepemimpinan kepala sekolah memberikan gambaran akan keberhasilan dari penerapan MBS sebagai suatu system manajemen, dikarenakan kapela sekolah merupakan pimpinan dan sekaligus manajer dari suatu sekolah. Dari berbagai alasan di atas maka dapat digambarkan mengenai kerangka pemikiran sebagai berikut : Gambar 1. Kerangka Pemikiran   BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Objek Penelitian Objek dalam penelitian ini adalah kepemimpinan Kepala Sekolah MAN Kiarakuda dan manajemen yang dilaksanakan di MAN Kiarakuda. Kepemimpinan kepala sekolah diukur dengan berbagai indikator mulai dari kuikulum, administrasi, pengorganisasian, pelimpahan wewenang hingga pada penetapan standar kemampuan yang diterapkan berdasarkan kebijakan kepala sekolah MAN Kiarakuda. Sedangkan penerapan MBS diukur berkaitan dengan efesiensi dan efektifitas pelaksanaan tata kelola sekolah sesuai dengan konsep dasar dari MBS. 3.1.1 Populasi dan Sampel Populasi dari objek penelitian ini adalah seluruh elemen yang terlibat dalam tatakelola dan tatalaksana sekolah MAN Kiarakuda. Berhubung pelaksanaan wawancara mendalam pada penelitian kualitatif memakai waktu yang lama, maka jumlah sample yang dipakai dalam penelitian biasanya sangat terbatas. Untuk mendapatkan informan kunci yang tepat sesuai dengan fokus penelitian, maka informan diambil berdasarkan perposive sampling (pengambilan sampel sesuai kebutuhan). Menurut Sugiyono (2008:85) teknik sampling purposive yaitu “teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu”. Teknik ini bisa diartikan sebagai suatu proses pengambilan sampel dengan menentukan terlebih dahulu jumlah sampel yang hendak diambil, kemudian pemilihan sampel dilakukan dengan berdasarkan tujuan-tujuan tertentu, asalkan tidak menyimpang dari ciri-ciri sampel yang ditetapkan. Sumber informasi dalam penelitian diambil baik dari data primer maupun sekunder. Sumber Informasi Kunci (Key Informan), yaitu Kepala sekolah dan Sumber Informasi Penunjang (Supportive Informan ), yang terdiri dari guru, komite sekolah, dengan perincian: 1 orang Kepala Sekolah, 1 orang guru dan 1 orang TU serta 1 orang Komite sekolah. 3.2 Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriftif. Penelitian deskriptif adalah suatu penelitian yang dilakukan dengan tujuan utama untuk memberikan gambaran atau deskripsi tentang suatu keadaan secara objektif. Menurut Sukmadinata (2011:22), penelitian deskriptif ditujukan untuk mendeskripsikan atau menggambarkan fenomena-fenomena yang ada, baik fenomena yang bersifat alamiah atau rekayasa manusia. Penelitian deskriptif juga berarti penelitian yang dimaksudkan untuk menjelaskan fenomena atau karakteristik individual, situasi atau kelompok tertentu secara akurat. Penelitian deskriptif merupakan cara untuk menemukan makna baru, menjelaskan sebuah kondisi keberadaan, menentukan frekuensi kemunculan sesuatu dan mengkategorikan informasi. Penelitian deskriptif dilakukan dengan memusatkan perhatian kepada aspek-aspek tertentu dan sering menunjukkan hubungan antar berbagai variabel. 