Rabu, 03 Desember 2014

tugas kepemimpinan

MAKALAH EFEKTIVITAS KEPEMIMPINAN DALAM PENDIDIKAN Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Kepemimpinan Pendidikan dosen Prof. Dr. H. Suherli, M.Pd oleh : Rini Winarti 82321213084 PROGRAM PASCA SARJANA UNIVERSITAS GALUH Jl. R.E. Martadinata No. 150 Tlp. (0265) 776944 Fax (0265) 776030 CIAMIS 46251 INDONESIA KATA PENGANTAR Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Alloh Swt yang Maha Pengasih dan Penyayang, karena berkat rahmat dan karunia-Nya kami dapat menyusun makalah tentang “EFEKTIVITAS KEPEMIMPINAN DALAM PENDIDIKAN” (The effectiveness of leadership in education ) Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas Mata kuliah Kepemimpinan Pendidikan. Pada dasarnya materi yang terkandung didalamnya diambil dari berbagai sumber dan pendapat. Berdasarkan hasil tersebut kami sajikan dalam bentuk penyajian yang sangat sederhana dengan harapan kami mudah memahami bagaimana seharusnya kepemimpinan dalam pendidikan itu. Kami menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari sempurna dan masih banyak kekurangannya baik isi maupun cara penyajiannya, hal ini disebabkan karena keterbatasan pengetahuan dan kemampuan kami. Oleh karena itu, dengan tangan terbuka kami menerima saran dan kritik yang konstruktif dalam rangka perbaikan penyusunan makalah di masa mendatang. Dapat terselesaikan makalah ini tidak terlepas dari bantuan dan dorongan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, kami ingin menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi tingginya kepada : 1. Bapak Prof. Dr. H. Suherli, M.Pd dosen Mata kuliah Kepemimpinan Pendidikan di Pascasarjana Universitas Galuh Ciamis 2. Rekan-rekan Mahasiswa yang telah membantu kami dalam penyusunan makalah ini Semoga makalah ini bermanfaat bagi kami khususnya dan pembaca pada umumnya Ciamis, Desember 2012 Penyusun i DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR i DAFTAR ISI ii BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ………………………………………………………......... 1 1.2 Pembatasan Masalah ……………………….. ……………………………. 2 1.3 Tujuan Penulisan Makalah …..……………………………………………. 2 1.4 Sistimatika Penulisan …………………………………………………….. 2 BAB II PEMBAHASAN 2.1 Pengertian Efektivitas …………..……………………………………… 4 2.2 Pengertian Kepemimpinan Pendidikan ..……………………………….. 5 2.3 Tipe-tipe Kepemimpinan Pendidikan ……….…………………………… 7 2.4 Model-model Kepemimpinan …………………………………………… 9 BAB III EFEKTIVITAS KEPEMIMPINAN DALAM PENDIDIKAN 3.1 Faktor-faktor yang mempengaruhi Efektivitas dalam Pendidikan ……… 10 3.2 Meningkatkan Efektivitas Kepemimpinan ……………………………… 13 3.3 Langkah-langkah dalam mengembangkan Kepemimpinan Pendidikan … 16 BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN 4.1 KESIMPULAN …………………………………………………………… 20 4.2 SARAN …..………………………………………………………………… 21 DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………………… 22 ii BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Di era globalisasi yang marak ditandai dengan perkembangan sistem informasi dan teknologi (IT) yang begitu melejit dan maju dengan sangat pesat, hal ini mengakibatkan pula berkembangnya dunia ilmu pengetahuan dan teknologi serta disiplin ilmu lain yang tidak dapat dibatasi oleh ruang dan waktu. Tidak hanya dalam konteks itu, bahwa dampak yang diberikan juga mempengaruhi dalam bidang pendidikan pada khususnya. Berbicara pendidikan secara khusus tidak akan lepas dari peran sebuah kepemimpinan pendidikan. Oleh karena itu, efek era globalisasi secara tidak langsung pun menuntut pada setiap pemimpin pendidikan baik statusnya sebagai individu maupun sebagai bagian dari kelompok harus selalu berusaha memperbaiki dan mengembangkan skill dan kepribadian dirinya agar menjadi seorang pemimpin yang lebih baik serta pandai beradaptasi dengan lingkungan. Sesuai dengan kodrat manusia yang diciptakan oleh Tuhan, bahwa mereka sejak lahir telah membawa potensi-potensi yang dapat dikembangkan dan ditumbuhkan melalui berbagai usaha-usaha yang berkelanjutan dan sistematis. Sehingga dari dasar itulah manusia dapat memilah dan memilih mana yang baik, mana yang kurang baik, dan mana yang perlu dikerjakan dan mana pula yang tidak perlu dikerjakan. Hal ini akan mudah diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari manakala seorang pemimpin pendidikan sudah mengetahui dan memahami konsep peran dan tugasnya serta tidak kalah penting harus mempunyai kepribadian unggul sebagai landasan dalam berperilaku, yang memang terus menerus dikembangkan. Terlepas dari hal ini, bahwa peran pemimpin pendidikan menjadi sangat vital dalam kemajuan dan tercapainya tujuan pendidikan itu sendiri. Pemimpin pendidikan sebagai top leader dalam sebuah institusi pendidikan dituntut dapat merumuskan dan mengkomunikasikan visi dan misi yang jelas dalam memajukan mutu pendidikan. Artinya juga bahwa pemimpin pendidikan sangat mempengaruhi akan maju mundurnya mutu pendidikan itu sendiri. Kepemimpinan adalah fenomena yang terdapat dalam setiap komunitas, karena dimana manusia berinteraksi maka disana timbul fenomena kepemimpinan, mulai dari interaksi dalam kelompok yang paling primitif sampai ke yang paling maju, mulai dari kelompok yang terkecil sampai ke organisasi yang paling besar. Faktor kepemimpinan dalam suatu organisasi menjadi sangat penting manakala individu/anggota organisasi memiliki dinamika 1 yang tinggi dalam aktivitasnya disamping perubahan terus-menerus yang didorong oleh kemajuan teknologi, kata kunci dari fenomena ini adalah kemampuan untuk mempengaruhi anggota organisasi sehingga mereka dengan segala kesungguhan berusaha untuk mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan sebelumnya. Suatu organisasi akan berhasil atau bahkan gagal sebagian besar ditentukan oleh faktor kepemimpinan 1.2 Pembatasan Masalah Dalam penulisan makalah ini, penulis membatasi masalahnya sebagai berikut : 1. Pengertian efektivitas 2. Faktor-faktor efektivitas dalam pendidikan 3. Pengertian kepemimpinan pendidikan 4. Tipe kepemimpinan pendidikan 5. Model-model kepemimpinan dalam pendidikan 6. Faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas dalam pendidikan 7. Efektivitas kepemimpinan dalam pendidikan 1.3 Tujuan Penulisan Makalah Sesuai dengan pembatasan masalah yang telah dikemukakan di atas, maka tujuan penulisan makalah ini diarahkan untuk : a. Untuk mengetahui pengertian pendidikan b. Untuk mengetahui