3.3 Desain Penelitian Desain penelitian yang digunakan adalah studi kasus, Susilo Rahardjo & Gudnanto (2011: 250) studi kasus adalah suatu metode untuk memahami individu yang dilakukan secara integrative dan komprehensif agar diperoleh pemahaman yang mendalam tentang individu tersebut beserta masalah yang dihadapinya dengan tujuan masalahnya dapat terselesaikan dan memperoleh perkembangan diri yang baik. Pendapat serupa di sampaikan oleh Bimo Walgito (2010: 92) studi kasus merupakan suatu metode untuk menyelidiki atau mempelajari suatu kejadian mengenai perseorangan (riwayat hidup). Pada metode studi kasus ini diperlukan banyak informasi guna mendapatkan bahan-bahan yang agak luas.Metode ini merupakan integrasi dari data yang diperoleh dengan metode lain. Sedangkan W.S Winkel & Sri Hastuti (2006: 311) menyatakan bahwa studi kasus dalam rangka pelayanan bimbingan merupakan metode untuk mempelajari keadaan dan perkembangan siswa secara lengkap dan mendalam, dengan tujuan memahami individualitas siswa dengan baik dan membantunya dalam perkembangan selanjutnya. Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa studi kasus merupakan metode pengumpulan data secara komprehensif yang meliputi aspek fisik dan psikologis individu, dengan tujuan memperoleh pemahaman secara mendalam. 3.4 Sumber Data dan Alat Pengumpul Data Pelaksanaan pengumpulan data penelitian ini dilakukan dengan metode : 1. Penelitian Lapangan (Field Research) Yaitu, penelitian yang dilakukan secara langsung guna memperoleh data yang erat kaitannya dengan penelitian ini. Data dari lapangan dapat diperoleh dari: a. Wawancara, yaitu mendapatkan informasi dengan cara bertanya langsung kepada responden (Singarimbun & Effendi, 1995: 192). Dalam hal ini data diperoleh dengan melakukan wawancara dengan pihak pimpinan, kepala seksi, beberapa pegawai untuk mendapatkan informasi yang diinginkan. b. Observasi (Observation), yaitu melakukan pengamatan secara langsung terhadap aktivitas keseharian, lingkungan dan sarana kerja yang berhubungan dengan penulisan ini. c. Angket (Quesionnaire), yaitu pengumpulan data dilakukan melalui daftar pernyataan yang disiapkan untuk tiap responden yang ada MAN Kiarakuda. 2. Penelitian Kepustakaan (Library Research) Yaitu, data diperoleh dengan cara membaca literatur-literatur, bahan referensi, bahan kuliah, dan hasil penelitian lainnya yang ada hubungannya dengan obyek yang diteliti. Hal ini dilakukan penulis untuk mendapatkan tambahan pengetahuan mengenai masalah yang sedang dibahasnya. 3.5 Teknik Pengolahan dan Analisis Data Data yang diperoleh dari berbagai sumber dalam penelitian kualitatif dapat menggunakan teknik pengumpulan data yang bermacam – macam (triangulasi) dan dilakukan secara terus – menerus sampai datanya jenuh ( dapat disimpulkan). Pengamatan yang terus – menerus menghasilkan variasi data yang tinggi. Oleh karena itu sering mengalami kesulitan dalam proses menganalisanya. Analisis data kualitatif adalah bersifat induktif, yaitu suatu analisis berdasarkan data yang diperoleh selanjutnya dikembangkan pola hubungan tertentu atau menjadi hipotesis (Sugiyono,2010:335). 3.6 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di MAN Kiarakuda Kecamatan Ciawi Kabupaten Tasikmalaya. Waktu penelitian dapat dilihat pada table berikut ini : Tabel 1. Jawdwal Penelitian Bulan Kegiatan Oktober November Desember Persiapan Penyusunan Proposal Penelitian Pengumpulan data Pengolahan data Pelaporan hasil DAFTAR PUSTAKA Agus Darma, 2004. Manajemen Supervisi.Jakarta: Rajawali Press. Bimo Walgito. 