faktor-faktor efektivitas dalam pendidikan c. Untuk mengetahui pengertian kepemimpinan pendidikan d. Untuk mengetahui tipe-tipe kepemimpinan pendidikan e. Untuk mengetahui model-model kepemimpinan dalam pendidikan f. Faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas dalam pendidikan g. Langkah-langkah untuk meningkatkan efektivitas dalam mengembangkan kepemimpinan dalam pendidikan h. Secara teoritis untuk mengetahui Bagaimana efektivitas kepemimpinan dalam pendidikan itu 1.4 Sistimatika Penulisan Sebagai langkah akhir dalam penulisan makalah ini, maka klasifikasi sistimatika penulisan sebagai berikut : Bab I : Pendahuluan yang berisikan tentang latar belakang, pembatasan masalah, tujuan penulisan makalah, dan sistimatika penulisan Bab II : Dibahas tentang pengertian pendidikan, factor-faktor efektivitas dalam pendidikan, pengertian kepemimpinan pendidikan, tipe-tipe kepemimpinan pendidikan, model-model kepemimpinan dalam pendidikan 2 Bab III : Dibahas tentang faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas dalam pendidikan, meningkatkan efektivitas kepemimpinan, langkah-langkah dalam mengembangkan kepemimpinan pendidikan. Bab IV : Merupakan bab akhir dalam penulisan makalah ini yang berisikan tentang kesimpulan. 3 BAB II PEMBAHASAN 2.1 PENGERTIAN EFEKTIVITAS Berdasarkan Ensiklopedi Umum Administrasi, Efektivitas berasal dari kata kerja Efektif, berarti terjadinya suatu akibat atau efek yang dikehendaki dalam perbuatan. Setiap pekerjaan yang efektif belum tentu efisien, karena mungkin hasil dicapai dengan penghamburan material, juga berupa pikiran, tenaga, waktu, maupun benda lainnya. Kata efektivitas sering diikuti dengan kata efisiensi, dimana kedua kata tersebut sangat berhubungan dengan produktivitas dari suatu tindakan atau hasil yang diinginkan. Suatu yang efektif belum tentu efisien, demikian juga sebaliknya suatu yang efisien belum tentu efektif. Dengan demikian istilah efektif adalah melakukan pekerjaan yang benar dan sesuai serta dengan cara yang tepat untuk mencapai suatu tujuan yang telah direncanakan. Sedangkan efisien adalah hasil dari usaha yang telah dicapai lebih besar dari usaha yang dilakukan. Dari pengertian diatas, efektivitas dapat dikatakan sebagai keberhasilan pencapaian tujuan organisasi dari 2 (dua) sudut pandang. Sudut pandang pertama, dari segi ‘hasil’ maka tujuan atau akibat yang dikehendaki telah tercapai. Kedua dari segi ‘usaha’ yang telah ditempuh atau dilaksanakan telah tercapai, sesuai dengan yang ditentukan. Dengan demikian pengertian efektivitas dapat dikatakan sebagai taraf tercapainya suatu tujuan tertentu, baik ditinjau dari segi hasil, maupun segi usaha yang diukur dengan mutu, jumlah serta ketepatan waktu sesuai dengan prosedur dan ukuran–ukuran tertentu sebagaimana yang telah digariskan dalam peraturan yang telah ditetapkan. - Persepektif Efektivitas Terdapat 3 perspektif yang utama didalam menganalisis apa yang disebut efektivitas organisasi (Richard M. Steers, 1985;5-7), yaitu : 1. Perspektif optimalisasi tujuan, yaitu efektivitas dinilai menurut ukuran seberapa jauh suatu organisasi berhasil mencapai tujuan yang layak dicapai. Pemusatan perhatian pada tujuan yang layak dicapai secara optimal, memungkinkan dikenalinya secara jelas bermacam-macam tujuan yang sering saling bertentangan, sekaligus dapat diketahui beberapa hambatan dalam usaha mencapai tujuan. 2. Perspektif sistem, yaitu efektivitas organisasi dipandang dari keterpaduan berbagai faktor yang berhubungan mengikuti pola, input, konversi, output dan umpan balik, 4 dan mengikutsertakan lingkungan sebagai faktor eksternal. Dalam perspektif ini tujuan tidak diperlakukan sebagai suatu keadaan akhir yang statis, tetapi sebagai sesuatu yang dapat berubah dalam perjalanan waktu. Lagi pula tercapainya tujuan-tujuan jangka pendek tertentu dapat diperlakukan sebagai input baru untuk penetapan selanjutnya. Jadi tujuan mengikuti suatu daur yang saling berhubungan antar komponen, baik faktor yang berasal dari dalam (faktor internal), maupun faktor yang berasal dari luar (faktor eksternal). 3 Perspektif perilaku manusia, yaitu konsep efektivitas organisasi ditekankan pada perilaku orang-orang dalam organisasi yang mempengaruhi keberhasilan organisasi untuk periode jangka panjang. Disini dilakukan pengintegrasian antara tingkahlaku individu maupun kelompok sebagai unit analisis, dengan asumsi bahwa cara satu-satunya mencapai tujuan adalah melalui tingkah laku orang-orang yang ada dalam organisasi tersebut. - Tingkat Efektivitas Gibson et al. (1994:30) mengemukakan masing-masing tingkat efektivitas dapat dipandang sebagai suatu sebab variabel oleh variabel lain (ini berarti sebab efektivitas). Sesuai pendapat Gibson tersebut diatas dapat dijelaskan bahwa pada efektivitas individu terdiri dari sebab-sebab antara lain kemampuan, ketrampilan, pengetahuan, sikap, motivasi dan stress. Efektivitas kelompok terdiri dari sebab sebab keterpaduan, kepemimpinan, struktur, status, peran dan norma-norma. Untuk efektivitas organisasi terdiri dari sebab-sebab lingkungan, teknologi, pilihan strategi, struktur, proses dan kultur. Semua ini mempunyai hubungan sebab variabel dari variabel lainnya 2.2 Pengertian Kepemimpinan Pendidikan Kepemimpinan (leadership) merupakan pembahasan yang menarik karena kepemimpinan menjadi faktor yang sangat menentukan bagi keberhasilan suatu instansi dan atau organisasi. Walaupun banyak faktor lain yang turut mempengaruhi dalam keberhasilan suatu instansi, tetapi kepemimpinan menempati pada posisi yang sangat penting bagi jalannya sistem ataupun sub sistem yang terdapat di dalamnya. Batasan definisi dan pengertian kepemimpinan itu berbeda-beda dari satu ahli dengan ahli lainnya, hal ini sangat dipengaruhi dari latar belakang dan sudut pandang mana melihatnya. Seperti pengertian yang dikemukakan menurut Sauders, kepemimpinan pendidikan adalah beberapa tindakan untuk memfasilitasi pencapaian tujuan-tujuan 5 pendidikan. Dengan demikian kepemimpinan pendidikan adalah serangkaian tindakan yang dilakukan oleh pemimpin pendidikan (sebagai leader) untuk mengarah pada pencapaian tujuan pendidikan. Sedang menurut Sadler ialah adanya aktivitas atau proses aktivitas mempengaruhi, perilaku yang menjadi panutan, interaksi antar pemimpin dan pengikut serta pencapaian tujuan yang lebih riil dan komitmen bersama dalam mencapai tujuan dan perubahan terhadap budaya organisasi yang lebih maju. Kemudian menurut Nanus & Dobbs (1996), mengartikan pemimpin dalam organisasi non profit seperti pendidikan maupun bentuk-bentuk organisasi sosial yang lain adalah merupakan seorang pemimpin yang dapat memberdayakan orang lain, modal maupun sumber daya intelektual pada organisasi serta menggerakan semuanya pada arah yang benar. Pemimpin organisasi non profit terdiri atas: 1. Sumber daya pemimpin, diartikan sebagai kemampuan pemimpin dalam menyatukan dan memfokuskan perhatian para pengikut membangkitkan semangat serta mempunyai penguasaan dalam mengoptimalkan fungsi para pengikut. 2. Menggerakan organisasi, yaitu kemampuan kerja pemimpin, kemampuan untuk mengatasi segala permasalahan serta mengadakan perubahan bagi peningkatan kinerja. Arahan atau bimbingan yang benar memberikan konstribusi yang besar bagi masyarakat dan para pengikut. Dengan demikian, pengertian kepemimpinan pendidikan adalah kemampuan untuk menggerakkan pelaksanaan pendidikan, sehingga tujuan pendidikan yang telah ditetapkan dapat tercapai secara efektif dan efisien. Kepemimpinan secara umum didefinisiksn sebagai kemampuan dalam kesiapan yang dimiliki oleh seseorang untuk dapat mempengaruhi, mendorong, mengajak, menuntun, menggerakkan, mengarahkan, dan kalau perlu memaksa orang atau kelompok agar menerima pengaruh tersebut dan selanjutnya terbuat sesuatu yang dapat membantu tercapainya suatu tujuan tertentu yang telah ditetapkan. Kepemimpinan adalah proses mempengaruhi kegiatan-kegiatan kelompok yang diorganisir menuju kepada penentuan dan pencapaian tujuan (Ralp M.Stogdill) Kepemimpinan dalam organisasi berarti penggunaan kekuasaan dan pembuatan keputusan-keputusan. (Robert Dubin) Kepemimpinan adalah individu di dalam kelompok yang memberikan tugas pengarahan dan pengorganisasaian yang relevan dengan kegiatan-kegiatan kelompok (Fred E.Fiedler) 6 Leadership is any contribution to the establishment and attainment of group purpose(Kimball Wiles) Dua definisi dari Carter V. Good : a. The ability and readiness to inspire, guide, direct, or manage other b. The role of interpreter of interest and objectives of group, to grow up recognizing and accepting the interpreter as spokesman Ahli manajemen, Peter F Drucker secara khas memandang kepemimpinan adalah kerja. Seorang pemimpin adalah mereka yang memimpin dengan mengerjakan pekerjaan mereka setiap hari. Pemimpin terlahir tidak hanya dalam hirarki managerial, tetapi juga dapat terlahir dalam kelompok kerja non formal. Terry (1982:458) merumuskan kepemimpinan sebagai aktivitas mempengaruhi orang-orang supaya diarahkan mencapai tujuan organisasi. Sementara itu Stogdil (dalam Sutarto, 1998:13) memberikan pengertian kepemimpinan sebagai suatu proses mempengaruhi kegiatan-kegiatan sekelompok orang yang terorganisir dalam usaha mereka menetapkan dan mencapai tujuan. Sedangkan Sutarto (1998:13) mendefinisikan kepemimpinan sebagai rangkaian kegiatan penataan berupa kemampuan mempengaruhi perilaku orang lain dalam situasi tertentu agar bersedia bekerjasama untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Konsep keberhasilan Kepemimpinan sama halnya konsep kepemimpinan,berbeda-beda dari penulis ke penulis. Keberhasilan kepemimpinan pada hakikatnya berkaitan dengan tingkat kepedulian seseorang pemimpin terlibat terhadap kedua orientasi, yaitu apa yang telah dicapai oleh organisasi (organizational achievement) dan pembinaan terhadap organisasi (organitational maintenance). 2.3 Tipe-Tipe Kepemimpinan Dalam setiap realitasnya bahwa pemimpin dalam melaksanakan proses kepemimpinannya terjadi adanya suatu permbedaan antara pemimpin yang satu dengan yang lainnya, hal sebagaimana menurut G. R. Terry yang dikutif Maman Ukas, bahwa pendapatnya membagi tipe-tipe kepemimpinan menjadi 6, yaitu : 1. Tipe kepemimpinan pribadi (personal leadership). Dalam system kepemimpinan ini, segala sesuatu tindakan itu dilakukan dengan mengadakan kontak pribadi. Petunjuk itu dilakukan secara lisan atau langsung dilakukan secara pribadi oleh pemimpin yang bersangkutan. 7 2. Tipe kepemimpinan non pribadi (non personal leadership). Segala sesuatu kebijaksanaan yang dilaksanakan melalui bawahan-bawahan atau media non pribadi baik rencana atau perintah juga pengawasan. 3. Tipe kepemimpinan otoriter (autoritotian leadership). Pemimpin otoriter biasanya bekerja keras, sungguh-sungguh, teliti dan tertib. Ia bekerja menurut peraturan-peraturan yang berlaku secara ketat dan instruksi-instruksinya harus ditaati. 4. Tipe kepemimpinan demokratis (democratis leadership). Pemimpin yang demokratis menganggap dirinya sebagai bagian dari kelompoknya dan bersama-sama dengan kelompoknya berusaha bertanggung jawab tentang terlaksananya tujuan bersama. Agar setiap anggota turut bertanggung jawab, maka seluruh anggota ikut serta dalam segala kegiatan, perencanaan, penyelenggaraan, pengawasan, dan penilaian. Setiap anggota dianggap sebagai potensi yang berharga dalam usahan pencapaian tujuan. 5. Tipe kepemimpinan paternalistis (paternalistis leadership). Kepemimpinan ini dicirikan oleh suatu pengaruh yang bersifat kebapakan dalam hubungan pemimpin dan kelompok. Tujuannya adalah untuk melindungi dan untuk memberikan arah seperti halnya seorang bapak kepada anaknya. 6. Tipe kepemimpinan menurut bakat (indogenious leadership). Biasanya timbul dari kelompok orang-orang yang informal di mana mungkin mereka berlatih dengan adanya system kompetisi, sehingga bisa menimbulkan klik-klik dari kelompok yang bersangkutan dan biasanya akan muncul pemimpin yang mempunyai kelemahan di antara yang ada dalam kelempok tersebut menurut bidang keahliannya di mana ia ikur berkecimpung. Selanjutnya menurut Kurt Lewin yang dikutif oleh Maman Ukas mengemukakan tipe-tipe kepemimpinan menjadi tiga bagian, yaitu : 1. Otokratis, pemimpin yang demikian bekerja kerang, sungguh-sungguh, teliti dan tertib. Ia bekerja menurut peraturan yang berlaku dengan ketat dan instruksi-instruksinya harus ditaati. 2. Demokratis, pemimpin yang demokratis menganggap dirinya sebagai bagian dari 8 kelompoknya dan bersama-sama dengan kelompoknya berusaha bertanggung jawab tentang pelaksanaan tujuannya. Agar setiap anggota turut serta dalam setiap kegiatan-kegiatan, perencanaan, penyelenggaraan, pengawasan dan penilaian. Setiap anggota dianggap sebagai potensi yang berharga dalam usaha pencapaian tujuan yang diinginkan. 