2010. Bimbingan dan Konseling Studi & Karir. Yogjakarta: Andi Brown, Daniel, J. 1990. Decentralization and School Based Management, London: The Falmer Press. Departemen Pendidikan Nasional. 2001. Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah. Konsep dan Pelaksanaan, Jakarta: Direktor Pendidikan Menengah Umum. Depdiknas. Departemen Pendidikan Nasional. 2001. Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah Buku 1. Konsep dan Pelaksanaan, Jakarta: Direktorat Pendidikan Menengah Umum. Depdiknas. Hartoyo. 2001. Manajemen Berbasis Sekolah. Pendekatan Desentralisasi Pendidikan Dalam Upaya Pemberdayaan Masyarakat Dan Sekolah, Jakarta: Direktorat Jendral Pendidikan Dasar Dan Menengah Depdiknas Kathleen Kubick, School Besed Management. www.ed.gov/databases/ric/igests/301969.htm Mulyasa. 2005. Menjadi Kepala Sekolah Profesional, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Mulyasa.2005. Manajemen Berbasis Sekolah, Bandung: Remaja Rosdakarya Nahriana. 1998. Kinerja Lulusan SMK dan SMU pada Industri Jasa Boga di Kotamadya Ujung Pandang, Yogyakarta: Tesis, UNY Rahardjo, Susilo & Gudnanto. 2011. Pemahaman Individu Teknik Non Tes. Kudus: Nora Media Enterprise Slamet, Ahmad, 2005, Kinerja Kepala Sekolah, Makalah Tidak Diterbitkan Sukarto.I.1994. Mengantar Bagaimana Memimpin Sekolah Yang Baik, Jakarta: Ghalia Indonesia. Susan Albers Moharman, School-Based Manajeman: Organizing for High Performance (San Fransisco: Jossey Bass, 1994), Thoha, Miftah, 2006, Kepemimpinan dalam Manajemen, Jakarta: PT. Raja Grafindo Prasada Winkel, WS & Hastuti, Sri. 2004. Bimbingan dan Konseling Di Institusi Pendidikan. Yogjakarta: Media Abadi.   PEDOMAN WAWANCARA A. Daftar pertanyaan wawancara terhadap Kepala Sekolah 1. Bagaimana cara anda selaku Kepala Sekolah dalam memberikan pelimpahan dan distribusi kewenangan terhadap rekan kerja anda? 2. Bagaimana anda selaku Kepala Sekolah menyusun mekanisme pembuatan keputusan? 3. Bagaimana cara anda selaku Kepala Sekolah menjalankan proses penetapan kebijakan? 4. Bagaimana cara anda melakukan pengawasan terhadap kinerja rekan kerja anda? 5. Selaku Kepala Sekolah apakah anda pernah memberikan motivasi dan membangun suasana kerja yang kondusif terhadap rekan kerja anda? B. Daftar pertanyaan wawancara terhadap Guru 1. Apakah anda pernah diberi pelimpahan kewenangan dari Kepala Sekolah anda? 2. Apakah anda sebagai Guru pernah dilibatkan dalam penyusunan mekanisme pembuatan keputusam? 3. Apakah anda sebagai Guru pernah dilibatkan dalam proses penetapan kebijakan? 4. Apakah kinerja anda pernah mendapat pengawasan dari Kepala Sekolah? 5. Selaku Guru, apakah anda pernah mendapatkan motivasi dan suasana kerja yang kondusif dari Kepala Sekolah anda? C. Daftar pertanyaan wawancara terhadap Komite 1. Apakah anda selaku komite pernah diberi pelimpahan kewenangan dari Kepala Sekolah yang menyangkut program kerja sekolah? 2. Apakah anda sebagai Komite pernah dilibatkan dalam penyusunan mekanisme pembuatan keputusam? 3. Apakah anda sebagai Komite pernah dilibatkan dalam proses penetapan kebijakan? 4. Apakah kinerja anda pernah mendapat pengawasan dari Kepala Sekolah? 5. Selaku Komite, apakah anda pernah mendapatkan motivasi dan suasana kerja yang kondusif dari Kepala Sekolah?

Popular Posts