3. Laissezfaire, pemimpin yang bertipe demikian, segera setelah tujuan diterangkan pada bawahannya, untuk menyerahkan sepenuhnya pada para bawahannya untuk menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya. Ia hanya akan menerima laporan-laporan hasilnya dengan tidak terlampau turut campur tangan atau tidak terlalu mau ambil inisiatif, semua pekerjaan itu tergantung pada inisiatif dan prakarsa dari para bawahannya, sehingga dengan demikian dianggap cukup dapat memberikan kesempatan pada para bawahannya bekerja bebas tanpa kekangan. Berdasarkan dari pendapat tersebut di atas, bahwa pada kenyataannya tipe kepemimpinan yang otokratis, demokratis, dan professional , banyak diterapkan oleh para pemimpinnya di dalam berbagai macama organisasi, yang salah satunya adalah dalam bidang pendidikan. Dengan melihat hal tersebut, maka pemimpin di bidang pendidikan diharapkan memiliki tipe kepemimpinan yang sesuai dengan harapan atau tujuan, baik itu harapan dari bawahan, atau dari atasan yang lebih tinggi, posisinya, yang pada akhirnya gaya atau tipe kepemimpinan yang dipakai oleh para pemimpin, terutama dalam bidang pendidikan benar-benar mencerminkan sebagai seorang pemimpinan yang professional. 2.4. Model-model Kepemimpinan • Model Kepemimpinan Transaksional. Kepemimpinan transaksional adalah hubungan antara pemimpin dan bawahan serta ditetapkan dengan jelas peran dan tugas-tugasnya. Menurut Masi and Robert (2000), kepemimpinan transaksional digambarkan sebagai mempertukarkan sesuatu yang berharga bagi yang lain antara pemimpin dan bawahannya (Contingen Riward), intervensi yang dilakukan oleh pemimpin dalam proses organisasional dimaksudkan untuk mengendalikan dan memperbaiki kesalahan yang melibatkan interaksi antara pemimpin dan bawahannya bersifat pro aktiv. 9 Kepemimpinan transaksional aktif menekankan pemberian penghargaan kepada bawahan untuk mencapai kinerja yang diharapkan. Oleh karena itu secara pro aktif seorang pemimpin memerlukan informasi untuk menentukan apa yang saat ini dibutuhkan bawahannya. Berdasarkan dari uraian tersebut diatas, maka dapat dikatakan bahwa prinsip utama dari kepemimpinan transaksional adalah mengaitkan kebutuhan individu pada apa yang diinginkan pemimpin untuk dicapai dengan apa penghargaan yang diinginkan oleh bawahannya memungkinkan adanya peningkatan motivasi bawahan. Steers (1996). • Model Kepemimpinan Transformasional Teori ini mengacu pada kemampuan seorang pemimpin untuk memberikan pertimbangan dan rangsangan intelektual yang individukan dan yang memiliki charisma. Dengan kata lain pemimpin transformasional adalah pemimpin yang mampu memperhatikan keprihatinan dan kebutuhan pengembangan diri pengikut untuk mengeluarkan upaya ekstra untuk mencapai tujuan kelompok. Pemimpin transaksional pada hakekatnya menekankan bahwa seorang pemimpin perlu menentukan apa yang perlu dilakukan para bawahannya untuk mencapai tujuan organisasi. Disamping itu pemimpin transaksional cenderung memfokuskan diri pada penyelesaian tugas-tugas organisasi. Untuk memotifasi agar bawahan melekukan tanggung jawab mereka, para pemimpin transaksional sangat mengandalkan pada system pemberian penghargaan dan hukuman pada bawahannya. Hater dan Bass (1988) menyatakan bahwa pamimpin transformasional merupakan pemimpin yang kharismatik dan mempunyai peran sentral dan strategis dalam membawa organisasi mencapai tujuannya. Pemimpin transformasional juga harus mempunyai kemampuan untuk menyamakan visi masa depan dengan bawahannya, serta mempertinggi kebutuhan bawahan pada tingkat yang lebih tinggi dari pada apa yang mereka butuhkan. Yamarino dan Bass (1990), pemimpin trasformasional harus mampu membujuk para bawahannya melakukan tugas-tugas mereka melebihi kepentingan mereka sendiri demi kepentingan organisasi yang lebih besar. 10 Bass dan Avolio (1994), mengemukakan bahwa kepemimpinan transformasional mempunyai empat dimensi yang disebutnya sebagai “The Four I’s”: a. Perilaku pemimpin yang membuat para pengikutnya mengagumi, menghormati sekaligus mempercayai (Pengaruh ideal). b. Pemimpin transformasional digambarkan sebagai pemimpin yang mampu mengartikulasikan pengharapan yang jelas terhadap prestasi bawahan (Motivasi-inspirasi) c. Pemimpin transformasional harus mampu menumbuhkan ide-ide baru, memberikan solusi yang kreatif terhadap permasalahan-permasalahan yang dihadapi bawahan (stimulasi intelektual). d. Pemimpin transformasional digambarkan sebagai seorang pemimpin yang mau mendengarkan dengan penuh perhatian masukan-masukan bawahan dan secara khusus mau memperhatikan kebutuhan-kebutuhan bawahan akan pengembangan karir (konsederasi individu). Banyak peneliti dan praktisi managemen yang sepakat bahwa model kepemimpinan transformasional merupakan konsep kepemimpinan yang terbaik dalam menguraikan karakteristik pemimpin (Sarros dan Butchatsky 1996). Hasil survey Parry (2000) yang dilakukan di New Zealand, menunjukkan tidak ada pertentangan dengan penemuan-penemuan sebelumnya tentang efektifitas kepemimpinan transformasional. Disamping itu Parry juga berpendapat bahwa kepemimpinan transformasional dapat dilatihkan, pendapat ini didasarkan pada temuan-temuannya yaitu keberhasilan pelatihan kepemimpinan transformasional yang dilakukan di New Zealand sebagai berikut: a. Berhasil meningkatkan kemampuan pelaksanaan kepemimpinan transformasional lebih dari 11% (dilihat dari peningkatan hasil usahanya) setelah dua hingga tiga bulan dilatih. b. Berhasil meningkatkan kegiatan kerja bawahan sebesar 11% setelah dua hingga tiga bulan dilatih. 11 BAB III EFEKTIVITAS KEPEMIMPINAN DALAM PENDIDIKAN 3.1 Faktor-Faktor Efektivitas Kepemimpinan Dalam melaksanakan aktivitasnya bahwa pemimpin dipengaruhi oleh berbagai macam faktor. Faktor-faktor tersebut sebagaimana dikemukakan oleha H. Jodeph Reitz (1981) yang dikutip Nanang fattah, sebagai berikut: 1. Kepribadian (personality), pengalaman masa lalu dan harapan pemimpin, hal ini mencakup nilai-nilai, latar belakang dan pengalamannya akan mempengaruhi pilihan akan gaya kepemimpinan. 2. Harapan dan perilaku atasan. 3. Karakteristik, harapan dan perilaku bawahan mempengaruhi terhadap apa gaya kepemimpinan. 4. Kebutuhan tugas, setiap tugas bawahan juga akan mempengaruhi gaya pemimpin. 5. Iklim dan kebijakan organisasi mempengaruhi harapan dan perilaku bawahan. 6. Harapan dan perilaku rekan. Berdasarkan faktor-faktor tersebut, maka jelaslah bahwa kesuksesan pemimpin dalam aktivitasnya dipengaruhi oleh faktor-faktor yang dapat menunjang untuk berhasilnya suatu kepemimpinan, oleh sebab itu suatu tujuan akan tercapai apabila terjadinya keharmonisan dalam hubungan atau interaksi yang baik antara atasan dengan bawahan, di samping dipengaruhi oleh latar belakang yang dimiliki pemimpin, seperti motivasi untuk beprestasi, kedewasaan dan keleluasaan dalam hubungan social dengan sikap-sikap hubungan manusiawi. Selanjutnya peranan seorang pemimpin sebagaimana dikemukakan oleh M. Ngalim Purwanto (2007), sebagai berikut: 1. Sebagai pelaksana (executive) 2. Sebagai perencana (planner) 3. Sebagai seorang ahli (expert) 4. Sebagai mewakili kelompok dalam tindakannya ke luar (external group representative) 5. Sebagai mengawasi hubungan antar anggota-anggota kelompok (controller of internal relationship) 6. Bertindak sebagai pemberi gambaran/pujian atau hukuman (purveyor of rewards and 10 punishments) 7. Bertindak sebagai wasit dan penengah (arbitrator and mediator) 8. Merupakan bagian dari kelompok (exemplar) 9. Merupakan lambang dari pada kelompok (symbol of the group) 10. Pemegang tanggungjawab para anggota kelompoknya (surrogate for individual ( responsibility) 11. Sebagai pencipta/ memiliki cita-cita (ideologist) 12. Bertindak sebagai seorang ayah (father figure) 13. Sebagai kambing hitam (scape goat) Berdasarkan dari peranan pemimpin tersebut, jelaslah bahwa dalam suatu kepemimpinan harus memiliki peranan-peranan yang dimaksud, di samping itu juga bahwa pemimpin memiliki tugas yang embannya, sebagai mana menurut M. Ngalim Purwanto, sebagai berikut : 1. Menyelami kebutuhan-kebutuhan kelompok dan keinginan kelompoknya. 2. Dari keinginan itu dapat dipetiknya kehendak-kehendak yang realistis dan yang benar-benar dapat dicapai. 3. Meyakinkan kelompoknya mengenai apa-apa yang menjadi kehendak mereka, mana yang realistis dan mana yang sebenarnya merupakan khayalan. Tugas pemimpin tersebut akan berhasil dengan baik apabila setiap pemimpin memahami akan tugas yang harus dilaksanakannya. Oleh sebab itu kepemimpinan akan tampak dalam proses dimana seseorang mengarahkan, membimbing, mempengaruhi dan atau menguasai pikiran-pikiran, perasaan-perasaan atau tingkah laku orang lain. Untuk keberhasilan dalam pencapaian sutu tujuan diperlukan seorang pemimpin yang profesional, dimana ia memahami akan tugas dan kewajibannya sebagai seorang pemimpin, serta melaksanakan peranannya sebagai seorang pemimpin. Disamping itu pemimpin harus menjalin hubungan kerjasama yang baik dengan bawahan, sehingga terciptanya suasana kerja yang membuat bawahan merasa aman, tentram, dan memiliki suatu kebebasan dalam mengembangkan gagasannya dalam rangka tercapai tujuan bersama yang telah ditetapkan Beberapa faktor penting yang dapat mempengaruhi efektivitas kepemimpinan, diantaranya adalah: 1. Persepsi yang tepat. Persepsi memainkan peran dalam mempengaruhi efektivitas kepemimpinan. Para manajer yang memiliki persepsi yang keliru terhadap pegawainya mungkin kehilangan 11 peluang untuk mencapai hasil optimal. Oleh karenanya ketepatan persepsi manajerial sangat penting, dan hal itu begitu penting pada setiap model situasional. 2. Tingkat kematangan. Pemimpin dituntut untuk berkemampuan dan berkemauan mengambil tanggung jawab untuk mengarahkan perilaku mereka sendiri dengan memperhatikan tingkat kematangan dalam pengetahuan, keahlian dan pengalaman untuk melaksanakan pekerjaan itu. Bagaimana pun, bawahan harus diberi perhatian serius ketika membuat pertimbangan tentang gaya kepemimpinan yang dapat mencapai hasil yang diinginkan. 3. Penilaian yang tepat terhadap tugas. Para pemimpin harus mampu menilai dengan tepat tugas yang dilaksanakan oleh bawahan. Dalam situasi tugas yang tidak terstruktur, kepemimpinan otokratik mungkin sangat tidak sesuai. Para bawahan memerlukan garis petunjuk, bebas bertindak, dan sumber daya untuk menyelesaikan tugas itu. Pemimpin harus dapat dengan tepat menentukan kekurangan tugas bawahan sehingga pilihan gaya kepemimpinan yang layak harus dilakukan. Karena tuntutan ini, seorang pemimpin harus memiliki beberapa pengetahuan teknik tentang pekerjaan itu dan syarat-syaratnya. 4. Latar belakang dan pengalaman. Di sini ditegaskan bahwa latar belakang dan pengalaman pemimpin mempengaruhi pilihan gaya kepemimpinan. Seseorang yang telah memperoleh keberhasilan karena berorientasi kepada hubungan mungkin akan meneruskan penggunaan gaya ini. Demikian juga, seorang pemimpin yang tidak percaya kepada para bawahannya dan telah menyusun tugas bertahun-tahun akan menggunakan gaya otokratik. 5. Harapan dan gaya pemimpin. Pemimpin senang dengan dan lebih menyukai suatu gaya kepemimpinan tertentu. Seorang pemimpin yang memilih pendekatan yang berorientasi pada pekerjaan, otokratik, mendorong keberanian bawahan mengambil pendekatan yang sama. Peniruan model pemimpin merupakan kekuatan untuk membentuk gaya kepemimpinan. Karena pemimpin memiliki berbagai landasan kekuasaan, maka harapan mereka adalah penting. 6. Hubungan seprofesi. Pemimpin membentuk hubungan dengan pemimpin yang lain. Hubungan seprofesi ini digunakan untuk tukar menukar pandangan, gagasan, 12 pengalaman, dan saran-saran. Teman seprofesi seorang pemimpin dapat memberikan dukungan dan dorongan semangat bagi berbagai perilaku kepemimpinan, sehingga mempengaruhi pemimpin itu pada waktu yang akan datang. Teman-teman seprofesi merupakan sumber penting tentang perbandingan dan informasi dalam membuat pilihan dan perubahan gaya kepemimpinan. Efektifitas kepemimpinan juga bergantung pada pola relasi yang dikonstruk oleh pemimpin. Relasi pemimpin dengan para follower (guru dan karyawan) menjadi dinamis jika pola kepemimpinan yang digunakan bersifat partisipatif. Perencanaan sampai dengan semua putusan yang diambil oleh secara partisipatif berimplikasi positif terhadap tingkat kepengikutan para bawahan. 3.2 Meningkatkan Efektivitas Kepemimpinan Usaha mencari perpaduan terbaik untuk menjadi seorang pemimpin yang sukses tidaklah mudah. Dan, usaha untuk bisa menemukan nilai, gaya dan aktivitas atau apa pun yang relevan untuk disebut sebagai pemimpin yang sukses merupakan proses yang panjang. Ada pemimpin yang sukses karena mampu bertindak sebagai seorang pengarah tugas, pendorong yang kuat, dan berorientasi pada hasil sehingga mendapatkan nilai kepemimpinan yang tinggi. Ada pemimpin yang sukses karena mampu memberi wewenang kepada para pegawainya untuk membuat keputusan dan bebas memberikan saran, mampu menciptakan jenis budaya kerja yang mendorong serta menunjang pertumbuhan. Pendeknya, untuk menjadi pemimpin yang sukses haruslah memiliki dorongan yang kuat dan integritas yang tinggi. Ada sejumlah pedoman dasar untuk menjadi pemimpin yang efektif. Pertama, keluwesan. Pemimpin yang luwes memiliki potensi menjadi efektif dalam sejumlah situasi. Kemampuan setiap pemimpin untuk mengubah gayanya pada situasi yang berbeda, akan berbeda-beda. Dengan kata lain, efektivitas pemimpin tergantung pada bagaimana gaya kepemimpinan mereka saling berkaitan dengan keadaan atau situasi. Pemimpin yang sukses adalah pemimpin yang mampu menyesuaikan gaya mereka dengan kebutuhan situasi. Namun dalam situasi arus kerja yang rutin, terstruktur dan mantap, keluwesan kepemimpinan menjadi tidak begitu penting. Kedua, berorientasi pada pencapaian. Pemimpin dituntut untuk mampu menetapkan sasaran menantang dan menunjukkan kepercayaan diri bahwa mereka dapat mempercayainya. Dalam hal ini pemimpin adalah seseorang yang menjadi kunci dalam 13 menimbulkan motivasi, kepuasan dan kinerja bawahan yang lebih baik. Mampu mempengaruhi jalur antara perilaku bawahan dan sasaran. Pada batas tertentu, pemimpin adalah seorang pelatih yang merencanakan jalur realistik bagi tim. Bawahan yang mengerjakan tugas pekerjaan tak rutin dan bekerja untuk pemimpin yang berorientasi pada pencapaian merasa lebih yakin bahwa upaya mereka akan menyebabkan kinerja yang lebih baik. Ketiga, partisipasi. Dalam hal ini pemimpin bertindak untuk meminta, menerima dan menggunakan saran bawahan untuk membuat keputusan. Partisipasi lebih menekankan pada upaya meningkatkan peluang bagi kepuasan pribadi bawahan. Membantu upaya bawahan untuk mencapai sasaran, menolong mengurangi rintangan yang mengecewakan dalam upaya mencapai sasaran dan memberi penghargaan atas pencapaian sasaran. Keempat, transformasional. Dalam hal ini pemimpin dituntut untuk mampu mendorong semangat, menggunakan nilai-nilai, kepercayaan dan kebutuhan bawahan untuk menyelesaikan tugas. Dan mampu melakukan dalam situasional yang sangat cepat berubah atau situasi yang penuh krisis. Dengan kata lain mampu menampilkan atau menciptakan kepemimpinan yang kharismatik, penuh inspirasi, stimulasi intelektual dan perasaan bahwa setiap bawahan diperhitungkan. Apa yang diharapkan seorang manajer dari bawahannya, dan caranya mempertahan kan mereka sebagian besar menentukan kinerja dan kemajuan karir mereka. Suatu karakteristik untuk manajer yang unggul adalah kemampuan mereka menciptakan harapan kinerja tinggi, yang dapat dipenuhi oleh bawahannya. Menjadi pemimpin yang efektif haruslah dapat menyesuaikan diri yaitu dapat mendelegasikan wewenang secara efektif karena mempertimbangkan kemampuan mereka, kemampuan bawahan dan tujuan yang harus diselesaikan. Ada beberapa faktor penting yang dapat mempengaruhi efektivitas kepemimpinan. Pertama, persepsi yang tepat. Persepsi memainkan peran dalam mempengaruhi efektivitas kepemimpinan. Para manajer yang memiliki persepsi yang keliru terhadap pegawainya mungkin kehilangan peluang untuk mencapai hasil optimal. Oleh karenanya ketepatan persepsi manajerial sangat penting, dan hal itu begitu penting pada setiap model situasional. Kedua, tingkat kematangan. Pemimpin dituntut untuk berkemampuan dan berkemauan mengambil tanggung jawab untuk mengarahkan perilaku mereka sendiri dengan memperhatikan tingkat kematangan dalam pengetahuan, keahlian dan pengalaman untuk melaksanakan pekerjaan tanpa pengawasan ketat dan juga kemauan untuk melaksanakan 14 pekerjaan itu. Bagaimana pun, bawahan harus diberi perhatian serius ketika membuat pertimbangan tentang gaya kepemimpinan yang dapat mencapai hasil yang diinginkan. Ketiga, penilaian yang tepat terhadap tugas. Para pemimpin harus mampu menilai dengan tepat tugas yang dilaksanakan oleh bawahan. Dalam situasi tugas yang tidak terstruktur, kepemimpinan otokratik mungkin sangat tidak sesuai. Para bawahan memerlukan garis petunjuk, bebas bertindak, dan sumber daya untuk menyelesaikan tugas itu. Pemimpin harus dapat dengan tepat menentukan kekurangan tugas bawahan sehingga pilihan gaya kepemimpinan yang layak harus dilakukan. Karena tuntutan ini, seorang pemimpin harus memiliki beberapa pengetahuan teknik tentang pekerjaan itu dan syarat-syaratnya. Keempat, latar belakang dan pengalaman. Di sini ditegaskan bahwa latar belakang dan pengalaman pemimpin mempengaruhi pilihan gaya kepemimpinan. Seseorang yang telah memperoleh keberhasilan karena berorientasi kepada hubungan mungkin akan meneruskan penggunaan gaya ini. Demikian juga, seorang pemimpin yang tidak percaya kepada para bawahannya dan telah menyusun tugas bertahun-tahun akan menggunakan gaya otokratik. Kelima, harapan dan gaya pemimpin. Pemimpin senang dengan dan lebih menyukai suatu gaya kepemimpinan tertentu. Seorang pemimpin yang memilih pendekatan yang berorientasi pada pekerjaan, otokratik, mendorong keberanian bawahan mengambil pendekatan yang sama. Peniruan model pemimpin merupakan kekuatan untuk membentuk gaya kepemimpinan. Karena pemimpin memiliki berbagai landasan kekuasaan, maka harapan mereka adalah penting. Keenam, hubungan seprofesi. Pemimpin membentuk hubungan dengan pemimpin yang lain. Hubungan seprofesi ini digunakan untuk tukar menukar pandangan, gagasan, pengalaman, dan saran-saran. Teman seprofesi seorang pemimpin dapat memberikan dukungan dan dorongan semangat bagi berbagai perilaku kepemimpinan, sehingga mempengaruhi pemimpin itu pada waktu yang akan datang. Teman-teman seprofesi merupakan sumber penting tentang perbandingan dan informasi dalam membuat pilihan dan perubahan gaya kepemimpinan. Para manajer saat ini menghadapi situasi yang sulit, di mana kecepatan laju globalisasi yang meningkat dengan cepat. Akibatnya kegiatan kepemimpinan menjadi begitu rumit dalam situasi bahwa armada kerja adalah majemuk, sehingga efektivitas kepemimpinan sangat diperlukan dalam menjawab tantangan ke depan. Persoalannya sekarang adalah mampukah para manajer meningkatkan efektivitas kepemimpinannya sehingga dapat menjadi lebih kompetitif 15 3.3 Langkah-langkah dalam mengembangkan Kepemimpinan Pendidikan Pemimpin Pendidikan juga memiliki peranan yang hampir sama dengan pemimpin organisasi formal lainnya. Sehingga dalam rangka peningkatan mutu, maka pemimpin pendidikan haruslah memahami budaya-budaya yang telah ada dalam organisasinya sebelum melakukan perubahan-perubahan menuju ke arah perbaikan, sebagaimana disampaikan oleh para ahli diantaranya: a. Selalu mengidentifikasi perubahan-perubahan yang dibutuhkan, perlu diketahui bahwa biasanya budaya suatu organisasi sangat menentukan bagaimana orang-orang di dalam organisasi tersebut berperilaku, menanggapi masalah, dan saling berinteraksi. Untuk mengetahui apakah suatu organisasi telah memiliki budaya mutu, maka perlu dilakukan penilaian secara komprehensif apakah organisasi yang bersangkutan telah memiliki karakteristik-karakteristik budaya mutu, seperti: 1) Komunikasi yang terbuka dan terus menerus 2) Kemitraan internal yang saling mendukung 3) Pendekatan kerjasama tim dalam proses dan dalam mengatasi masalah 4) Obsesi terhadap perbaikan atau inovasi terus menerus 5) Pelibatan dan pemberdayaan sumberdaya manusia secara luas 6) Menginginkan masukan dan feedback dari stakeholders b. Menuliskan perubahan-perubahan yang direncanakan, dimana penilaian komprehensif terhadap budaya organisasi yang ada saat ini biasanya akan mengidentifikasi perbaikan-perbaikan yang perlu dilakukan. Perbaikan ini membutuhkan perubahan-perubahan dalam status quo. Perubahan-perubahan ini harus diidentifikasi dan didaftar karena akan menjadi bahan kajian guna melakukan perbaikan-perbaikan. c. Mengembangkan suatu rencana untuk melakukan perubahan, dimana rencana untuk melakukan perubahan dikembangkan berdasarkan model “siapa”,”apa”,”kapan”, “dimana”, dan “bagaimana”. Masing-masing elemen ini merupakan bagian penting dari rencana. Dimana “siapa” yang akan dipengaruhi perubahan tersebut? siapa yang harus dilibatkan agar perubahan tersebut dapat berhasil? siapa yang mkkungkin menentang adanya perubahan?. Sementara tugas “apa” saja yang harus diselesaikan? apa yang menjadi hambatan utama? proses dan prosedur apa yang akan dipengaruhi perubahan tersebut? Selanjutnya “kapan” perubahan itu harus dilaksanakan? kapan perkembangannya 16 harus diukur? kapan tugas-tugas yang berhubungan dengan perubahan itu harus diselesaikan? kapan pelaksanaannya dirampungkan? Begitu juga “dimana” perubahan itu harus dilaksanakan? orang dan proses mana yang akan dipengaruhi? Dan “bagaimana” perubahan itu seharusnya dilaksanakan? bagaimana pengaruhnya terhadap orang dan proses yang ada saat ini? bagaimana pengaruhnya terhadap peningkatan kualitas, produktivitas, dan daya saing? d. Memahami proses transisi emosional, karena perlu diketahui bahwa pendukung perubahan memainkan peranan penting dalam pelaksanaan perubahan. Keberhasilan pelaksanaan tersebut sangat tergantung pada kemampuan para pendukung perubahan didalam memainkan peranannya. Mereka harus memahami fase-fase transisi emosional yang dilewati seseorang bila menghadapi perubahan, terutama perubahan yang tidak diharapkan. Transisi ini terdiri atas tujuah fase, yaitu goncangan (shock), penolakan (denial), realisasi (realization), penerimaan (acceptance), pembangunan kembali (rebuilding), pemahaman (understanding), dan penyembuhan (recovery). Sehingga bisa mengakomodir dan mengarahkan kondisi emosional ini untuk siap menerima perubahan yang diinginkan. e. Mengidentifikasi orang-orang kunci dan menjadikan mereka pendukung perubahan. Orang kunci adalah orang-orang yang dapat mempermudah pelaksanaan perubahan dan orang-orang yang dapat menghambat pelaksanaan perubahan tersebut. Orang kunci harus diidentifikasi, dilibatkan, dan diberi kesempatan untuk menyampaikan pendapat dan permasalahannya. Agar bisa diketahui apa-apa saja yang diinginkan dan tidak diinginkan dalam perubahan. f. Menerapkan hearts and minds approach, karena biasanya pada awalnya orang yang cenderung bereaksi terhadap setiap perubahan lebih banyak berdasarkan level emosionalnya (hearts) daripada level intelektualnya (mind). Oleh karena itu para pendukung perubahan perlu menerapkan strategi komunikasi yang rutin dan terbuka. Setiap orang diberi kesempatan (termasuk penentang yang paling ekstrim) untuk menyampaikan persoalan dan keberatannya dalam forum terbuka. Kemudian keberatan tersebut dijawab dengan objektif, sabar, dan tidak bersifat pembelaan atau menepiskan g. Menerapkan strategi courtship (kemesraan). Courtship merupakan tahap dimana suatu hubungan berjalan secara lamban tetapi berarti, ke arah yang diharapkan. Bila pendukung perubahan menganggap hubungannya dengan penentang potensial sebagai hubungan yang mesra, maka mereka akan dapat melibatkan para penentang tersebut dengan lebih baik dan 17 akhirnya dapat mengubah mereka menjadi pendukung perubahan. h. Memberikan dukungan, dimana strategi ini meliputi dukungan material, moral, dan emosional yang dibutuhkan orang dalam menjalani perubahan. Adapun langkah-langkah dalam mengembangkan kepemimpinan pendidikan meliputi : 1. Rendah hati, Banyak orang yang mendapatkan kekuasaan, dan mereka begitu saja melepaskannya. Sebagai pemimpin, pekerjaan Anda adalah memimpin. Anda tidak bisa melakukannya jika menurut Anda posisi Anda diatas orang lain. 2. Menentukan tujuan, Dibutuhkan untuk menjadi seorang pemimpin. Banyak orang yang menentukan tujuan dan didalam perjalanannya, mereka kehilangan arah. Ini biasanya dikarenakan menentukan tujuan yang tidak bisa dicapai. Tentukan tujuan yang bisa diraih sehingga tidak berakhir dengan kekecewaan. 3. Berusaha keras untuk mencapai yang terbaik, Untuk menjadi pemimpin yang besar, Anda tidak bisa berleha-leha dengan kehidupan Anda, Anda harus berusaha keras untuk melakukan segala sesuatunya dengan yang terbaik. 4. Mempertahankan posisi Anda, Seorang pemimpin memerlukan reputasi yang menonjol. Ketika seseorang mendengar namanya, maka akan mengaitkanya dengan pekerjaan besar yang pernah dilakukannya, atau bagaimana mereka bisa mengelola sesuatu. 5. Belajar dari kesalahan, Mereka belajar dari kesalahan dan merubahnya menjadi sesuatu yang produktif. Ini harus dilakukan atau jika tidak Anda akan berputar-putar di masalah yang sama. 6. Berpikiran terbuka, Orang-orang disekitar Anda mungkin memiliki sesuatu untuk dikontribusikan dan dengan berpikiran terbuka Anda akan memiliki peluang yang tidak terbatas. 7. Percaya diri, Anda tidak bisa berharap orang lain percaya pada Anda jika Anda tidak percaya pada diri sendiri. Percaya diri tidak membuat Anda lebih baik dari orang lain, ini hanya menunjukkan Anda memiliki kelas dan karakter. 8. Memberi, Bersedia untuk memberi. Jika Anda melakukan ini, makin banyak orang yang bersedia melakukan sesuatu tanpa mengeluh. 9. Memenuhi janji, Jika Anda bilang akan melakukan sesuatu, pastikan Anda melakukannya. 18 10. Mendengarkan, Anda harus mau mendengarkan dan memahami apa yang dirasakan sekitar Anda. Mungkin Anda pemimpinnya, tapi perasaan mereka sama pentingnya seperti Anda. Hal-hal Yang Harus Diperhatikan dan Dilakukan Dalam Mengembangkan Kepemimpinan di Dalam Diri Pemimpin 1) Menentukan Prioritas. 2) Membina Integritas Individu. 3) Menciptakan Perubahan Positif. 4) Mengatasi Pemecahan Masalah. 5) Memupuk Sikap Positif. 6) Mengembangkan Manusia. 7) Memperluas Wawasan. 8) Membina Disiplin Pribadi. 9) Melaksanakan Pengembangan Staf. e) Pengembangan spiritual untuk membentuk kepribadian yang tangguh sehingga pemimpin bermental sehat. 19 BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN 4.1 Kesimpulan Dari seluruh penjelasan diatas dapat kita tarik kesimpulan bahwa Pemimpin pada hakikatnya adalah seorang yang mempunyai kemampuan untuk memepengaruhi perilaku orang lain di dalam kerjanya dengan menggunakan kekuasaan. Dalam kegiatannya bahwa pemimpin memiliki kekuasaan untuk mengerahkan dan mempengaruhi bawahannya sehubungan dengan tugas-tugas yang harus dilaksanakan. Tugas pemimpin dalam kepemimpinannya meliputi ; menyelami kebutuhan-kebutuhan kelompok, dari keinginan itu dapat dipetiknya kehendak-kehendak yang realistis dan yang benar-benar dapat dicapai, meyakinkan kelompoknya mengenai apa-apa yang menjadi kehendak mereka, mana yang realistis dan mana yang sebenarnya merupakan khayalan.Pemimpin yang professional adalah pemimpin yang memahami akan tugas dan kewajibannya, serta dapat menjalin hubungan kerjasama yang baik dengan bawahan, sehingga terciptanya suasana kerja yang membuat bawahan merasa aman, tentram, dan memiliki suatu kebebsan dalam mengembangkan gagasannya dalam rangka tercapai tujuan bersama yang telah ditetapkan. 1. Kepemimpinan pendidikan merupakan kemampuan untuk menggerakkan pelaksanaan pendidikan, sehingga tujuan pendidikan yang telah ditetapkan dapat tercapai secara efektif dan efisien. 2. Fungsi kepemimpinan pendidikan adalah untuk membina persaudaraan dan bertanggung jawab dalam mengambil keputusan , mengembangkan, dan mempertahankan eksistensi organisasi 3. Tipe-tipe kepemimpinan pendidikan antara lain otoriter, Laissez-faire, Demokratis, dan Pseudo-demokratis. 4. Syarat-syarat untuk menjadi pemimpin pendidikan antara lain rendah hati, percaya kepada diri sendiri, jujur, adil, dan memiliki keahlian dalam jabatan. 5. Keterampilan yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin antara lain keterampilan dalam memimpin, dalam hubungan insane, dan dalam menilai 6. Pendekatan tentang teori munculnya pemimpin terdiri dari teori pertama, kedua, ketiga, dan keempat. 7. Pendekatan dalam mempelajari kepemimpinan pendidikan antar lain pemdekatam sifat, keperilakuan, dan pendekatam situasi. 20 8. Pemimpinan pendidikan adalah orang yang memilki kelebihan untuk mempengaruhi, mengajak, mendorong, membimbing, menggerakkan dan mengkoordinasikan staf pendidikan lainnya ke arah peningkatan mutu pendidikan 9. Model-model kepemimpinan dalam pendidikan antara lain kepemimpinan visioner dan kepemimpinan transformasional Efektifitas kepemimpinan diukur berdasarkan tujuan-tujuan yang hendak dicapai, produktivitas dalam mencapai tujuan-tujuan itu dalam pembinaan solidaritas kelompok. Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi efektifitas kepemimpinan adalah sebagai berikut: 1. Sifat-sifat atau kualitas pemimpin, yaitu sifat-sifat kepemimpinan sebagaimana telah disebutkan pada kualitas kepemimpinan. 2. Kecakapan atau kemampuan pemimpin dalam mengarahkan bawahan, untuk mencapai tujuan bersama. 3. Sifat hubungan antara pemimpin dengan terpimpin atau bawahan. 4. Kemampuan dan tingkat kematangan bawahan. Sejauh mana kemampuan dan kecakapan bawahan untuk menetapkan tujuan dan pencapaiannya dengan penuh kepercayaan terhadap diri sendiri. 4.2. Saran-saran Berdasarkan pada uraian tersebut di atas, maka penulis mengemukakan saran-saran sebagai berikut : 1. Hendaknya para pemimpin, khususnya pemimpin dalam bidang pendidikan dalam melaksanakan aktivitasnya kepemimpinannya dalam mempengaruhi para bawahannya berdasarkan pada kriteria-kriteria kepemimpinan yang baik. 2. Dalam membuat suatu rencana atau manajemen pendidikan hendaknya para pemimpin memahami keadaan atau kemampuan yang dimiliki oleh para bawahannya, dan dalam pembagian pemberian tugas sesuai dengan kemampuannya masing-masing. 3. Pemimpin hendaknya memahami betul akan tugasnya sebagai seorang pemimpin. 21 4. Dalam melaksanakan akvititasnya baik pemimpin ataupun yang dipimpin menjalin suatu hubungan kerjsama yang saling mendukung untuk tercapainya tujuan organisasi atau instnasi. 5. Dalam melaksanakan akvititasnya baik pemimpin ataupun yang dipimpin menjalin suatu hubungan kerjsama yang saling mendukung untuk tercapainya tujuan organisasi atau instnasi. 22 DAFTAR PUSTAKA Arief Furchan, Pengantar Penelitian dalam Pendidikan, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2004). Burhanuddin, Analisis Manajemen dan Kepemimpinan Pendidikan, (Malang : Bumi Aksara, 1994). Dadang Sulaeman dan Sunaryo, Psikologi Pendidikan, (Bandung : IKIP Bandung, 1983). I.Nyoman Bertha, Filsafat dan Teori Pendidikan, (Bandung : FIP IKIP Bandung, 1983). M. Ngalim Purwanto, Administrasi Pendidikan, (Jakarta : Mutiara Sumber-Sumber Benih Kecerdasan, 1981). Maman Suherman, Pengembangan Sarana Belajar, (Jakarta : Karunia, 1986). Maman Ukas, Manajemen Konsep, Prinsip, dan Aplikasi, (Bandung : Ossa Promo, 1999). Marsetio Donosepoetro, Manajemen dalam Pengertian dan Pendidikan Berpikir, (Surabaya : 1982). Nanang Fattah, Landasan Manajemen Pendidikan, (Bandung : Rosdakarya, 1996). Oteng Sutisna, Administrasi Pendidikan Dasar Teoritis untuk Praktek Profesional, (Bandung : Angkasa, 1983). Rohmat. 2010. Kepemimpinan Pendidikan: Konsep Dan Aplikasi. Purwokerto: STAIN Purwokerto Press. Sumijo, Wahyu. 2005. Kepemimpinan Kepala Sekolah: Tinjauan Teoritik Dan Permasalahannya. Jakarta: Raja Grafindo Persada. 23

0 komentar:

Posting Komentar

Popular Posts